Carl menjadi satu-satunya orang yang berangkat menggunakan kereta ketika semua orang berangkat dengan menunggangi kuda. Ia tidak malu untuk mengakui bahwa kemampuan berkuda-nya buruk, terlebih di kehidupannya sebelumnya jangankan menunggangi kuda, bertemu dengan kuda saja ia tidak pernah.
Perjalanan menuju lokasi perburuan bisa dibilang sangat mulus. Tidak ada serangan baik dari bandit maupun monster. Carl menikmati perjalanan ditemani sambil membaca novel yang dipinjamnya dari Ron.
Seperti yang dikatakan oleh Ron, novel ini memiliki banyak misteri yang membuat pembacanya ingin sekali melakukan perjalanan demi memecahkan teka-teki itu. Buku ini seolah-oleh memiliki hubungan dengan novel aslinya.
Menurut novel aslinya, dunia ini pernah mengalami sebuah perang besar dengan bangsa Demon. Saat dunia mulai hancur, seorang pahlawan muncul. Pahlawan itu membuat kontrak dengan spirit agung, Zoya dan berhasil mengasingkan bangsa demon ke dunia bawah yang dikenal sebagai Tanisha.
Demi menyelamatkan dunia yang sudah rusak, Zoya berubah menjadi pohon dunia dan terus melindungi dunia dari ras demon sampai sekarang. Namun, pelindung yang pohon dunia buat itu perlahan kian lemah dan pada akhirnya perang kembali pecah, membawa dunia dalam kehancuran untuk kedua kalinya.
Novel asli memang tidak menyebutkan lokasi di mana pohon dunia itu, ia hanya menyebutkan cara untuk pergi ke lokasi di mana pohon dunia berada dengan mengumpulkan tujuh artefak yang memiliki pecahan kekuatannya.
Memang menyebalkan di mana dan seperti apa artefak itu tidak disebutkan sama sekali oleh penulis, tetapi novel dengan sampul hitam itu memberikan petunjuk keberadaan ketujuh artefak.
“Seandainya buku ini lebih menjelaskan letak dan bentuk artefaknya dibandingkan kisah cintanya,” gerutu Carl.
Carl menghela napas berat dan meletakkan buku tersebut di sebelahnya. Mereka sudah berangkat sejak pagi buta dan belum tiba juga.
“Hm, aku menyukai suasana seperti ini,” ujarnya. Ia menikmati pemandangan hutan hijau yang terhampar di luar. Pohon-pohon besar tumbuh dengan rindang. Sesuatu yang tidak akan pernah bisa kau lihat di perkotaan.
“Kuharap kedamaian ini berlangsung selamanya.” Ia menutup kedua matanya dan mulai terlelap.
Carl menggunakan busur sederhana yang terbuat dari kayu ringan sebagai senjata. Ayah dan Ibunya sempat memintanya untuk mengganti ke busur yang lebih bagus agar bisa mendapatkan hasil buruan yang bagus.
Memang benar kalau busur yang dipilihnya tidak akan bisa membunuh seekor kelinci. Ia tidak terlalu peduli seperti apa senjatanya, ia mengambilnya hanya karena busur itu yang tidak berat untuk orang lemah sepertinya.
Carl juga tidak berencana untuk ikut dalam perburuan. Anggap saja busur kayu ini sebuah formalitas, toh dia juga tidak tahu cara pakainya.
“Sudah terlambat untuk menyesali pilihanmu.”
Silviana menghampiri Carl bersama seorang lelaki berambut pirang. Seperti biasa, gadis cantik itu berlidah pedas. Padahal ada banyak sekali perkataan yang bisa dikatakan kepadanya. Mungkin seperti bagaimana perjalananmu atau apakah kau menikmati perjalananmu?
“Aku juga tidak berniat menggantinya.” Carl menyampirkan busur itu ke bahunya. Silviana memalingkan wajah kesal sambil mengembungkan pipi.
Carl tidak tahu bagaimana jalan pikirannya, jadi ia akan mengabaikan gadis itu. Atensinya lalu beralih kepada seorang lelaki yang berdiri di belakang Silviana.
“Ini pertama kalinya kita bertemu secara langsung, Tuan Muda.”
Meskipun lelaki beriris cokelat itu berkata begitu, nyatanya Carl sangat mengenalnya. Justin Clastir adalah ksatria berbakat dari duchy. Mereka seumuran, tetapi perbandingan kekuatannya bagaikan langit dan bumi. Justin memiliki kemampuan bela diri yang hebat terlebih ia juga menjalin kontrak dengan spirit tanah. Dalam novel ia mati muda demi menyelamatkan Silviana dari serangan Demon kelas atas.
“Meskipun kemampuan saya tidak seberapa, saya pasti akan melindungi Tuan Muda dan Nona bahkan meskipun harus mengorbankan nyawa saya.”
“Bukankah kau juga berpartisipasi dalam perburuan kali ini?” Carl menatap orang-orang yang bersiap untuk mulai memasuki wilayah perburuan, begitu pula dengan Helios.
“Kedengarannya mungkin sombong, tapi saya mengajak Tuan muda dan Nona bergabung dalam kelompok saya untuk perburuan kali ini.” Justin mengusap rambut pirangnya sambil tertawa canggung.
Silviana berdecak begitu Justin menyelesaikan perkataannya. Dalam sekali lihat Carl bisa menebak kalau dalang dibalik ini adalah ayahnya. Dia benar-benar tipe ayah yang sayang keluarga.
“Bukankah kami akan menjadi beban untukmu?” Justin menyangkal perkataan itu dengan panik. “Bagaimana mungkin? Justru saya merasa sangat terhormat bisa berburu bersama Anda berdua.”
Justin menunduk dengan wajah sedih. “Lagi pula saya juga tidak punya siapapun untuk dipersembahkan hasil buruan.”
Carl tahu persis wajah itu. Wajah kesepian yang haus akan kehadiran keluarga. Justin adalah seorang yatim piatu seperti dirinya di masa lalu. Mereka mirip, bedanya hanya Justin masih memiliki orang-orang yang menerimanya berbeda dengan Carl yang dijauhi oleh orang-orang.
“Bukankah kau bisa mempersembahkannya untuk dirimu sendiri?”
“Eh?” Silviana dan Justin serentak memandangnya dengan ekspresi terkejut.
“Bukankah mempersembahkan hasil buruannya kepada orang yang dicintainya, dipercayai akan membuat hidup orang tersebut mendapatkan kebahagiaan seumur hidup? Mencintai diri sendiri bukanlah sebuah dosa besar. Tidak ada salahnya memberi diri kita sebuah penghargaan karena sudah berjuang sampai sekarang.”
Itu adalah pemikiran yang membuat dirinya di masa lalu bertahan hidup meskipun rasanya hidup seperti di neraka. Ia tidak memiliki rumah untuk berlindung, keluarga yang hangat, makanan yang enak dan air yang bersih. Namun, Yuno berhasil bertahan hidup tanpa mengutuk kehidupannya.
Justin hendak mengucapkan sesuatu, tetapi seorang ksatria memanggilnya. Ia berpamitan kepada keduanya sebelum pergi masuk ke tenda milik Helios. Meninggalkan Silviana dan Carl dalam keadaan canggung.
“Aku tidak menyangka kata-kata itu keluar dari mulutmu.”
Carl melirik Silviana. “Hm. Kata-kata yang tidak pantas diucapkan oleh sampah keluarga.” Carl menyetujui.
“Tidak bukan begitu … hanya ….”
“Tidak meyakinkan,” potong Carl.
Silviana menatap Carl dengan eskpresi rumit. “Lupakan. Nanti tetaplah di sekitarku dan jangan jadi beban tim.”
Tidak. Carl tidak mau menyetujuinya. Ia punya urusan penting yang harus ia lakukan.
“Kau tidak dengar?” tuntut Silviana. Carl menghela napas berat sebelum mengangguk patuh. Ia akan mencari kesempatan untuk menjauh dari mereka berdua saat sudah masuk ke dalam hutan.
Tidak berselang lama, Justin kembali dengan wajah bahagia. “Maaf menunggu lama. Sekarang saya akan menjelaskan terkait lokasi buruan.” Justin mengajak keduanya untuk berjongkok di tanah karena di sekitar mereka tidak ada sesuatu untuk dijadikan meja.
Ia membuka gulungan kertas kuning kecoklatan dan menghamparkannya di tanah. Justin mulai menjelaskan setiap sisi hutan dan titik perburuan yang akan mereka masuki.
“Apa titik X ini? Sebuah harta karun?” Silviana menunjukan gambar pohon-pohon pada peta yang dicoret dengan tanda X.
“Itu adalah area hutan yang dilarang untuk dimasuki. Rumornya ada suara tangis yang akan membuat orang yang mendengarnya menjadi gila sampai-sampai kau ingin bunuh diri,” jelas Justin.
“Tidak ku sangka hutan itu ada di sekitar sini.”
“Anda tidak perlu khawatir Nona, saya pasti akan melindungi Tuan muda dan Nona.”
“Kau mengatakan itu lagi.”
“Itu karena saya sudah mendedikasikan nyawa saya untuk bangsawan Varmelion.”
“Ya, ya. Ayo berangkat.” Silviana bangkit dan mengambil busur dan pedangnya yang terletak agak jauh dari tempat mereka.
“Saya juga akan bersiap-siap.” Carl menahan tangan Justin yang hendak bangun.
“Petanya, apa boleh aku yang membawanya?”
...~To Be Continue~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Atuk
🌟🌟🌟🌟🌟
2024-12-12
0
Yusuf Mahmud
semangat....
2024-06-25
0
Tanpa Nama
up
2024-01-28
0