Mengajar

Hari kedua KKN. Kelompok Febri sampai di gerbang sekolah yang akan menjadi tempat tugas pertama mereka. Anak-anak SD yang sedang bermain di halaman langsung riuh menyambut muda-mudi itu dengan ekspresi penasaran yang lucu. Mereka berkasak-kusuk dengan penuh semangat meski ada kesan malu-malu.

“Eh, eh, lihat, tuh! Ganteng, cantik!”

“Kayak artis!”

“Mereka siapa, ya?”

“Mungkin guru baru?”

“Apa jangan-jangan penculik yang menyamar?”

“Ngawur kamu!”

Kasak-kusuk yang terdengar jelas itu membuat Febri dan teman-temannya tertawa kecil. “Jujur, kalian dulu juga gitu kan pas ada yang KKN di sekolah kalian?” ledek Febri. Teman-temannya tergelak karena tak bisa membantah.

“Sekarang giliran kita yang KKN dan diperhatiin bocil-bocil,” timpal Aneska.

Febri mengemas tawanya. “Kalo gitu kita harus kasih yang terbaik buat anak-anak ini. Semangat!”

“Semangat!” sahut lima teman Febri sambil tangan terkepal kemudian ditinjukan bersamaan.

Seorang wanita berjilbab keluar dari ruang guru dan bergegas menghampiri kelompok Febri. “Selamat pagi. Selamat datang di SDN Wilangan.” Wanita bernama Manik yang merupakan kepala sekolah itu mengulurkan tangan dan dijabat oleh Febri serta teman-teman secara bergantian. Mereka memang sudah bertemu dan saling mengenal saat malam penyambutan kelompok Febri.

Bu Manik mempersilakan mereka untuk masuk ke ruang guru. “Mari, kita mengobrol di dalam saja.”

Febri dan teman-temannya mengikuti langkah Bu Manik. Selama beberapa saat kelompok itu berkenalan dengan sembilan orang yang merupakan 6 guru, 2 petugas TU, dan seorang pengurus sekolah. Kelompok KKN Febri sempat heran karena tenaga pengajar di sekolah itu terlalu sedikit dibanding dengan sekolah-sekolah yang selama ini mereka ketahui.

“Jangan kaget kalau orang-orangnya cuma segini, ya. Maklum, desa ini kecil, murid-muridnya ndak banyak. Meskipun begitu, mereka orang-orang pilihan yang terbaik karena masing-masing bisa menguasai semua mata pelajaran sekaligus, kecuali pendidikan agama dan Bahasa Inggris,” terang Bu Manik.

Febri dan teman-temannya mengangguk paham. “Bapak Ibu Guru luar biasa,” puji Febri. “Kami mohon bimbingan dan panutannya.”

Semua orang tersenyum dan menjabat tangan kelompok Febri lagi.

“Kalau begitu, mari ke kelas 1, 2, sama 3,” ajak Bu Manik sambil berjalan ke luar ruangan.

Di minggu pertama, kelompok Febri memang bertugas membantu mengajar di ketiga kelas tersebut dan masing-masing dua orang tiap kelas. Barulah minggu berikutnya mereka akan mengajar di kelas 4, 5, dan 6.

***

Sekolah usai tepat pukul 12 siang. Febri yang bertugas di kelas 3 bersama Dea mengajari murid-murid salam pulang yang berbeda. Anak-anak disuruh berbaris lalu mencium tangan Febri satu per satu. Tiba-tiba Febri memberi soal lisan pada anak pertama yang mencium tangannya. “Ada berapa perubahan wujud benda yang sudah kita pelajari tadi?”

“Hah?” Anak laki-laki itu langsung kaget karena tidak menduga akan mendapat soal dadakan. Ia meringis sambil garuk kepala. “Berapa, ya?” gumamnya. Ia melirik pada Dea yang berdiri di samping Febri dan menjadi urutan berikutnya untuk dicium tangannya. Dea melambai sambil tersenyum manis pada anak itu. Si anak langsung semangat karena suka pada Dea.

“Coba ingat-ingat lagi yang tadi sudah saya tuliskan di papan tulis,” tutur Febri.

Si anak mengangguk mantap lalu merem. Alisnya mengerut seperti sedang sibuk mengingat. “Perubahan wujud benda itu... ada enam kan, Pak?”

“Benar!” sahut Febri. Si anak yang senang jawabannya benar pun bergegas mencium tangan mulus Dea yang disukainya. Tiba-tiba Dea memberinya sebatang cokelat. Si anak langsung girang. “Makasih, Bu Dea!”

“Sama-sama.” Dea mencubit gemas pipi anak itu. Febri tersenyum sambil geleng kepala.

Berikutnya anak perempuan berkepang yang mencium tangan Febri. “Dari keenam perubahan wujud benda itu, sebutkan satu saja dan beri contohnya.”

Anak perempuan itu tampak menatap langit-langit kemudian menjawab, “Membeku! Contohnya air putih dimasukkan ke freezer akan menjadi es batu!”

Febri tersenyum lebar mendengar jawaban yang cepat dan tepat tersebut. “Pintar sekali!” Febri mengajaknya toss.

Giliran anak perempuan yang tampak murung mencium tangan Febri. Febri berjongkok untuk menatap wajah kecil yang terus menunduk itu. Dengan suara sekalem mungkin, Febri bertanya, “Selain membeku, apa lagi? Sebutkan satu saja beserta contohnya.”

Air muka anak perempuan itu tiba-tiba merebak. “Pak Febri, kalau sandal saya yang meleleh setelah dibakar itu termasuk perubahan wujud benda, kan?”

DEG!

Febri tidak mengira akan mendapatkan pertanyaan yang mengandung jawaban dari soal yang ia berikan. Febri memegang lemah kedua tangan kecil di depannya itu. “Sandal merupakan benda apa?”

“Padat.”

“Lalu?” tanya Febri.

“Karetnya jadi meleleh kena api.”

“Jadi seperti benda cair, kan?”

Si anak mengangguk sambil menangis. Sontak Febri kebingungan. Muridnya yang tersisa sembilan anak di kelas itu langsung berkerumun di tempat Febri. Dea juga ikut berjongkok di sebelahnya dengan tatapan mata heran sekaligus bingung. “Adek, kenapa nangis?” tanya Dea.

“Sandal Hanum dibakar Ayahnya, Bu Guru!” celetuk seorang anak laki-laki. Febri mendongak menatap anak itu. “Cuma yang sebelah,” timpal yang lainnya.

“Trus yang sebelah lagi dibuang,” imbuh Hanum sambil terisak.

Mendadak Febri teringat dengan sandal merah yang ia temukan di ladang kemarin siang. “Warna sandalnya apa? Dibuang di mana?”

“Merah, Pak. Kayaknya di ladang, deh,” jawab anak laki-laki tadi.

“Iya, tapi kemarin sore kucari udah nggak ada. Apa dibuang di tempat lain, ya?” celetuk anak yang lainnya.

Dea melirik Febri yang tampak tercengang dengan tatapan mata kosong. Dea merasa aneh lalu menyenggol Febri. “Kamu kenapa?” bisik Dea. Febri tersentak dan cepat-cepat menggeleng lalu memasang senyuman.

“Berarti sekarang kamu sudah dapat sandal baru, kan? Trus kenapa nangis?” tanya Febri dengan sabar.

Gadis kecil bernama Hanum itu menggeleng lemah. “Saya nggak dibeliin sandal baru. Saya nggak boleh keluar rumah kalau bukan untuk sekolah.”

Teman-teman Hanum ikut murung. “Kasihan Hanum, Pak Guru, dia nggak bisa main lagi sama kami karena nggak punya sandal buat keluar.”

“Kami cuma bisa main bareng waktu di sekolah gini karena Hanum bisa pakai sepatunya.”

“Iyaaa...”

Dea jadi terenyuh melihat kesolidaritasan anak-anak itu. Febri menghela napas panjang. “Yasudah, sekarang kalian pulang saja, ya. Urusan sandal bisa kita lanjutkan besok.”

“Iya, nanti orangtua kalian nunggu lama, lho. Ayo, sekarang kita pulang, ya.” Dea berdiri kemudian mengulurkan tangan untuk dicium anak-anak muridnya yang tersisa.

***

“Guys, gimana ngajar kalian tadi?” tanya Beni.

Kelompok KKN langsung pamit pulang begitu selesai mengajar karena Febri yang mendesak. Guru-guru mengijinkan meski sedikit kecewa karena tidak sempat menjamu mereka. Dan sekarang mereka sedang jalan bersama menuju penginapan.

“Banyak anak yang belum ngerti Bahasa Inggris,” sahut Ozza yang satu tim dengan Aneska di kelas 2.

“Di kelas kami tadi Matematika ya, Ben,” timpal Kia yang sekelas dengan Beni.

Empat orang itu melirik pada Dea dan Febri karena mereka tidak ikut menyahut. Dea yang sadar sedang diperhatikan buru-buru berkata, “Kelas kami tadi biasa aja sih, banyak yang pinter tapi banyak juga yang diajarin cepet paham. Ya kan, Feb?”

Febri mengangguk mengiyakan. Ia memang sudah lebih dulu meminta Dea untuk tidak menceritakan masalah Hanum tadi.

Langkah kelompok Febri melambat saat melihat beberapa orang di depan mereka tampak jalan tergesa-gesa dan beraut wajah panik. Febri yang penasaran pun mencegat dan lebih dulu bertanya mewakili teman-temannya. “Maaf, Pak, Bu, kalau boleh tahu, kenapa Bapak Ibu panik dan buru-buru begitu?”

Orang-orang itu saling pandang, seperti ragu untuk buka mulut. Tapi setelah saling sikut, akhirnya satu orang berbicara, “Itu lho, Mas, Budhe Suti juragan jajanan pasar tiba-tiba pingsan di halaman.”

Giliran Febri dan teman-temannya saling pandang. Mereka kaget sekaligus penasaran mendengar informasi tersebut. “Budhe Suti pingsan?”

“Kami mau ke sana. Permisi,” ujar orang yang menjawab pertanyaan Febri tadi.

“Kita ikut ke sana, yuk!” ajak Kia. “Kemarin kan kita udah dibaikin sama Budhe.”

Teman-temannya langsung setuju dan beranjak mengikuti langkah kaki orang-orang tadi. Febri yang juga ikut tiba-tiba melihat kelebat Mirandani di sebuah gang sempit antara rumah warga dan kebun kecil. Febri seketika teringat tentang sandal merah Hanum. Rasa penasaran dengan sandal itu mengalahkan keinginannya mengikuti teman-teman.

Febri mengirim chat pada Ozza yang jalan di depan.

-Gue pergi bentar. Lo WA gue arah rumah Budhe Suti, ntar gue nyusul ke sana, oke?-

Ozza kaget lalu menoleh pada Febri yang sudah melesat ke gang kecil. “Jangan sampe ilang lagi,” pesan Ozza dengan gumaman. Ozza hanya bisa menggeleng sambil berdecak melihat punggung Febri yang ia tak tahu akan ke mana pemuda impulsif itu pergi.

Terpopuler

Comments

Maz Andy'ne Yulixah

Maz Andy'ne Yulixah

Apakah perbuatan nya Mirandani Budhe Suti pingsan🤔🤔

2024-03-19

1

Ali B.U

Ali B.U

lanjut besok

2024-03-04

2

Nikmatus Solikha

Nikmatus Solikha

hei, manik manik bambuuu

2024-02-01

1

lihat semua
Episodes
1 Hari Pertama
2 Pertemuan Pertama
3 Interaksi Pertama
4 Berpisah
5 Ketemu!
6 Janda
7 Pengakuan
8 Mengajar
9 Rumah Mirandani
10 "Tersesat"
11 Menjenguk
12 Bangun
13 Dilabrak
14 Sandal untuk Hanum
15 Interupsi
16 Di Balik Sandal
17 Sepakat
18 Kedatangan Mirandani
19 Sutrikah
20 Senja Itu
21 Langkah Awal
22 Kepulangan
23 Teror di kelas Tiga
24 Rapat
25 Mendebat
26 Cendera Mata
27 Yang Terlihat
28 Mengejar
29 Gelagat
30 Paham
31 Pembuktian
32 Merebut
33 Mencari Hanum
34 Halaman Belakang
35 Menyaksikan
36 Kematian
37 Penemuan
38 Penyusup
39 Ozza dan Aneska
40 Bertengkar
41 Berpencar
42 Lost Contact
43 Terdesak
44 Pilihan
45 Tempat Teraman
46 Hari Baru
47 Pertunjukan
48 Kembali
49 Kejelasan
50 Menjelang Magrib
51 Dia Lagi
52 Dengan Mata Kepala Sendiri
53 Disatroni
54 Penuntasan
55 Antek-antek Mirandani
56 Berangkat
57 Mengikuti
58 Goyah
59 Diam-diam
60 Mengamuk
61 Kematian Kedua
62 Akhirnya Tahu
63 Tertuduh
64 Ditangkap
65 Satu-satunya Cara
66 Sebuah Pesan
67 Menculik
68 Penglihatan
69 Nyaris
70 Bergerak Cepat
71 Masuk Sarang
72 Dikepung
73 Selamat
74 Semua Tahu
75 Pertemuan Tengah Malam
76 Tugas Masing-masing
77 Warsih
78 Titik Terang
79 Berkumpul
80 Bertikai
81 Kemunculan Tak Terduga
82 Sengit
83 Awal Mula
84 Tragedi yang Terlupakan
85 Tantrum
86 Kebenaran
87 Deep Talk
88 Make Sense
89 Kembali ke Sekolah
90 Kilasan
91 Basecamp
92 Mimpi Febri
93 Kesurupan
94 Kedatangan Orang-orang Kota
95 Restu
96 Persiapan
97 Malam 1 Suro
98 Pertarungan
99 Momen Kritis
100 Pembantaian
101 Sasmitha
102 Usai
Episodes

Updated 102 Episodes

1
Hari Pertama
2
Pertemuan Pertama
3
Interaksi Pertama
4
Berpisah
5
Ketemu!
6
Janda
7
Pengakuan
8
Mengajar
9
Rumah Mirandani
10
"Tersesat"
11
Menjenguk
12
Bangun
13
Dilabrak
14
Sandal untuk Hanum
15
Interupsi
16
Di Balik Sandal
17
Sepakat
18
Kedatangan Mirandani
19
Sutrikah
20
Senja Itu
21
Langkah Awal
22
Kepulangan
23
Teror di kelas Tiga
24
Rapat
25
Mendebat
26
Cendera Mata
27
Yang Terlihat
28
Mengejar
29
Gelagat
30
Paham
31
Pembuktian
32
Merebut
33
Mencari Hanum
34
Halaman Belakang
35
Menyaksikan
36
Kematian
37
Penemuan
38
Penyusup
39
Ozza dan Aneska
40
Bertengkar
41
Berpencar
42
Lost Contact
43
Terdesak
44
Pilihan
45
Tempat Teraman
46
Hari Baru
47
Pertunjukan
48
Kembali
49
Kejelasan
50
Menjelang Magrib
51
Dia Lagi
52
Dengan Mata Kepala Sendiri
53
Disatroni
54
Penuntasan
55
Antek-antek Mirandani
56
Berangkat
57
Mengikuti
58
Goyah
59
Diam-diam
60
Mengamuk
61
Kematian Kedua
62
Akhirnya Tahu
63
Tertuduh
64
Ditangkap
65
Satu-satunya Cara
66
Sebuah Pesan
67
Menculik
68
Penglihatan
69
Nyaris
70
Bergerak Cepat
71
Masuk Sarang
72
Dikepung
73
Selamat
74
Semua Tahu
75
Pertemuan Tengah Malam
76
Tugas Masing-masing
77
Warsih
78
Titik Terang
79
Berkumpul
80
Bertikai
81
Kemunculan Tak Terduga
82
Sengit
83
Awal Mula
84
Tragedi yang Terlupakan
85
Tantrum
86
Kebenaran
87
Deep Talk
88
Make Sense
89
Kembali ke Sekolah
90
Kilasan
91
Basecamp
92
Mimpi Febri
93
Kesurupan
94
Kedatangan Orang-orang Kota
95
Restu
96
Persiapan
97
Malam 1 Suro
98
Pertarungan
99
Momen Kritis
100
Pembantaian
101
Sasmitha
102
Usai

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!