Sebuah anak panah melesat cepat mengenai seekor rubah putih yang sedang makan. Silviana tersenyum puas sedangkan Justin segera menghampiri rubah yang tak lagi bernyawa itu setelah memberikan pujian kepada gadis itu.
Carl yang berada di belakang hanya menatap tak berminat. Sejak tadi kedua orang itu sibuk berburu hewan kecil, meski begitu mereka sangat peka ketika Carl mencoba untuk menjauh dari mereka. Akibatnya Carl harus berada tepat lima langkah di belakang mereka, tanpa melakukan apa-apa.
“Ini mulai menyebalkan,” kesalnya.
Karena tidak ingin membuang waktu terlalu lama, ia pun meminta izin untuk buang air kecil. Justin hendak menemani, tetapi Carl segera menolak dengan keras dan meminta ia tetap berada di sisi Silviana untuk membantunya berburu. Carl tahu benar kalau adik perempuannya itu sangat benci dengan kekalahan karena itu, ia dengan senang hati menyetujui saran dari Carl.
Saat mereka sudah tidak memperhatikan, Carl segera menjauh dan pergi ke tempat di mana kekuatan kuno berada.
Ia memanfaatkan informasi dari buku yang cukup spesifik tentang ciri-ciri tempat itu, di tambah dengan peta yang ada ditangannya.
Setelah berjalan cukup jauh, akhirnya Carl berdiri di tepi tempat itu. Di bandingkan dengan hutan lainnya yang ia lewati, tempat itu satu-satunya yang terlihat sangat menyeramkan.
Carl hampir ragu untuk masuk, tetapi ia juga tidak mungkin melepaskan kesempatan begitu saja. Saat masuk ke sana, suara pilu dari tangis wanita memasuki indera pendengarannya.
Carl mengikuti sumber suara itu, makin dekat ia dengan tempatnya, suara tangis itu kian menjadi jelas pula.
Carl berhenti di sebuah pohon besar yang rindang, pohon itu adalah pohon terbesar di hutan ini. Ia berdiri kokoh dan di kelilingi oleh pohon-pohon lainnya.
Pohon besar yang tumbuh dengan indah itu terlihat sangat menyedihkan, suara tangis keluar dari batangnya yang kokoh. Ketika angin berembus, daun-daun hijaunya tidak bergoyang. Seolah-olah pohon itu berada di tempat yang berbeda dan dilindungi oleh selubung tak kasat mata.
Carl berjalan mendekat. Menyentuh batang pohon itu dengan hati-hati.
‘Aku membenci mereka. Aku membenci semua suara yang ku dengar’
Suara serak khas seorang wanita mengalir masuk ke dalam kepala Carl ketika ia menyentuh pohon itu.
‘Tidak ada seorang pun yang mau mendengarkanku berbicara, mereka bersikap seolah-olah mereka mengetahui segalanya, tetapi mereka hanya berkata omong kosong’
‘Mereka terus menertawakanku yang berusaha untuk mengatakan sesuatu dan mengumpatiku ketika aku mengatakan sebuah kebenaran. Mereka adalah orang bodoh yang buta, mereka bisa bicara dan melihat, tetapi mereka tidak pernah mau mendengarkan kebenaran dan terus menyuarakan kepalsuan. Dunia ini telah rusak. Aku harus memperbaikinya!’
‘Wahai manusia apakah kau juga salah satu dari mereka yang hina itu?’
Tidak ada jawaban dari Carl.
Di dalam novel, Istika yang merupakan pelayan dewa adalah seorang yang sangat haus akan pengetahuan. Ia mempelajari semua bahasa dunia.
Meskipun ia berhasil menguasai semua bahasa di dunia, ia adalah gadis bisu dengan pendengaran yang baik-baik saja. Hal itu membuatnya sangat frustasi dan hanya bisa menangis.
Ia iri dan benci kepada orang-orang yang terus bersikap sombong dengan memanipulasi sebuah kebenaran, tetapi Istika tidak memiliki kemampuan untuk menghentikan hal itu. Ia malah dihina dan diejek karena kekurangannya. Karena rasa bencinya, ia pun membuat sebuah mantra untuk membuat seluruh dunia bahkan para dewa menjadi bisu sepertinya.
Sayangnya kemampuan itu berhasil digagalkan oleh para dewa. Ia pun dihukum dan menjadi pohon seumur hidupnya.
Sampai saat ini, pohon itu terus hidup bahkan ratusan tahun telah berlalu.
‘Apakah kau adalah salah satu dari orang hina itu?’
Pertanyaan itu kembali Carl dengar. Kalau harus menyimpulkan, Carl sadar kalau Istika kesal karena tidak ada yang mau mendengar pendapatnya.
Carl juga pernah berada di situasi seperti ini. Karena statusnya yang rendahan pendapatnya tak pernah didengar oleh siapapun. Mereka hanya percaya dengan apa yang ingin mereka dengar meskipun kebenaran telah berada di depan mereka.
Hal ini jelas menyakitkan, karena tidak ada siapapun yang berdiri di sisimu.
“Rasanya sangat memuakkan, bukan?” Carl menatap sayu kulit pohon yang tidak rata. Pohon itu memiliki kulit berwarna cokelat gelap.
‘Apakah kau sedang mencoba mempermainkanku?’
Carl tersenyum pahit. Ia lantas duduk di rerumputan dengan tubuh bagian belakang menyandar pada batang pohon itu.
“Padahal mereka telah melihat kebenarannya, mereka mendengar semua dan mengetahui segalanya, tetapi mereka lebih memilih untuk menutup semua indra mereka dan memilih untuk percaya dengan apa yang mereka inginkan meskipun itu bukanlah sebuah kebenaran.”
Kenangan di kehidupan sebelumnya saat Carl dituduh sebagai pencuri roti muncul di benaknya. Ia tersenyum pahit saat mengingat bagaimana semua orang menuduhnya sebagai pencuri dan menghajarnya sampai tidak bisa bergerak hanya karena satu roti keras yang sudah tidak laku.
Sosok wanita dengan tubuh yang tembus pandang muncul di hadapan Carl. Wanita itu mengenakan gaun putih sepanjang mata kaki gaya ribuan tahun lalu.
‘Aku melihat kebenaran dalam perkataanmu.’ Wanita yang tidak lain adalah Istika mengulurkan sebelah tangannya kepada Carl.
‘Wahai manusia muda, kau adalah manusia pertama yang berhasil menarik perhatianku. Aku akan memberimu sebuah hadiah jika kau berhasil melewati ujian yang kuberikan kepadamu. Selesaikanlah apa yang tidak bisa ku selesaikan di masa lalu.’
Sebuah bola cahaya yang berasal dari tangan Istika bergerak ke arah Carl. Cahaya itu meledak ketika Carl menyentuhnya.
Seluruh tempat dikelilingi oleh cahaya sampai membuat Carl menutup kedua matanya. Saat ia membuka mata, ia sudah berada di sebuah ruangan yang dipenuhi oleh buku-buku dan cahaya remang dari pelita minyak.
“Aku berada di masa lalu,” ujarnya. Ia menatap tangannya yang mulus dan sepertinya Carl sedang menjadi Istika.
Ruangan dengan cahaya temaram yang dipenuhi oleh buku-buku membuat Carl sadar kalau ia sedang berada di ruang kerja Istika.
Ada sebuah patung dewa dengan sayap yang berada di antara rak buku raksasa.
“Ini adalah sehari sebelum Istika mendapatkan hukuman.” Carl menatap kertas yang memiliki segel mantra yang hampir selesai.
“Selesaikan apa yang tidak dapat diselesaikan.” Carl mengulang kembali perkataan Istika. Ia menatap segel mantra itu sebentar sebelum mengotak-atiknya.
‘Kau memilih mengungkapkan kebenaran yang sesungguhnya dengan mantra yang ku buat?’
“Mereka yang menginginkan kebenaran pasti akan mendapatkannya dan mereka yang tidak menginginkan kebenaran akan buta selamanya. Dengan menghancurkan segalanya bukan berarti kau bisa membuktikan bahwa apa yang kau percayai selama ini adalah kebenaran.”
Istika tersenyum ke arahnya. Saat ini mereka berdua sedang berada di sebuah ruangan putih. Mengambang di udara tanpa pijakan atau dinding untuk bersandar.
‘Sekarang aku mengerti apa yang dikatakan oleh orang itu dan kenapa ia menghukum ku selama ratusan tahun. Ini adalah jawaban atas sikap serakah ku. Wahai manusia, terimalah hadiah dariku. Teruslah melihat kebenaran tanpa menutup mata dan telingamu.’
Istika mengulurkan tangannya. Ia memberikan sebuah bola cahaya kepada Carl.
“Akan ku gunakan kekuatan ini sebaik mungkin,” ujar Carl menerima kekuatan tersebut.
‘Aku wariskan kekuatan untuk mengetahui semua bahasa di dunia kepadamu.’
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Atuk
Up
2024-12-12
0
An
seruuuu
2024-06-30
0
Tanpa Nama
next
2024-02-04
0