"Tersesat"

Dejavu. Febri kembali merasakan ngeri seperti yang dirasakannya dalam mimpi tempo hari. Pasalnya kini ia sedang berada di jalan setapak yang dikelilingi pepohonan jati dan ilalang lebat setinggi pahanya sebagai pagar di tepian jalan tanah sempit.

“Ini di mana?” gumam Febri. “Kenapa jalan tadi ujungnya hutan gini?”

Febri memutar badannya 360 derajat mengamati sekeliling yang hanya terdengar bebunyian hewan dan gesekan dedaunan tertiup angin. Sekujur badan Febri merinding. Mencoba berpikir positif, ia rogoh saku celana dan mengeluarkan HP dari sana. Bermaksud untuk mengontak teman tapi mendadak HP-nya mati. Febri tercengang dan nyaris membanting HP ke tanah tapi urung, sayang karena belum ada waktu untuk membelikan ganti.

Tanpa buang waktu, Febri putuskan kembali ke jalan sebelumnya. Tapi tiba-tiba jalan itu menjadi berbeda? Sejauh apapun Febri melangkah, yang dilihatnya hanya hutan jati. Tak segera ia temukan pemukiman warga yang tadi dilaluinya setelah dari rumah Mirandani.

“Nggak beres, nih,” gerutu Febri sambil mengurut keningnya. “Apa lagi-lagi ini mimpi?” Febri ingin meyakini. Meski begitu keyakinan bahwa ia sedang berada di kenyataan jauh lebih besar. Dan hal itu membuatnya seketika kesal.

Febri menghentak kaki menyusuri jalan setapak yang mulai melebar. Ia optimis jalan lebar itu akan menuntunnya ke arah pemukiman warga. Ia putuskan untuk berlari supaya cepat sampai. Dan tibalah ia di pertigaan jalan yang sedikit menurun, persis seperti kanal alami yang mengering.

“Tadi gue nggak lewat sini, kok,” gumamnya lagi. Febri yakin sekali ia tak berbelok atau mengambil jalan pintas sebelumnya, hanya lurus saja. Jadi saat memutuskan untuk kembali di arah yang lurus juga, harusnya ia bisa menemukan rumah warga.

“Shit!” umpat Febri yang kebingungan harus memilih cabang jalan mana untuk ditempuhnya. Terlebih ia sama sekali tak tahu jalan-jalan itu akan menuju ke mana.

Di tengah kebingungan itu, tiba-tiba gendang telinga Febri menangkap suara wanita yang menggumamkan lagu dengan cengkok sinden Jawa. Suara itu mengingatkannya pada gending Jawa yang biasa muncul di beberapa film horor yang pernah ditontonnya. Kaki Febri seketika lemas dan jatuh terduduk di tanah.

Kesadaran Febri seolah terhisap oleh gumaman gending yang merdu. Ia berusaha untuk tidak terhipnotis dengan cara menggelengkan kepala kuat-kuat, bahkan mencubiti lengan, paha, dan menampar pipinya. Bau wewangian bercampur kemenyan tiba-tiba menyeruak. Kening Febri berkedut, kepala pening berputar. Sontak perutnya terasa mual.

Dengan tangan gemetar, Febri mengangkat HP-nya yang mati. Ia terus menekan tombol power beberapa kali, berharap HP menyala dengan ajaibnya. “Please!” Namun sedetik kemudian Febri hilang kesadaran.

***

Kelopak mata Febri terasa berat untuk terbuka. Ia sudah siuman, tapi sekujur badannya lemas seperti tak bertulang. Sayup-sayup ia mendengar suara teman-temannya sedang mengobrol dan bercanda. Seketika Febri merasa lega, mengesampingkan hal aneh yang sempat dialaminya.

Febri coba menenangkan pikiran dengan menganggap dirinya kini sudah aman bersama teman-teman. Bahkan ia bersyukur mereka berhasil menemukannya di area hutan. Jika tidak? Refleks kening Febri mengernyit, menepis segala pikiran negatif. Yang terpenting sekarang ia harus segera membuka matanya dan memberitahu teman-teman bahwa dirinya sudah baik-baik saja. Oh, atau bisa jadi mereka malah memarahinya karena pergi sendirian sampai tersesat dan pingsan, tapi itu lebih baik daripada mereka sama sekali tidak peduli.

Febri coba membuka matanya lagi. Kelopak berbulu mata panjang itu mengerjap kecil beberapa kali kemudian terbuka perlahan. Tapi pandangannya buram. Padahal ia merasa sudah membuka mata sepenuhnya, bahkan lebar-lebar.

Febri menolehkan kepala ke sisi kanan, mencoba mencari sosok teman-temannya tapi tak ada. Kemudian menoleh ke arah kiri, pun tak ada siapa-siapa. Lalu suara obrolan dan candaan tadi, ada di mana pemiliknya? Apakah halusinasi semata?

“Ozza! Beni! De―” Febri memanggil nama teman-teman tapi suaranya tak keluar. “Shit! Kenapa lagi ini?” gerutu Febri dalam hati.

Febri coba menggerakkan tangan dan berusaha bangun dengan gerakan pelan. Berhasil. Febri duduk di kasur yang terasa empuk dan hangat. Sekuat tenaga ia tahan badannya supaya tidak limbung. Ia kemudian meraba-raba badannya mencari HP yang―

WAIT! Pekik batin Febri. Kasur empuk dan hangat? Seingat Febri kasur kapuk di penginapannya tak seempuk ini. Ia raba-raba kasur yang ternyata spring bed itu. Jelas seratus persen berbeda dari kasur di kamar penginapannya! Febri panik seketika.

Febri turun dari ranjang. Dengan tanpa alas kaki, ia bisa merasakan lantai yang ditapakinya kini juga berbeda dengan lantai penginapannya. Di sana lantai ubin yang kasar, sedangkan di sini lantainya halus tapi berdecit kesat saat bergesekan kuat dengan telapak kaki.

“Apa-apaan ini?” pikir Febri. Sekarang ia benar-benar dikuasai rasa bingung dan resah yang teramat. Langkah kakinya terseok menuju ambang pintu yang terbuka. Dengan kondisi matanya yang buram, ia edarkan pandangan ke penjuru ruangan.

Febri yakin saat ini ia berada di rumah orang lain. Tembok dan plafon putih. Pigura foto berbagai ukuran berjajar di dinding. Kursi motif bunga-bunga warna pastel yang tiba-tiba mengingatkannya pada dress Mirandani.

“Apa ini rumah Mbak Mira?” terka Febri. Ia kembali melangkah dengan sedikit bersandar di dinding karena badannya masih lemas. Dan tiba-tiba terdengar lagi gumaman gending Jawa seperti saat di hutan tadi. Febri tersungkur ke lantai, tapi tak merasakan sakit. Ia tutup kedua telinganya dengan tangan. Tak ingin mendengarkan gumaman gending wanita itu lagi.

Langkah kaki berdecit terdengar. Febri mendongak pelan dan mendapati kaki besar sawo matang sedang berjalan pelan ke tempatnya. Mata Febri bergerak ke atas untuk melihat pemiliknya. Celana gombrong panjang warna hitam membungkus kaki yang tak terlalu tinggi namun berisi. Febri yakin itu bukan Mirandani. Lalu rumah siapa ini?

Gumaman gending Jawa tiba-tiba tak terdengar lagi. Bersamaan dengan langkah kaki si celana hitam yang juga berhenti di jarak sekitar lima petak keramik putih di depan Febri. Febri yang sedang di posisi bersujud sambil menutup telinga hanya bisa melihat kelebat kaki putih berdaster sebetis sedang mendekat pada si pemilik kaki bercelana hitam itu.

“Mirandani?” pikir Febri. Terdengar dua orang itu mendadak adu mulut, tapi suaranya terlalu samar hingga tidak jelas kalimat apa saja yang mereka ucapkan. Yang jelas hanyalah mereka berdua sedang bertengkar.

Dengan gerakan pelan, Febri mendudukkan badannya lalu bersandar di dinding. Ia menoleh ke arah dua orang itu dan langsung tersentak saat si celana hitam tiba-tiba sudah ada di sampingnya. Buram, tapi Febri bisa melihat figur wajah pria bungkuk yang tadi dilihatnya di pagar samping rumah Mirandani.

Febri terbelalak. “Ternyata kamu?” batinnya berteriak.

Pria itu tiba-tiba mengulurkan tangan dan mencekik leher Febri. Febri yang terlalu shock seketika limbung lalu terjengkang ke lantai. Si pria kini ada di atas badannya. Tangan yang besar dan kasar itu dengan leluasa menekan leher Febri di lantai.

Febri meronta, memukuli tangan besar penuh bulu itu tapi badan lemasnya tak berdaya. Matanya melirik ke arah pemilik kaki putih yang masih berdiri di belakang si pria yang coba menghabisinya. Tapi wajah orang itu tak jelas karena posisinya di kegelapan ruang.

Di ambang rasa putus asa Febri yang hampir kehilangan kesadarannya lagi, tiba-tiba cengkeraman tangan si pria melonggar. Dan sedetik kemudian badan si pria terhempas ke belakang, seolah ada angin kencang atau energi gaib yang mengusirnya menjauhi Febri.

Febri langsung terbatuk-batuk kemudian bernapas dengan tersengal. Batuk itu membuat Febri sadar kini suaranya sudah keluar. “T―to― tolong...” ucapnya lirih dengan suara serak. Namun pandangan matanya masih buram. Samar ia melihat telapak tangan putih dengan jemari lentik mengarah ke wajahnya lalu menutup matanya hingga pandangannya menghitam.

Terpopuler

Comments

Maz Andy'ne Yulixah

Maz Andy'ne Yulixah

Febri tersesat diDunia Gaib kayak nya😐😐

2024-03-19

1

Ali B.U

Ali B.U

di tempat siapakah Febri?
penasaran lanjut

2024-03-04

2

Nikmatus Solikha

Nikmatus Solikha

waduh istana jin nih?

2024-02-03

1

lihat semua
Episodes
1 Hari Pertama
2 Pertemuan Pertama
3 Interaksi Pertama
4 Berpisah
5 Ketemu!
6 Janda
7 Pengakuan
8 Mengajar
9 Rumah Mirandani
10 "Tersesat"
11 Menjenguk
12 Bangun
13 Dilabrak
14 Sandal untuk Hanum
15 Interupsi
16 Di Balik Sandal
17 Sepakat
18 Kedatangan Mirandani
19 Sutrikah
20 Senja Itu
21 Langkah Awal
22 Kepulangan
23 Teror di kelas Tiga
24 Rapat
25 Mendebat
26 Cendera Mata
27 Yang Terlihat
28 Mengejar
29 Gelagat
30 Paham
31 Pembuktian
32 Merebut
33 Mencari Hanum
34 Halaman Belakang
35 Menyaksikan
36 Kematian
37 Penemuan
38 Penyusup
39 Ozza dan Aneska
40 Bertengkar
41 Berpencar
42 Lost Contact
43 Terdesak
44 Pilihan
45 Tempat Teraman
46 Hari Baru
47 Pertunjukan
48 Kembali
49 Kejelasan
50 Menjelang Magrib
51 Dia Lagi
52 Dengan Mata Kepala Sendiri
53 Disatroni
54 Penuntasan
55 Antek-antek Mirandani
56 Berangkat
57 Mengikuti
58 Goyah
59 Diam-diam
60 Mengamuk
61 Kematian Kedua
62 Akhirnya Tahu
63 Tertuduh
64 Ditangkap
65 Satu-satunya Cara
66 Sebuah Pesan
67 Menculik
68 Penglihatan
69 Nyaris
70 Bergerak Cepat
71 Masuk Sarang
72 Dikepung
73 Selamat
74 Semua Tahu
75 Pertemuan Tengah Malam
76 Tugas Masing-masing
77 Warsih
78 Titik Terang
79 Berkumpul
80 Bertikai
81 Kemunculan Tak Terduga
82 Sengit
83 Awal Mula
84 Tragedi yang Terlupakan
85 Tantrum
86 Kebenaran
87 Deep Talk
88 Make Sense
89 Kembali ke Sekolah
90 Kilasan
91 Basecamp
92 Mimpi Febri
93 Kesurupan
94 Kedatangan Orang-orang Kota
95 Restu
96 Persiapan
97 Malam 1 Suro
98 Pertarungan
99 Momen Kritis
100 Pembantaian
101 Sasmitha
102 Usai
Episodes

Updated 102 Episodes

1
Hari Pertama
2
Pertemuan Pertama
3
Interaksi Pertama
4
Berpisah
5
Ketemu!
6
Janda
7
Pengakuan
8
Mengajar
9
Rumah Mirandani
10
"Tersesat"
11
Menjenguk
12
Bangun
13
Dilabrak
14
Sandal untuk Hanum
15
Interupsi
16
Di Balik Sandal
17
Sepakat
18
Kedatangan Mirandani
19
Sutrikah
20
Senja Itu
21
Langkah Awal
22
Kepulangan
23
Teror di kelas Tiga
24
Rapat
25
Mendebat
26
Cendera Mata
27
Yang Terlihat
28
Mengejar
29
Gelagat
30
Paham
31
Pembuktian
32
Merebut
33
Mencari Hanum
34
Halaman Belakang
35
Menyaksikan
36
Kematian
37
Penemuan
38
Penyusup
39
Ozza dan Aneska
40
Bertengkar
41
Berpencar
42
Lost Contact
43
Terdesak
44
Pilihan
45
Tempat Teraman
46
Hari Baru
47
Pertunjukan
48
Kembali
49
Kejelasan
50
Menjelang Magrib
51
Dia Lagi
52
Dengan Mata Kepala Sendiri
53
Disatroni
54
Penuntasan
55
Antek-antek Mirandani
56
Berangkat
57
Mengikuti
58
Goyah
59
Diam-diam
60
Mengamuk
61
Kematian Kedua
62
Akhirnya Tahu
63
Tertuduh
64
Ditangkap
65
Satu-satunya Cara
66
Sebuah Pesan
67
Menculik
68
Penglihatan
69
Nyaris
70
Bergerak Cepat
71
Masuk Sarang
72
Dikepung
73
Selamat
74
Semua Tahu
75
Pertemuan Tengah Malam
76
Tugas Masing-masing
77
Warsih
78
Titik Terang
79
Berkumpul
80
Bertikai
81
Kemunculan Tak Terduga
82
Sengit
83
Awal Mula
84
Tragedi yang Terlupakan
85
Tantrum
86
Kebenaran
87
Deep Talk
88
Make Sense
89
Kembali ke Sekolah
90
Kilasan
91
Basecamp
92
Mimpi Febri
93
Kesurupan
94
Kedatangan Orang-orang Kota
95
Restu
96
Persiapan
97
Malam 1 Suro
98
Pertarungan
99
Momen Kritis
100
Pembantaian
101
Sasmitha
102
Usai

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!