Darah segar menetes dari ujung belati yang digunakan oleh para lelaki berpakaian gelap. Ketiganya menatap Carl dan Raiga dengan mata haus darah.
Sepertinya mereka telah mengalahkan para penjaga lelang melihat. Hal itu terbukti dengan banyaknya noda darah yang melekat di tubuh mereka. Kira-kira berapa orang yang telah mereka bunuh sampai membuat tempat ini begitu sepi, kecuali suara sorakan dari para tamu lelang.
Carl berdecak kesal. Carl kira, ia sudah lebih awal datang ke sini untuk mengamankan anak burungnya, tetapi orang-orang berpakaian gelap itu lebih cepat bergerak.
"Sepertinya aku benar-benar mempengaruhi alur asli cerita, meskipun beberapa masih tetap berjalan sesuai rencana."
Carl yang berada di belakang Raiga mengerutkan dahi. Ia harus segera pergi dari situasi merepotkan seperti ini. Carl tidak mau harus ikut bertarung, karena ia hanya akan menjadi beban di sini.
"Tuan Muda pergilah! Biarkan saya yang mengurus mereka," pinta Raiga. Ia memegang erat pedang miliknya yang entah sejak kapan ada padanya. Carl yakin pedang itu sedang disita oleh para penjaga lelang saat akan masuk ke sini.
Dan Carl melihat dengan mata kepalanya sendiri, Raiga menyerahkan pedang itu kepada penjaga. Entahlah, ia akan menanyakan hal itu nanti, sekarang yang harus dilakukannya hanya kabur.
Pergi sejauh mungkin dari situasi ini.
"Tanpa kau suruh pun aku memang ingin pergi dari sini." Carl berlari ke arah kanan di mana sisi itu yang memiliki ruang yang luas.
Kalaupun serangan datang, Carl yakin Raiga akan melindunginya.
Dan benar adanya. Salah satu dari mereka bergerak dan menodongkan belati ke arahnya, tetapi gerakan Raiga lebih cepat sehingga ia dengan mudah berada di depan lelaki itu. Membelah tubuhnya menjadi dua bagian hanya dengan satu tebasan.
Darah menyembur dari tubuh yang terbagi menjadi dua bagian. Carl menatapnya ngeri sambil menahan mual yang tiba-tiba muncul.
Ia baru saja melihat adegan pembunuhan secara nyata tepat di depan matanya. Berbeda saat pembunuhan monster terakhir kali, bagaimana Raiga dengan wajah datar membunuh manusia begitu mudahnya membuat Carl yakin kalau hal itu bukanlah hal pertama kali dilakukannya.
"Astaga, ia benar-benar seorang monster," pekik Carl dalam hati. Ia kembali melanjutkan langkahnya ketika Raiga memberikan lirikan peringatan.
"Berhati-hatilah dengan mereka! Jumlah mereka tidak sedikit!" seru Carl sebelum akhirnya menghilang di balik pintu.
Raiga menghembuskan napas berat. "Kadang aku merasa tuan muda mengetahui segala hal," tukasnya sambil menatap tajam kedua orang berpakaian gelap yang juga menatapnya tak kalah tajam.
"Matamu itu ... akan ku keluarkan dan ku jadikan sebagai kelereng," seru yang sebelah kiri. Kedua lantas melompat ke arah Raiga dengan kedua tangan yang sama-sama memegang belati.
Sebuah tebasan Raiga layangkan, tetapi mereka menghindarinya dengan mudah. Salah satu dari mereka melemparkan tiga kantong hitam ke arahnya.
Raiga dengan tenang menebas semua itu dan hal itu membuat keduanya menyeringai lebar dibalik.
Asap ungu keluar keluar dari kantong hitam yang telah terbelah menjadi dua bagian. Raiga menutup sebelah matanya dengan sebelah tangan yang menutup hidung dan mulutnya.
"Asap beracun?"
Kedua lelaki itu tidak tinggal diam. Serempak mereka menyerang bagian titik buta Raiga.
Raiga yang terlatih merespon dengan sangat baik. Ia menahan serangan mereka dengan pedang. Kedua orang itu melompat menjauh. Menjaga jarak aman seraya menggertakkan gigi.
"Dia kuat," ucap yang berdiri di sisi kiri Raiga.
"Jadi kau takut?"
Lelaki yang itu melirik rekannya. " Meskipun ia kuat, tetapi ia tidak cukup untuk mengalah komandan." Lelaki itu mengubah cara ia memegang belati, lalu bergerak sisi kanan Raiga.
Rekannya yang lain juga melakukan yang sama. Ketika mereka pikir kemenangan akan berada di tangan mereka, sebuah tebasan dengan angin kuat menyabet tubuh mereka.
Asap ungu yang awalnya memenuhi ruangan seketika lenyap oleh angin tersebut. Raiga menyarungkan pedangnya dan berjalan ke arah Carl pergi tadi.
"Aku tidak punya waktu untuk bermain lebih lama dengan orang lemah seperti kalian," ucap Raiga.
Kedua orang itu tersentak. Cairan hangat terasa di bagian perut dan saat mereka sadar. Tubuh mereka telah terbelah menjadi dua bagian dengan darah yang menyembur keluar.
...***...
"Sepertinya tuan muda sudah pergi begitu jauh." Raiga menyarungkan pedangnya setelah menyelesaikan pekerjaan. Beberapa mayat dengan kondisi mengenaskan, tergeletak di lantai. Bau amis darah menyengat ke indra penciuman. Beberapa genangan darah terbentuk di area yang cekung.
Salah satu ruangan besar di tempat lelang telah menjadi pemakaman untuk orang-orang dengan setelan gelap. Raiga hendak melanjutkan pencariannya untuk menemukan Carl secepatnya, tetapi sebuah suara mengurungkan niatnya.
Ia kembali berbalik dan menatap tajam ke arah pintu.
"Keluarlah!" serunya penuh penekanan.
Seorang laki-laki dengan jubah bertudung hitam muncul. Ia melepaskan tudung jubahnya dan memperlihatkan rambut cokelat yang berponi. Ia menatap tak berminat pada mayat-mayat yang tergeletak di sekitarnya dalam kondisi yang mengerikan.
Jika orang normal, mungkin mereka akan berteriak dan kemudian berlari tunggang langgang.
Namun, lelaki berambut cokelat dengan iris mata senada itu dengan enteng menyingkirkan mayat yang menghalangi jalannya untuk mendekat ke arah Raiga.
"Aku tidak menyangka anggota kami akan dibantai habis-habisan," ungkapnya. Tidak ada ungkapan rasa sedih ataupun empati terhadap rekan-rekannya. Ia beralih ke arah Raiga.
"Kau memiliki mata merah yang cantik dan langka. Yah, seperti orang itu. Kalian juga tidak punya belas kasihan yah."
Dahi Raiga mengernyit dan sebuah tebasan terbang ke arah lelaki itu.
Lelaki itu dengan santai menghindar seolah dapat melihat serangan dari Raiga.
"Ini pertama kalinya aku bertarung dengan lawan yang menggunakan aura." Lelaki itu terdiam sebentar.
"Namaku Joni." Ketika Joni memperkenalkan dirinya, sebuah lingkaran sihir merah muncul di bawah kaki Raiga.
Raiga yang tidak sempat bereaksi terhadap serangan itu, terperangkap dalam ledakan besar. Asap kelabu mengepul dan membatasi pandangan.
Joni memiringkan wajahnya dengan ekspresi datar. Asap dari ledakan perlahan menghilang dan menampilkan sosok Raiga yang berjongkok menahan sakit. Ada luka bakar di beberapa bagian tubuhnya.
"Eh ... Kupikir serangan itu sudah cukup untuk membuatmu tertidur selamanya. Sepertinya Daniel benar kalau aku masih sangat lemah dan tidak cukup mengalahkan seorang pengguna aura." Joni terlihat sibuk bicara sendiri.
Saat Joni sedang sibuk berpikir. Raiga yang dipenuhi luka bakar melompat ke arahnya dan melancarkan tebasan pedang.
Lingkaran sihir berwarna cokelat terang muncul saat Joni menoleh. "Tidak sopan menyerang diam-diam seperti itu."
Saat Joni selesai berbicara. lingkaran sihir yang berguna sebagai perisai, tiba-tiba berubah menjadi warna merah. Ledakan kuat kembali terjadi, membuat Raiga melompat menjauh.
Ia sempat menghindar, tetapi lingkaran sihir berwarna dua hijau muncul di sisi kira dan kanannya.
Lingkaran sihir itu mengeluarkan sebuah sebuah tanaman rambat dan menahan kedua tangannya sehingga membuat pedangnya terlepas.
Joni menyeringai. "Pengguna aura tanpa pedang sama halnya dengan ikan tanpa air."
Joni mengulurkan tangannya bersiap untuk melancarkan, sebuah pisau melesat ke arahnya.
Ia menatap tak suka dengan seorang laki-laki bertopeng dengan rambut biru gelap yang sedang bersandar di dinding dengan senyum tipis.
"Kurasa cukup sampai di sana," ucapnya santai.
...***...
...To Be Continued ......
Maaf telat up
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Atuk
🌟🌟🌟🌟🌟
2024-12-12
0
Tanpa Nama
up up
2024-02-15
1