Bab 02

Khasafa keluar dari ruangan dengan tubuh lemas. Perjuangan yang tak bisa dilupakan begitu saja setelah mendonorkan darah dan pagi ini dia baru sadarkan diri karena sempat pingsan. Sungguh perkara jarum suntik membuatnya panas dingin.

Sempat memaksa perawat yang bertugas karena tak yakin ingin meneruskan. Apalagi saat melihat kondisi dirinya yang mengeluarkan keringat.

Kashafa mencoba bertahan hingga pengambilan darah selesai dan perlahan tak sadarkan diri.

"Gimana kabarnya tuh cewek ya?" gumam Shafa lalu melangkah menuju mobil untuk lebih dulu mengganti pakaian pasien yang ia kenakan.

Usai mengganti pakaiannya Shafa lebih dulu melihat ponsel yang ternyata mati. Entah sejak kapan dan dia belum menghubungi orang rumah. Shafa berharap sang mamah tak mencari dan berpikir jika dia masih ada tugas.

"Sus pasien yang kemarin saya bawa itu dirawat di kamar nomor berapa ya?" tanya Shafa pada pihak medis yang bertugas di ruang IGD.

"Oh pasien cantik yang gagar otak? Beliau dipindahkan di lantai dua ruang mawar, Mas."

"Baik, makasih Sus." Kashafa segera melangkah ke ruang yang ditunjukan oleh pihak medis. Dia pun segera masuk dan melihat gadis yang ia selamatkan kemarin belum sadarkan diri. Kepalanya pun masih berbalut perban dan ada beberapa luka di kaki dan tangan.

 Shafa melangkah mendekati lalu duduk di samping gadis itu. Dia menatap wajah polos gadis itu lalu mengingat-ingat kembali kejadian kemarin.

"Gue nggak tau nama loe siapa? Sorry kalau sampai saat ini gue belum hubungin keluarga loe. Gue sendiri juga baru sadar setelah melawan tuh jarum suntik. Bangun ya! Nanti biar loe gue bawa pulang. Eh tapi sebenarnya loe kemarin kenapa? Kok minta tolong? Ada yang jahat?"

Shafa menghela nafas setelah sadar jika dia berbicara sendiri. Dia terdiam lalu bersandar di tepi ranjang. Kepalanya masih pusing membuatnya memilih untuk beristirahat lagi. Tanpa sadar tak lama dari Shafa terpejam, Sabil sadarkan diri dan mulai membuka mata.

Suara ringisan dari Sabil membuat Shafa terjaga tetapi baru saja pria itu hendak mengangkat kepala tiba-tiba dia terpekik merasakan sakit di kepalanya.

"Auwwhh... Rambut gue! Eh kepala gue sakit. Lepas!" titah Shafa. Dia melirik gadis itu pun meringis merasakan sakit.

"Kepalaku sakit," keluh Sabil dengan tangan yang tertancap infus memegang kepala.

"Iya jangan ngajak-ngajak! Kepala gue jadi ikut sakit juga," ucap Shafa yang juga mengeluh akan cengkeraman gadis itu yang begitu kuat.

Perlahan gadis itu melepaskan cengkeraman tangannya dari rambut Shafa. Dia menatap pria yang ada di hadapannya dengan kedua mata berkaca-kaca. Ada rasa takut tetapi rasa penasaran jauh lebih besar.

"Sakit," keluhnya lagi. Dia memegang kepalanya dengan kedua tangan membuat Shafa mengangguk paham lalu memanggil Dokter.

"Nama loe siapa? Rumah loe dimana? Nama bokap sama nyokap loe siapa?" tanya Kashafa seraya menunggu Dokter datang.

Gadis itu menggelengkan kepalanya. Dia menatap Saka dengan tatapan polos lalu mengernyit merasakan kepalanya yang kembali sakit.

"Oke-oke gue paham. Sudah nggak usah diinget-inget! Tunggu Dokternya datang dulu." Tangan Shafa terulur tetapi tak menyentuh gadis itu. Dia kembali menarik tangannya lalu berbalik kemudian memijit kepalanya yang kembali pening.

"Gue lagi aja yang dibikin repot. Berasa nemuin Hacie... Mamah oh mamah... Sumpah ini cewek cakep tapi amnesia." Shafa menarik nafas dalam lalu menyingkir saat Dokter datang untuk memeriksa.

Setelah menunggu beberapa saat dokter pun menyelesaikan tugasnya dan Kashafa kembali berbicara pada Dokter tersebut mengenai kondisi gadis yang kini diam memperhatikan dengan wajah bingung.

"Bagaimana, Dok? Dia tidak mengenal dirinya sendiri."

"Maaf Mas sebaiknya jangan dipaksa untuk mengingat dulu. Sesuai yang saya katakan jika pasien mengalami gagar otak yang menyebabkan dia lupa ingatan."

"Amnesia, Dok? Berapa lama?" tanya Shafa memastikan.

"Untuk berapa lamanya saya tidak bisa memastikan. Bisa jangka waktu yang lama dan bisa juga singkat. Hanya saja kembali saya ingatkan untuk jangan dipaksakan pasien mengingat siapa dirinya dulu. Anda bisa melakukan itu secara perlahan, karena jika Anda terlalu memaksa justru akan berbahaya pada kondisi pasien."

"Baik Dok, saya mengerti." Shafa melirik gadis itu yang terus memperhatikan dirinya. Dia pun mengantar Dokter  keluar ruangan lalu kembali mendekati ranjang pasien.

Shafa berdehem lalu duduk di sebelah ranjang. "Ehem... Gimana Hachie? Kepalanya masih sakit nggak?" tanya Shafa pada gadis yang kini mengerutkan keningnya.

"Hachie?"

"Ya, untuk sementara gue kasih nama loe Hachie. Dari pada nggak punya nama kan? Nanti bingung gue manggilnya. Ya sudah nggak usah dipikirin. Makan ya! Pasti lapar 'kan?" Shafa meraih nampan makanan yang sudah disediakan untuk gadis yang ia beri nama Hachie. Shafa berharap bisa secepatnya menemukan keluarga gadis itu,

"Ayo makan!" Shafa menyodorkan sendok pada Hachi. Tanpa diminta dia berinisiatif sendiri untuk menyuapi gadis itu. Melihat Hachie yang hanya diam memperhatikan membuat Shafa geregetan.

"Makan! Nggak usah malu-malu."

Perlahan gadis itu mendekat dan membuka mulutnya. Shafa pun tersenyum melihat Hachie alias Sabil menerima suapannya. Dengan telaten Shafa menyuapi gadis itu yang terlihat lahap.

"Baru ini gue tau orang sakit kelaparan," batin Shafa ingin tertawa.

Sementara di rumah besar keluarga Wiratama sedang ada keributan karena kehilangan putri satu-satunya yang sejak semalam tidak pulang. Bahkan mencoba menghubungi ponselnya pun tak bisa. Istri dari Pak Wiratama sejak semalam sudah menangis tak kunjung henti, sedang Pak Wiratama sedang menghubungi anak buahnya yang mencari tetapi belum ada titik terang.

"Coba tanya Gilang, Pah!"

"Sejak tadi Gilang belum bisa dihubungi, Mah." Pikiran buruk pada calon mantu mulai datang hingga suara ketukan dari pintu utama membuat beliau menoleh ke sumber suara.

"Gilang," Pak Wiratama terkejut saat melihat calon menantunya datang dengan penampilan yang lusuh.

"Pah..." Gilang terlihat pucat. Dia mendekati calon mertuanya lalu menyalami keduanya dengan wajah sendu.

"Maafkan aku, Pah. Aku salah karena tak bisa menjaga Salsabila," ucapnya dengan lirih.

" Apa maksud kamu?" tanya Pak Wiratama dengan Lugas sedangkan istrinya menatap penuh selidik. Jantung Ibu yang sejak semalam begitu mengkhawatirkan anaknya semakin berdegup kencang.

"Kemarin kami pergi ke pedesaan, Pah. Sabil mengajak Gilang kesana karena ingin melihat pemandangan yang asri di sana. Niat hati kami ingin mencari tempat untuk foto prewedding tetapi Gilang tak mampu menjaga Sabil saat dia meminta untuk turun ke sungai, Pah."

Gilang mengusap air matanya yang jatuh membasahi pipi. Dia tak sanggup meneruskan kata-katanya membuat perasaan kedua orang tua Sabil semakin tak karuan.

"Lanjutkan, Gilang!" titah Pak Wiratama mendesak Gilang untuk meneruskan ucapannya.

"Sabil hanyut di sungai dan Gilang belum menemukannya, Pah."

Terpopuler

Comments

Maya Ratnasari

Maya Ratnasari

hahahaaa hutchie si anak lebah madu

2024-05-15

1

Yuliana Purnomo

Yuliana Purnomo

halaaah,, Gilang itu berdusta pak Wiratama,, selidiki,,jgn percaya omongan Gilang

2024-02-24

2

Dwi Winarni Wina

Dwi Winarni Wina

Gilang itu tdk mencintai sabil dgn tulus buktinya memaksa sabil berhubungan intim dulu,,,,,
Gilang hrs sabar menunggu sampai menikah baru bebas mau melakukan hubungan intim dan sabil pertahankan kesucian sampai jatuh kesungai dan mengalami amnesia.....

2024-02-18

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!