Ehemmmm eheeemmm!!
Deheman keras dari Akuwu Mpu Kertayasa seketika membuat Citrawati tersadar dari lamunannya. Hampir saja piring berisi beberapa potong makanan yang dipegangnya jatuh ke arah Airlangga. Namun dengan sigap, Airlangga menahan tangan Citrawati yang goyah hingga peristiwa itu tidak terjadi.
"Hati-hati Gusti Putri..", ucap Airlangga sambil tersenyum tipis.
"Oh eh iya, eh maafkan kecerobohan saya Kisanak..", balas Citrawati dengan gagap. Jantung nya berdetak lebih kencang dari biasanya kala kulitnya bersentuhan dengan tangan Airlangga.
Ehemmmm eheeemmm!!!
Kembali deheman keras Mpu Kertayasa terdengar yang membuat Citrawati tersipu malu dan segera menjauh dari tempat Airlangga berada. Ada sesuatu yang terasa hilang dari hati Citrawati saat lengannya tak bersentuhan lagi dengan sang pangeran muda.
Buru-buru Citrawati bergegas pergi dari sasana boga sembari menunduk untuk menyembunyikan wajahnya yang memerah seperti tomat matang.
"Kalau boleh hamba tahu, siapa Nakmas yang berada di samping Gusti Senopati ini?", Akuwu Mpu Kertayasa yang tidak dapat menahan rasa ingin tahunya pun segera bertanya.
"Oh iya aku hampir lupa untuk memperkenalkan kalian.
Ini adalah Pangeran Airlangga, Ki Kuwu. Seorang pangeran muda dari Balidwipamandala yang datang ke Medang untuk menjadi menantu dari Gusti Prabu Dharmawangsa. Dari Gusti Prabu Dharmawangsa aku tahu bahwa Pangeran Airlangga masih keponakannya karena ibu nya adalah Gusti Putri Mahendradatta, putra sulung mendiang Gusti Prabu Makutawangsawardhana yang menikah dengan pangeran dari Kerajaan Bedahulu di Nusa Bali", urai Senopati Cakrajaya sembari menunjuk dengan sopan kepada Airlangga.
Mendengar jawaban itu, timbul penyesalan di hati Akuwu Mpu Kertayasa. Dia sungguh menyesal karena telah mengganggu romansa cinta putri nya dengan calon menantu dari Raja Kerajaan Medang. Seburuk-buruknya, jika Airlangga berkenan dengan Citrawati, putrinya ini akan menjadi selir raja karena dia tahu bahwa Gusti Putri Galuh Sekar yang akan dijodohkan dengan Airlangga merupakan satu-satunya penerus tahta Kerajaan Medang dan sudah bisa di pastikan bahwa Airlangga lah yang kelak menjadi raja Kerajaan Medang selanjutnya.
Ini karena dalam tradisi masyarakat Jawa saat itu, seorang raja haruslah seorang laki-laki. Seorang perempuan meskipun dia memiliki garis darah langsung dari raja sulit sekali untuk menduduki jabatan ratu terkecuali ada beberapa hal khusus yang menjadi pengecualian.
"Ma-maafkan ketidaksopanan sikap hamba sebelumnya, Gusti Pangeran..", ucap Akuwu Mpu Kertayasa sembari menghormat pada Airlangga.
"Ki Kuwu tidak perlu bersikap seperti itu. Aku hanya manusia biasa seperti mu", balas Airlangga dengan tenangnya.
Maka makan siang kala itu menjadi perjamuan makan siang yang sangat penting bagi Akuwu Mpu Kertayasa. Dia terus menyuguhkan aneka macam hidangan enak khas Pakuwon Tamwlang dengan satu harapan agar Airlangga menyukai tempat itu.
****
Nun jauh di barat laut, tepatnya di tepi pelabuhan Tanjung Karang yang ada di Selat Muria, seorang lelaki bertubuh kekar dengan kumis tebal dan jambang lebat dengan pakaian serba mewah selayaknya seorang bangsawan, nampak tidak sabar menunggu sesuatu. Dia berulang kali menoleh ke arah barat dimana selat Muria membentang luas memisahkan Nusa Muria dan Pulau Jawa.
"Sebaiknya Gusti Adipati Aji Wurawari bersabar.. Hamba yakin mereka akan segera tiba", ucap seorang lelaki paruh baya bertubuh sedikit kurus namun terlihat berotot dengan pakaian bagus seperti seorang warangka praja sebuah negeri bawahan atau kadipaten. Lelaki yang disebut sebagai Adipati Aji Wurawari itu pun mendengus dingin.
"Bagaimana mungkin aku bisa sabar, Paman Patih Dirgapraja?
Dalam suratnya Maharaja Sriwijaya Sri Marawiyottunggawarman bilang kalau kapal jung mereka yang membawa utusan itu akan datang hari ini. Sudah sejak pagi tadi aku menunggu, sampai siang hari begini saat matahari hampir tergelincir dari atas kepala masih juga kelihatan batang hidungnya. Kalau bukan karena aku ingin menuntut balas atas sikap Prabu Makutawangsawardhana waktu itu, mana sudi aku harus menjalin kerjasama dengan wangsa pelarian itu? Menyebalkan..", ucap lelaki bertubuh kekar yang tak lain adalah Adipati Kadipaten Lwaram, Sri Aji Wurawari. Dia adalah penguasa daerah bawahan Kerajaan Medang di sisi Utara Sungai Wulayu dengan berbatasan dengan Kadipaten Kembang Kuning di barat dan Kadipaten Kambang Putih di timur.
"Kadang cuaca di tengah laut itu tidak bisa diperkirakan, Gusti Adipati..
Apalagi sekarang adalah musim penghujan. Jadi bisa dikatakan bahwa kita harus lebih bersabar menunggu mereka ", balas Patih Dirgapraja sembari menghormat. Adipati Aji Wurawari hanya melengos saja sembari kembali menatap ke arah laut di arah barat.
Bara api dendam nya pada Kerajaan Medang benar-benar membuat nya jadi seperti sekarang ini. Karena lamarannya pada Mahendradatta di tolak mentah-mentah oleh Prabu Makutawangsawardhana, Adipati Aji Wurawari merasa dipermalukan oleh pihak Istana Kotaraja Wuwatan. Saking tidak inginnya Mahendradatta terus menjadi incaran para Adipati di daerah kekuasaannya, Prabu Makutawangsawardhana mengirim putri nya itu untuk menikah dengan Raja Bedahulu yang telah ditaklukkan oleh Kerajaan Medang. Jadi Mahendradatta alias Ratu Gunapriya Darmapatni berkuasa di Bali atas nama Dinasti Isyana dari Kerajaan Medang.
Setelah cukup lama menunggu, akhirnya dari ujung cakrawala langit barat sebuah bendera kapal berwarna merah nampak muncul. Semakin lama semakin dekat, terlihat jelas itu adalah sebuah kapal jung besar nampak bergerak menuju ke arah pelabuhan Tanjung Karang. Di belakangnya, ratusan kapal serupa menyusul kapal jung besar yang sepertinya merupakan kendaraan pimpinan rombongan kapal besar berbendera putih dengan gambar bunga teratai dengan lima kelopak berwarna merah. Itu adalah kapal dari Kerajaan Sriwijaya.
Adipati Aji Wurawari langsung tersenyum lebar melihat kedatangan kapal-kapal besar itu. Dia langsung mendekati dermaga Pelabuhan Tanjung Karang bersama dengan Patih Mpu Dirgapraja dan beberapa orang pejabat dan perwira prajurit Kadipaten Lwaram.
Seorang lelaki terlihat turun dari tangga kapal jung besar itu. Wajah nya cukup rupawan dengan kumis tipis dan perawakan yang tinggi besar. Rambutnya yang panjang nampak ikal bergerai ditiup angin kencang dari Utara. Dia menatap sekilas pada Adipati Aji Wurawari sebelum tersenyum dan melangkah turun ke arah penguasa Kadipaten Lwaram ini.
Begitu lelaki muda bertubuh tegap itu menapak lantai dermaga pelabuhan, Adipati Aji Wurawari pun segera menghampirinya.
"Selamat datang di wilayah Kadipaten Lwaram, Wahai Utusan Sriwijaya..
Aku Adipati Aji Wurawari yang mengirimkan surat kepada Gusti Maharaja Sri Marawiyottunggawarman tempo hari", ucap penguasa Kadipaten Lwaram ini segera.
"Ah ternyata kau lah orang nya Adipati Lwaram..
Aku Sri Cudamani Janayasa, ipar Gusti Maharaja Marawiyottunggawarman yang juga dipercaya sebagai perwira prajurit Sriwijaya. Baginda Raja berkenan menerima penyerahan diri mu kepada nya dan mengutus ku untuk memimpin pasukan Sriwijaya untuk menghancurkan Medang", ucap lelaki rupawan yang memperkenalkan diri sebagai Sri Cudamani Janayasa ini sembari tersenyum penuh arti.
"Hahahaha, ternyata Gusti Maharaja Marawiyottunggawarman benar-benar memenuhi janji yang diucapkannya pada utusan kami tempo hari. Kalau begitu, semuanya silahkan ikuti kami untuk kembali ke Kota Kadipaten Lwaram. Kita harus menyusun rencana yang tepat untuk membuat Kotaraja Wuwatan rata dengan tanah", jawab Adipati Aji Wurawari dengan semangat berapi-api. Sri Cudamani Janayasa pun tersenyum lebar ketika mendengar nya.
Dan begitulah, sebuah persekutuan antara Lwaram dan Sriwijaya pun terbentuk dan mereka pun segera bergegas menuju ke arah Kota Kadipaten Lwaram untuk mempersiapkan diri, menyusun kekuatan untuk menggempur Kerajaan Medang.
****
"Apa tidak sebaiknya Gusti Senopati dan Gusti Pangeran menginap di sini barang semalam?
Kami akan sangat bergembira dengan hal itu karena jarang sekali ada tamu agung dari Kotaraja Wuwatan bersedia untuk menginap disini", tawar Akuwu Mpu Kertayasa saat Senopati Cakrajaya mengutarakan maksud nya untuk segera meneruskan perjalanan.
Citrawati yang menguping pembicaraan mereka dari balik pintu penghubung ruangan istana benar-benar berharap agar Airlangga mengatakan kata iya atas tawaran ayahanda nya.
"Maaf Ki Kuwu..
Bukan kami tidak mau menerima kebaikan hati kalian akan tetapi Gusti Pangeran Airlangga harus segera sampai di Istana Kotaraja Wuwatan tepat waktu. Nantilah kalau ada waktu luang, kami pasti akan menginap disini", tolak Senopati Cakrajaya dengan halus. Airlangga mengangguk mengerti dengan apa maksud dari kata kata sang perwira.
"Baiklah kalau begitu, hamba tidak akan bisa memaksa Gusti berdua untuk tinggal.
Selamat jalan Gusti Senopati dan Gusti Pangeran. Hamba doakan semoga Hyang Akarya Jagat selalu melindungi perjalanan kalian dan sampai di Kotaraja Wuwatan dengan selamat..", ucap Akuwu Mpu Kertayasa kemudian. Di balik pintu penghubung ruangan Istana Pakuwon Tamwlang, perlahan air mata Citrawati mengalir keluar tanpa disadarinya. Dia begitu kecewa dengan sikap Senopati Cakrajaya ini.
Maka siang hari itu juga, rombongan Airlangga dan Senopati Cakrajaya pun meninggalkan Istana Tamwlang. Mereka memilih untuk menyeberangi Sungai Kapulungan dengan perahu penyeberangan yang tersedia di dermaga Tamwlang.
Sesampainya di seberang sungai Kapulungan, rombongan itu tiba-tiba saja di hentikan oleh seorang lelaki tua bertubuh kurus kering dengan rambut memutih karena uban. Pakaian nya yang compang-camping membuat siapapun orang yang melihatnya pasti mengira bahwa dia adalah seorang pengemis, gembel atau juga mungkin orang gila.
"Hei kau orang asing..
Kau datang kembali ke tanah Jawa untuk menjadi seorang raja. Seorang raja haruslah punya sebuah pusaka. Ikutlah denganku, aku akan memberimu sebuah pusaka", lelaki tua itu menunjuk ke arah Airlangga sembari memberikan isyarat kepada Airlangga untuk mengikutinya. Airlangga pun hendak menanggapi omongan itu akan tetapi seorang lelaki lain yang kebetulan saja ada di tempat itu lebih dulu bersuara.
"Jangan dengarkan dia, Kisanak..
Dia ini orang kurang waras. Setiap hari pekerjaan nya hanya menatap orang yang datang ke tempat ini. Anggap saja kau sedang sial karena bertemu dengan orang gila", ucap lelaki paruh baya yang ada di samping nya sembari berlalu pergi.
"Kau yang gila, Sukmo..
Anak muda, cepatlah ikut dengan ku. Waktu ku tidak banyak lagi", lelaki tua itu segera mendekati Airlangga. Yang mengejutkan, gerakannya sangat cepat. Dan dalam sebentar saja, dia sudah menggelandang tangan Airlangga dan membawanya berlari seperti terbang di atas jalan. Airlangga sendiri pun kalah tenaga dari orang tua itu hingga tak berdaya melawan.
Melihat hal itu, Senopati Cakrajaya pun segera bertindak mengejar orang tua itu. Meskipun dia sudah mengerahkan seluruh tenaga dalam nya, namun dia hanya mampu mendekatkan diri dalam jarak 100 langkah di belakang lelaki tua berpakaian compang-camping ini.
Setelah cukup lama mereka bergerak, lelaki tua itu menghentikan larinya di sebuah telaga kecil atau sendang yang berair jernih. Senyuman lebar tersungging di bibirnya yang penuh keriput itu sambil berkata pada Airlangga,
"Kita sudah sampai.."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
EsTehPanas SENJA
sekarang apa mau timbul lagi itu selat? 😳
2025-01-15
0
Imam Sutoto
mantap gan lanjutkan
2024-06-07
0
Jasmin
serasa mengembara ke zaman kerajaan, 💥
2024-05-28
0