Lelaki berpakaian kuning hijau itu segera bergegas pergi meninggalkan tempat itu. Meskipun sudah dipastikan bahwa rombongan Airlangga dan kawan-kawan telah menjauh, namun ia tidak gegabah dalam bertindak. Beberapa kali ia masih menoleh ke belakang untuk memastikan keselamatan nya.
Di salah satu sudut Alas Munung, tepatnya di balik semak belukar nan rimbun di samping pohon randu alas besar, ia menyelinap masuk ke dalam rimbunnya pepohonan. Kemudian dia keluar dari situ sambil menuntun seekor kuda berwarna kecoklatan. Sebentar kemudian, dia sudah memacu kuda nya ke arah Utara, tepatnya menuju ke arah Pegunungan Kendeng Utara.
Tepat di depan gapura sebuah perguruan, ia melompat turun dari kudanya. Di atas gapura kayu ini tertulis jelas bahwa itu adalah Padepokan Bukit Kendeng.
"Ndu, kau darimana? Kenapa pulang sendirian?", tanya seorang lelaki bertubuh kekar yang menjaga pintu gerbang Padepokan Bukit Kendeng.
Tanpa menghiraukan sapaan akrab dari dua orang berpakaian sama dengan nya yang menjaga pintu gerbang, ia berlari menuju ke arah balai utama Padepokan Bukit Kendeng seolah sedang terburu-buru. Bahkan kudanya saja tidak sempat dia ikatkan di tempat yang disediakan.
"Ada apa dengan si Randu, No? Kog kelihatan seperti sedang dikejar setan begitu?", tanya seorang lelaki bertubuh kekar dengan kumis tebal sembari terus menatap ke arah orang yang disebutnya.
"Mana ku tahu Kang Jo?!!
Mungkin ada sesuatu yang sangat penting hingga ia seperti sedang kesetanan begitu. Sudah abaikan saja dia...", jawab si lelaki bertubuh gempal lainnya sembari kembali mengalihkan pandangannya ke sekeliling tempat itu. Kawan nya itu pun sepakat dengan nya dan kedua nya kembali melanjutkan tugas mereka sebagai penjaga pintu gerbang Padepokan Bukit Kendeng.
Randu, salah satu orang yang mengikuti Surodipo itu, segera bergegas menuju ke arah tempat guru besar Padepokan Bukit Kendeng berada. Kebetulan saja, Mpu Seca sang guru besar sekaligus pimpinan Padepokan Bukit Kendeng sedang berbincang dengan para murid utama dan sesepuh Padepokan Bukit Kendeng di balai utama. Kedatangan Randu langsung mengagetkan nya.
"Katiwasan Guru katiwasan..
Paman Surodipo sudah di bunuh orang", lapor Randu sambil bersimpuh di lantai balai utama.
APPAAAAAAA??!!!!
"B-bagaimana mungkin itu terjadi? Siapa orang yang melakukannya?", Mpu Seca langsung bangkit dari tempat duduknya dan mendengus keras. Lelaki tua berjanggut putih pendek dengan tatapan mata tajam ini terlihat sangat marah mendengar berita kematian adik seperguruan nya itu.
"Ia adalah seorang pendekar muda yang memiliki sebuah keris pusaka yang mengeluarkan pamor merah kebiruan. Sepertinya jika dipikir-pikir, bukankah itu berarti dia memegang keris pusaka yang selama ini guru idam-idamkan, Keris Pulanggeni?", ucap Randu yang membuat Mpu Seca semakin terpancing emosi nya.
"Keris Pulanggeni ada di tangan nya?
Bedebah! Aku harus mendapatkan nya. Kemana arah perginya pendekar muda itu, Randu? Kita harus cepat bisa menangkapnya, hidup atau mati..", tanya Mpu Seca dengan cepat.
"Guru tenang saja, pendekar muda itu tidak akan bisa lari jauh. Dia terluka dalam cukup parah saat bertarung melawan Paman Surodipo...
Kawan-kawannya membawa nya ke Padepokan Bukit Kembang, Guru", lanjut Randu kemudian.
"Padepokan Bukit Kembang? Bangsat!! Kenapa harus kesana?!
Hemmmmmmm...
Si setan betina Dewi Pratiwi itu pasti akan melindungi nya dengan sekuat tenaga. Tapi meskipun harus beradu nyawa dengan nya, itu setimpal asalkan aku bisa mendapatkan Keris Pulanggeni.
Cendani, Bojasampir...!!!
Siapkan para murid terbaik Padepokan Bukit Kendeng. Hari ini juga kita akan menyerbu Padepokan Bukit Kembang. Cepat laksanakan!", mendengar perintah dari Mpu Seca, murid utama Padepokan Bukit Kendeng , Cendani, dan sesepuh Padepokan Bukit Kendeng, Bojasampir, segera menghormat pada sang pimpinan.
"Kami mengerti..!!!"
Tak butuh waktu lama bagi kedua orang itu untuk melaksanakan tugas yang diberikan oleh Mpu Seca. Setidaknya ada 100 orang murid Padepokan Bukit Kendeng bersama beberapa sesepuh dan murid utama yang siap diberangkatkan. Siang itu juga, para murid Padepokan Bukit Kendeng yang di pimpin langsung oleh guru besar mereka Mpu Seca, berangkat menuju ke arah Padepokan Bukit Kembang yang ada di wilayah Kadipaten Anjuk Ladang.
****
Kedatangan Sekar Melati dan Puspa Mawar juga yang lain dalam keadaan penuh luka-luka sontak membuat para murid Padepokan Bukit Kembang geger. Mereka semua segera memapah saudari-saudarinya yang luka dan membawa mereka ke balai pengobatan yang ada di sisi selatan perguruan.
Dewi Pratiwi, pimpinan Padepokan Bukit Kembang yang mendapatkan laporan dari salah seorang muridnya, langsung bergegas menuju ke arah balai pengobatan.
"Sekar Melati..
Kenapa bisa hal ini terjadi? Siapa yang berani untuk melukai kalian?", tanya Dewi Pratiwi segera. Perempuan paruh baya yang masih terlihat cantik dan menarik ini mengedarkan pandangannya ke arah para murid nya yang terbaring lemah di atas ranjang dengan penuh luka.
"Kami mendapat penyergapan di Alas Munung, Guru. Surodipo Si Pendekar Pemetik Bunga dari Bukit Kendeng dan kawan-kawan nya yang melakukan nya.
Untung saja, saat aku dan Puspa Mawar hampir menjadi korban nafsu bejat orang itu, orang yang ada di sana menolong kami. Jika tidak mungkin aku dan Mawar akan bernasib sama seperti Kangmbok Sekar Mirah", Sekar Melati menunjuk ke arah ranjang tidur tempat Airlangga terbaring pingsan. Ada Senopati Cakrajaya yang menemaninya.
Segera Dewi Pratiwi melangkah mendekati Senopati Cakrajaya yang nampak berdiri di samping Airlangga yang terbaring pingsan.
"Kisanak yang menolong murid murid ku?", tanya Dewi Pratiwi segera.
"Sejujurnya, bukan aku yang menolong mereka, Nini Dewi..
Tapi dia yang melakukannya", Senopati Cakrajaya segera menunjuk ke arah Airlangga yang pingsan.
"Dia mengerahkan seluruh kemampuan beladiri nya untuk menghadapi lawan yang semestinya bukan lawannya. Walaupun akhirnya dia harus pingsan saat terakhir, dia berjuang mati-matian untuk menolong para murid mu", imbuh Senopati Cakrajaya kemudian.
Hemmmmmmm...
"Pendekar muda yang hebat..
Aku akan berterimakasih kepada nya langsung", ucap Dewi Pratiwi sembari mengayunkan dua jari tangan kanannya ke arah dada Airlangga.
Thhukkkk thhukkkk..
Airlangga langsung menggeliat dari pingsannya. Perlahan matanya terbuka dan pandangan mata nya langsung tertuju pada sosok Dewi Pratiwi yang berada di hadapannya. Perempuan paruh baya berpakaian serba merah itu nampak tersenyum lebar ketika melihat sang pangeran muda sadar dari pingsannya. Namun,
Hoooeeeeggggh!!!
Airlangga kembali memuntahkan darah segar kehitaman. Melihat hal itu, Dewi Pratiwi pun segera bergeser ke belakang nya dan Senopati Cakrajaya cepat membantu Airlangga untuk duduk bersila. Dewi Pratiwi segera duduk bersila di belakang Airlangga lalu dengan beberapa gerakan tangan, perempuan cantik berbaju merah itu segera menghentakkan kedua tangan nya ke punggung sang pangeran muda.
Hawa panas langsung menyebar ke seluruh tubuh Airlangga dari punggungnya. Airlangga pun kembali memuntahkan darah segar. Setelah 3 kali muntah darah, perlahan nafasnya yang semula begitu sesak kini telah lancar kembali. Ini menandakan bahwa luka dalam nya telah berangsur membaik. Setelah cukup lama, Dewi Pratiwi menghentikan penyaluran tenaga dalam. Wajah Airlangga yang semula pucat pasi kini telah memerah.
"Terimakasih atas bantuannya, Nini Dewi...", ucap Airlangga sembari menghormat penuh kesopanan.
"Aku yang harusnya mengucapkan terima kasih kepada mu, Pendekar muda.
Tanpa pertolongan mu, para murid ku Sekar Melati dan Puspa Mawar akan menjadi korban nafsu birahi Si Pendekar Pemetik Bunga dari Bukit Kendeng. Kehormatan bagi seorang perempuan jauh lebih berharga daripada nyawanya sendiri", ucap Dewi Pratiwi sembari melangkah menuju ke sudut ruangan balai pengobatan Padepokan Bukit Kembang. Dia mengambil sebuah kendi yang memiliki tutup dari pohon randu, membuka nya dan mencium aroma yang keluar dari dalam kendi itu sebelum melangkah menuju ke arah Airlangga kembali.
"Minumlah ini. Obat Penguat Tubuh ini akan mempercepat pemulihan tenaga mu yang terkuras habis", mendengar ucapan itu, Airlangga pun tanpa ragu sedikitpun segera meminum cairan yang ada di dalam kendi tanah liat itu. Ada rasa manis bercampur pahit dan sedikit getir yang terasa.
"Oh iya aku hampir lupa, aku belum memperkenalkan diri. Sungguh tidak sopan rasanya seperti ini.
Aku Dewi Pratiwi, pimpinan Padepokan Bukit Kembang. Kalau boleh tahu, siapa dirimu ini, pendekar muda?", ucap Dewi Pratiwi kemudian.
"Nama saya Airlangga, Nini Dewi..
Saya hanya seorang pengelana dari Kerajaan Bedahulu di Pulau Bali. Kebetulan saja, saya bertemu dengan Gusti Senopati Cakrajaya ini yang juga punya tujuan sama seperti saya yaitu ke Kotaraja Wuwatan", jawab Airlangga jujur, meskipun menyembunyikan jati dirinya sebagai seorang pangeran.
"Wah ternyata orang jauh rupanya.
Kalau begitu, banyak lah beristirahat di sini, Anak muda. Aku tidak akan menggangu mu lagi. Kau harus segera pulih kembali seperti semula.
Gusti Senopati, aku undur diri..", ucap Dewi Pratiwi sembari membungkuk hormat kepada Senopati Cakrajaya sebelum ia berbalik badan dan melangkah keluar dari dalam balai pengobatan Padepokan Bukit Kembang.
Senja mulai turun diatas cakrawala barat, menghadirkan rona merah kekuningan yang indah di langit. Burung-burung siang pun telah pulang kembali ke sarangnya, sedangkan para burung malam pun mulai bergerak di antara ranting pohon yang tumbuh di kaki Bukit Kembang yang terletak di utara Kadipaten Anjuk Ladang. Suasana begitu tenang di sekitar tempat itu.
Namun, suasana tenang dan damai di kaki Bukit Kembang itu seketika menjadi rusak setelah penjaga gerbang Padepokan Bukit Kembang memukul kentongan bertalu-talu. Itu adalah pertanda bahaya besar sedang mengancam mereka. Suasana pun langsung kacau balau seketika itu juga.
Airlangga bangkit dari tempat tidur nya di balai pengobatan. Rasa sesak pada dadanya telah sepenuhnya menghilang setelah ia minum obat dan tidur sore hari tadi. Meskipun ia belum pulih sepenuhnya, ia pun segera berjalan keluar dari dalam balai pengobatan.
"Apa yang terjadi? Kenapa semua orang terlihat panik?", tanya Airlangga setelah mencekal lengan seorang murid Padepokan Bukit Kembang yang berlari cepat kearah gerbang perguruan.
Sambil terengah-engah mengatur nafasnya, si murid perempuan itu segera menjawab pertanyaan Airlangga,
"Ada orang yang menyerbu kemari..."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Akmal Udin
mantap Thor
2024-07-18
0
Imam Sutoto
good luck thor lanjut
2024-06-07
0
🗣🇮🇩Joe Handoyo🦅
Lawan dong.. kan bisanya wanita selalu benar 😁
2024-02-01
2