Sabtu sore, Gendis tiba-tiba kedatangan tamu. Yang bikin Gendis bingung, karena Gendis nggak kenal sama tamunya yang justru ngenalin dia.
“Hai Gendis,” sapa tamunya ini, terlihat kaku saat menyapa Gendis.
Gendis diam sejenak, karena pagar di rumahnya belum sempat dibuka. Dan setelah tersadar, barulah Gendis membalas sapaan tamunya ini.
“Kak Bram, ngapain ke sini?” tanya Gendis akhirnya, memberitaukan wujud si tamu.
“Temenin aku jalan-jalan yuk, sekalian ada yang mau diomongin,” ujar Bram.
Gendis ngerti maksudnya Bram, berarti Bram udah inget sama keteledorannya itu. Dan butuh waktu sampai 2 minggu sampai ingatannya sadar, kalau Bram punya salah ke Gendis.
“Gendis nggak bisa keluar kak, adeknya Gendis lagi tidur nggak ada yang jagain,” tuturnya menjelaskan.
“Tapi, kak Bram boleh masuk kan?”
Gendis sampai lupa, dia ngebiarin Bram di depan pagar rumahnya tanpa dipersilahkan masuk dari tadi.
Setelah Bram menginjakkkan kaki di ruang tamu rumah Gendis, Gendis pun meninggalkan Bram untuk ngambil minuman.
“Bunda kamu kerja Ndis?” tanya Bram, saat Gendis datang, dan menyajikan sirup di atas meja.
“Iya kak.”
“Hari sabtu gini?” tanya Bram lagi.
“Iya, kan Bunda bukan pegawai negeri kak. Bunda kerja sebagai customer service, jadi hari liburnya nggak ditentukan sama tanggalan merah, atau karena hari ini hari sabtu atau minggu,” jawab Gendis menjelaskan.
Setelah Gendis siuman dari komanya, bu Ayu akhirnya menerima tawaran pekerjaan sebagai customer service. Karena sudah nggak ada beban, dan putrinya juga sudah siuman.
"Ayah kamu?" Bram mengajukan pertanyaan canggung sekali lagi, karena pertama kalinya Bram ngobrol sama Gendis, tanpa ada teman-temannya.
“Ayah juga kerja kak, di kantor percetakan di luar kota. Biasanya sebulan sekali udah pulang ke rumah, tapi habis cuti karena Gendis koma, jadi bulan depan baru pulang,” pungkas Gendis.
Udah nggak ada obrolan lagi, dan Bram pun mulai membahas maksud kedatangannya.
“Soal waktu itu, kak Bram minta maaf ya?”
“Kalau Rezy nggak ngingetin. Kak Bram beneran nggak bisa inget, dan nggak tau kalau udah nyium Gendis,” ucapnya, menjelaskan perlakuannya ke Gendis.
Gendis menganggukkan kepalanya.
“Sebagai permohonan maafnya kak Bram, Gendis mau minta apa aja bakalan kak Bram kabulin.”
“Ikh, nggak perlu kak, Gendis udah maafin kak Bram kok.” didukung kedua tangan Gendis yang dilabaikannya, karena Gendis beneran tulus maafin kesalahannya.
“Gendis cuman minta, kak Bram hati-hati sebelum minum atau pun makan,” ucap Gendis lagi.
“Dengerin tuh, jangan lo langgar.” celetuk, suara dari balik pintu, yang masuknya pun sampai nggak kedengeran sama sekali.
“Mas Nover?” Gendis sampai kaget, kakak sepupunya itu yang tiba-tiba muncul tanpa memberi salam.
“Ngapain lo ke sini?” tanya Bram yang keganggu sama kehadirannya Nover, sampai lupa kalau Nover sepupunya Gendis, yang merasa bebas datang kapan aja ke rumah sepupunya.
“Suka-suka gue, ini rumahnya tante gue,” ucap Nover memberi alasan.
“Abis dari rumah Maya, mas?” tanya Gendis penasaran.
Nover menganggukkan pelan, terlihat juga Nover nggak bersemangat pas ngomongin soal Maya.
“Kenapa nggak sekalian aja, Maya lo ajak ke sini.” sela Bram.
“Maya mau belajar.”
"Hari sabtu gini?" Tanya Bram lagi sampai bingung denger alasannya Nover.
“Lo juga ngapain lama-lama di sini, udah kelar kan minta maafnya?” ucap Nover mengalihkan alasannya, yang nggak masuk diakal itu.
“Yaudah sih mas, biarin aja kak Bram kan mau main.”
Nover terlihat bete, sebenernya dia mau curhat sama Gendis mengenai Maya, tapi karena ada Bram. Mau nggak mau Nover mengalah.
“Mana Jingga?” tanya Nover mengalihkan.
“Tidur.”
“Ikutan deh, gue ke kamar ya, nanti kalau Bram udah pulang, bangunin gue ya?” ucap Nover, sambil nyelonong.
“Yaudah, kak Bram pulang sekarang aja." selanya.
"Kok pulang sih kak?"
"Iya, nggak pa-pa. Temenin ya, si Nover. Kayaknya emang dia mau curhat ke kamu Ndis."
"Curhat?" tanya Gendis lagi, sambil nganter Bram.
"Iya, di sekolah uring-uringan banget dia, dikirain karena nilai ulanganya anjlok. Tapi ternyata, ke gep berantem di telfon sama Maya." jelas Bram menuturkan.
Gendis paham keadaan kakak sepupunya itu, apalagi Bram udah jelasin keadaannya Nover di sekolah.
Nover beneran langsung curhat sama Gendis, setelah ngedenger teriakan Bram yang pamit pulang.
“Ada apa sih sama Maya?” tanpa basa-basi, Nover langsung mengajukan pertanyaan kepusat masalahnya.
“Nggak ada apa-apa.” dijawabi Gendis, sambil mengangkat gelas minuman bekas Bram.
Gendis sengaja mengalihkan, supaya nggak ketahuan kalau Gendis nyimpen rahasianya Maya dari Nover.
“Gendis taroh ini dulu ya mas, takut disemutin,” ucap Gendis, Nover pun sekalian nitip dibuatin minuman juga.
Setelah Gendis dateng, tanpa menunggu lama, Nover langsung cerita perihal masalahnya dengan Maya.
“Lo yakin, Maya nggak ada apa-apa di sekolah?”
“Gendis nggak sekelas sih sama Maya, jadi nggak tau kalau ada yang beda sama dia.”
“Emang kenapa, mas berantem sama Maya?” tanya Gendis menyelidik.
“Berantem melulu gue sama dia,” jawab Nover nada bicaranya terdengar lesu, di akhiri helaan napas gusar.
“Dari acara ulang tahunnya Stev, gue berantem sama dia. Terus baikan, abis itu berantem lagi sampai sekarang!” keluhnya mengadukan pada sepupunya yang juga sahabat dari Maya.
“Gue nggak ngerti apa aja salah di mata dia. Dia juga udah berani ngelawan Oliv, biasanya diem aja tapi malah jambak-jambakan.”
“Maya nggak cerita soal itu ke Gendis,” ucapnya memotong penuturan Nover, supaya meyakinkan kalau dia dan Maya juga jarang bertemu.
Jelas aja Maya nggak cerita ke Gendis, karena mereka juga diem-dieman.
Kali ini bukan Gendis yang ngediemin Maya, tapi Maya yang menghindar setiap kali ketemu Gendis.
Sebenernya, Maya udah takut diomelin Gendis, karena ngediemin Nover. Padahal, Gendis juga baru tau soal itu dari penuturan kakak sepupunya ini.
“Sebenernya, Maya juga ngediemin Gendis, mas.”
“Kalian berantem?” Nover mulai antusias lagi.
Gendis menggeleng.
“Nggak tau, setiap kali ketemu di kantin juga gitu. Disamperin ke kelas, malah sibuk nyatet. Di samperin ke rumah, kata adeknya tidur,” jawab Gendis, menjelaskan.
Sebelumnya memang Gendis yang diemin Maya. Tapi kali ini, Maya berbalik ngediemin Gendis.
“Tadi juga, gue samperin ke rumahnya, Maya lagi tidur di ruang depan dan masih pakai seragam sekolah.” tutur Nover sampai menggebu-gebu.
“Mas mau nginep di sini, biar besok bisa nemuin Maya?” tanya Gendis.
“Nggak usah deh, gue minta tolong aja temuin gue sama Maya.”
Biar pun Gendis punya hubungan persaudaraan dengan Nover, Gendis nggak membocorkan rencana besar dan fatalnya Maya untuk ninggalin Nover. Makanya Gendis pakai cara lain, supaya dua-duanya bisa ngobrol dan Gendis nggak ada di tengah-tengah. Jadi penengah, dan juga jadi pembohong.
🔜 Next Part 🔜
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments