Karena Aku Mencintainya
Kejora Aadhya Kalila, seorang gadis berambut pirang panjang, yang juga bersinar seperti namanya. Malam ini, di bawah hamparan bintang dan berteman kan lampu dari kendaraan yang tengah berlalu lalang ia duduk berpangku tangan ditepi jalan raya yang sama sekali tak ia kenali.
"Kejora, cocok sama namanya." Gadis itu menoleh ke arah pemuda berjaket canvas berwarna army yang tengah duduk tepat di sebelahnya.
"Sama-sama cantik, dan bersinar." Senyum pemuda itu sambil membolak balikan sesuatu.
"Paling terang diantara bintang lainnya."
"Aku harus pulang." Rengek sang gadis seakan tak peduli dengan gombalan sang pemuda.
"Baru jam sepuluh, belum juga jam dua belas. Kamu gak akan berubah jadi labu kan kalau gak balik lewat tengah malam." Candanya seolah tak peduli.
"Aku bisa dikutuk jadi batu kalau keluar larut malam sama cowok gak dikenal." Gadis itu merentak pergi dan melangkah tak tentu arah, hanya mengikuti kemana arah sepatu converse berwarna maroon itu membawanya.
"Mau jalan kaki? Dari sini ke Villa gemintang itu jaraknya hampir dua belas kilo lho. Kamu bisa patah kaki pas sampai di rumah."
Gadis itu menoleh kesal. "Tahu rumahku dari mana? Namaku juga, tadi kamu panggil namaku kan?" Pemuda itu tergelak.
"Bener lho, padahal cuma nebak." Seringainya mengesalkan.
"Mana mungkin nebaknya bisa pas banget gitu, nama sama alamat lengkap lagi." Pemuda itu hanya bergidik tanpa makna.
"Aku gak akan ikut kamu kesini kalau tadi preman itu gak berusaha melecehkan aku. Aku kira kamu bisa bantu, kalau ternyata sama aja. Lebih baik aku mati disini. Dibanding harus merelakan hidupku hancur ditangan orang seperti kamu."
"Emangnya aku orang seperti apa?"
Deg. Gadis itu merasa bersalah dengan pertanyaannya sendiri. menuduh seseorang sebagai penjahat, apalagi tanpa bukti bisa dikenakan tuduhan pencemaran nama baik bukan, pikirnya.
"Buktinya baru ketemu sekali aja udah sok akrab gitu. Bajunya berantakan lagi udah kayak anak punk. Siapa yang gak takut coba, ditemenin sama cowok bertampang preman malam-malam kayak gini."
Mungkin jika itu orang lain, hati dan telinga mereka pasti akan terbakar. Apalagi setelah kamu berusaha membantu seseorang, namun orang yang kamu bantu malah mencurigai mu akan sebuah kejahatan yang bahkan belum kamu perbuat.
Namun bukan 'Nand' namanya jika ia merasa tersinggung.
Nama lengkapnya Nand Jemel Algifahri, ia lebih suka di panggil Nand, katanya biar keren. Walaupun ada yang salah mengartikannya sebagai Nanda, kadang juga Nana karena huruf N di bagian belakang yang selalu terdengar samar.
Bersahabat dengan dunia malam, serta balapan liar tak serta merta menjauhkannya dari tuduhan buruk orang-orang. Bahkan meskipun ia seorang idola di sekolahnya sekalipun.
Prestasi segudang nya tak pernah membantu citra buruknya di dunia luar. Apalagi dimata sang ayah yang hanya menganggapnya sebagai benalu di dalam keluarga besar.
Meskipun mungkin ia melakukannya demi tuntutan. Terutama karena sang ayah yang menikah lagi dan menelantarkannya. Hingga ia mau tidak mau harus menghidupi adik kecilnya yang baru berusia enam tahun dan juga sakit-sakitan.
Ibu mereka meninggal kurang lebih setahun yang lalu, karena penyakit yang sama. Mereka mengidap gagal ginjal dan harus menjalani cuci darah secara rutin.
Dan berhubung ayahnya tak lagi peduli dan membiayai biaya pengobatan, maka sang ibu harus merelakan nyawanya dan tinggallah Nand seorang diri untuk menemani sang adik manisnya untuk berjuang.
Sementara 'Mentari' adik kecilnya tengah berjuang melawan sakitnya, maka tugas Nand adalah berjuang mencari nafkah demi sesuap nasi dan juga biaya pengobatan Mentari.
Ia tak memiliki ide lain untuk mencari uang dengan cara cepat. Ia juga tak memiliki pilihan untuk menelantarkan sekolahnya, karena itu semua ia perjuangkan demi masa depannya bersama Mentari.
Tak hanya berjuang mendapatkan dana beasiswa dari beberapa sponsor, ia juga berjuang di jalanan sebagai seorang pembalap liar. Bakatnya dalam menjadi teknisi mesin kendaraan telah mengenalkannya kepada dunia malam tersebut.
Dimana ia bekerja sebagai karyawan bengkel sepulang sekolah dan menjadi pembalap liar di malam harinya.
Di sekolah? Ia hanyalah pemuda tampan, dengan kegeniusan yang membawanya menduduki peringkat teratas dalam Olimpiade Matematika dan juga serta Biologi.
Nand di sekolah hanyalah cowok yang suka tebar pesona dengan seragam yang tak pernah rapih masuk ke dalam celana, 'kecuali saat upacara bendera'.
Sedangkan di luar sekolah, dirinya adalah AJ (ei-ji) seorang pria misterius dengan jaket canvas berlogo AJ, serta sebuah masker yang menutupi separuh wajahnya. Celana jeansnya memiliki beberapa sobekan di bagian lutut sampai ke betis. Warna identiknya hitam, namun ia selalu mengenakan jaket berwarna army yang merupakan pemberian terakhir dari ayahnya.
"Anggap ini sebagai tanda agar Anda mengenali keberadaan putra Anda sendiri, Tuan." Bisiknya tepat di telinga sang ayah, ketika mereka tak sengaja bertemu muka di tengah moment balapannya Nand.
"Jadi gimana? Mau antar aku nggak?" Kejora atau yang akrab disapa Rara itu kembali merengek. Kali ini ia memegang erat ujung kemeja Nand yang terulur dibalik jaketnya yang hanya sepinggang.
"Percaya gak sama aku? Kalau gak percaya aku gak mau antar, naik taksi aja sana." Negonya mencoba menguji nyali gadis itu.
"Jawab dulu," Nand mengernyit kebingungan.
"Jawab apa, kalau pertanyaannya aja gak ada."
"Tahu nama, sama alamatku dari mana? Kamu menguntit ku ya?" ujarnya cemberut.
Nand hanya terkekeh geli. Nand tak menyangka jika gadis di hadapannya ini bisa begitu bodoh. Tapi setidaknya kepolosan itu jugalah yang berhasil membuatnya tertawa hari ini.
"Kamu lupa, aku kan tadi datang mau balikin dompet kamu yang jatuh." Nand menunjukkan dompet yang sedar tadi sibuk ia bolak-balik di hadapan gadis itu.
"Masa gak merhatiin sih aku pegang ini dari tadi?" Kejora menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Aku nemu di depan gerbang keluar villa, aku udah ikutin kamu dari sana. Tapi kamu malah ngacir gak jelas sampai akhirnya ketemu preman dan digangguin." Jelasnya panjang lebar.
Kejora merasa bersalah, ia menggaruk tengkuknya berulang, seolah ada semut yang tengah berbaris di sana. Ia bahkan tak sanggup lagi menatap mata Nand secara langsung karena merasa malu.
"Maaf." Ujarnya dengan kepala semakin tertunduk.
Hati nuraninya mengatakan jika Nand adalah orang baik. Apalagi karena ia sampai rela mengikutinya sejauh itu, lalu menolongnya dari gerombolan preman iseng.
Namun nalurinya untuk bertahan hidup ditengah kota besar, telah membuatnya berfikiran buruk kepada Nand yang sebenarnya datang untuk membantu.
"Makasih, udah nolongin aku." Nand terkekeh.
"Kosa-kata kamu cuma 'maaf' dan 'terimakasih'?" gadis itu tertegun.
"Kamu sekolah dimana?"
"SMA Galaxy," mata Nand membulat.
"Aku juga di SMA Galaxy. Kok, aku gak pernah lihat kamu di sekolah ya?"ujar Nand terdengar antusias.
"Emang harus banget ya kamu kenal sama seisi sekolah?"
"Ketus banget, jadi mau dibantu nggak?"
"Iya, maaf. Aku anak pindahan dari Jogja, baru masuk besok." Lagi-lagi Nand terkekeh dengan sikap menggemaskan gadis di hadapannya.
"Kalau gitu, gimana kalau besok traktir aku makan di kantin sekolah. Hitung-hitung hutang budi karena aku udah nolong kamu. Atau kamu bisa anggap sebagai bayaran karena aku udah antar kamu pulang dengan selamat, gimana?"
"Seminggu, janji." Kejora mengulurkan kelingkingnya ke arah Nand.
Ia memberikan penawarannya sendiri. Jauh diluar dugaan Nand yang malah berfikir gadis itu akan kembali mencercanya dan mengatakan bahwa dirinya 'Modus' atau semacamnya.
Tapi mau bagaimanapun ia berhutang nyawa kan kepada Nand? Apalagi jika ditambah bonus mengantarnya pulang, traktiran makan seminggu saja mungkin takkan pernah cukup bukan?
"Makanku banyak lho. Yakin selama seminggu. Nanti uang jajan kamu habis."
"Nggak apa-apa. Kalau tadi gak ada kamu, aku akan kehilangan seumur hidupku dalam penyesalan."
Nand tersenyum, lalu mengulurkan tangannya untuk membantu Rara naik ke atas motor kesayangannya. Sebuah motor CB butut peninggalan alm. Kakeknya yang kini sudah ia modif agar terlihat lebih kekinian.
Dan begitulah malam itu berakhir bak kisah Dilan dan Milea bagi Nand dan juga Kejora.
Duduk berdampingan diatas motor berdua, tanpa helm, bonus pelukan ringan disekitar pinggang. Belum lagi dengan iringan rintik hujan yang menambah suasana menjadi lebih romantis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments