Nora mengikuti Mbok Sidah ke belakang rumah tempat kamar pembantu berada. Nora mengamati rumah milik majikannya dengan seksama. Tidak peduli dengan obrolan yang coba di bangun oleh wanita tua malang itu. Mbok Sidah sudah tua, usianya memasuki kepala enam tahun ini, namun karena terlalu banyak hutang ia masih harus bekerja di usia senjanya.
"Ini kamar kamu, Non."
"Panggil saja saya Nora, Mbok. Saya sama derajatnya dengan Mbok Sidah." Nora tersenyum.
Mbok Sidah mengangguk dan pergi ke dapur untuk membereskan gelas kopi.
Nora tak punya waktu untuk bersantai, ia harus bekerja keras supaya bisa diterima oleh majikan gilanya. Ups, suaminya sendiri hlo yang bilang. Lagi pula jangan sampai deh balas dendamnya gagal karena malas malasan.
Nora mengganti pakaian dengan baju pembantu, ia mengikat tali dress maidnya ke belakang dan menguncir rambut panjangnya rapi membentuk cepol. Nora mengambil perlengkapan bersih bersih untuk memulai harinya.
"Nggak istirahat dulu, Ra?" Mbok Sidah terlihat kaget karena belum sampai sepuluh menit Nora sudah bersiap.
"Nggak, Mbok. Mendingan Mbok pergi ke pasar, belanja bahan bahan makanan segar untuk Tuan Vincent. Tadi Nora tengok bahan di kulkas sudah pada layu semua," usul Nora.
"Ah, iya, bener juga kamu, Nak. Semenjak tua Mbok nggak bisa masak, bedain garam sama gula saja tidak bisa. Kadang keasinan, kadang kemanisan." Sidah curhat dengan kekurangannya, yah, namanya juga faktor usia.
"Biar Nora yang masak. Kasih tahu saja apa kesukaan Tuan Vincent." Nora tersenyum.
"Baik, Mbok berangkat dulu ya."
"Hati-hati ya, Mbok."
Nora menghela napas, dari mana ia harus memulai bersih bersihnya? Mungkin di lantai dua dulu. Atau ke kamar majikannya dulu?
"Permisi, Nyonya. Saya mau membersihkan kamar." Nora mengetuk pintu.
"Masuklah!" Cillia memberi ijin.
Nora pun masuk, ia melihat kamar mewah milih Cillia dan Vincent. Kamar bernuansa modern dengan fasilitas mewah dan serba instan. Sisca membereskan koleksi tas tas branded milik Cillia yang ambrul adul karena tak ada pembantu belakangan ini.
Di walk in closet itu tak hanya tas, mantel, sepatu berhanga ratusan juta, ada juga perhiasan, jam tangan, manset, sampai dasi yang harganya juga sangat mahal. Semua itu di simpan di lemari yang hanya bisa dibuka dengan sidik jari Vincent dan juga Cillia.
"Ma, pinjamin Cillia kalung safir biru donk." Cillia merenggek pada mamanya. Ia ingin meminjam kalung dengan berlian biru laut yang berharga sangat mahal untuk acara gathering di perusahaan suaminya minggu depan.
Cillia ingin tampil stuning dengan mamadukan dress kemben hitam dan kalung biru besar itu sebagai point of interestnya.
Nora menguping pembicaraan antara Cillia dan sang mama. Nora menata kasur Cillia dengan rapi supaya bisa semakin dekat dan mendengar pembicaraannya.
"Apa?? Nggak, Ma!! Cillia janji nggak akan hilang!" Cillia merenggek.
"Tidak, Cillia tidak bertengkar dengan Vincent kok. Cillia tahu, Ma!! Iya ... iya!! Vincent adalah dewa penolong perusahaan kita! Jangan sampai bercerai, jangan sampai mengusiknya kan?!" Cillia kesal karena mamanya begitu cerewet, terus menerus mengingatkan tentang janji pernikahan mereka.
"Bukan salahku kalau tidak hamil!! Mungkin dia yang lemah, kenapa aku yang disuru berhenti merokok?!" Cillia menggebrak meja, membuat Sisca dan Nora menoleh spontan kepadanya.
Tuan Putri manja ini tidak berubah ternyata, ia masih tetap merasa dirinya yang selalu benar, batin Nora.
"Kenapa kalian lihat-lihat?? Sana bekerja lagi!!" ketus Cillia lalu beranjak untuk mengambil minuman di atas nakas dan keluar ke beranda melanjutkan pembicaraannya dengan sang ibu.
Ia mengamati Nora sambil bercakap. Cillia sempat kesal karena Vincent membela Nora pagi tadi, namun melihat caranya bekerja yang cekatan dan sangat rapi membiat Cillia merasa Vincent ada benarnya. Mereka memang butuh pembantu saat ini.
Lagi pula mamanya sangat cerewet, mengatakan supaya Cillia tidak bertengkar dengan Vincent, perkara pembantu membuat mereka tidak harmonis. Padahal Sarah dan mertuanya sudah menuntut cucu dari rahim Cillia. Ia tak boleh membuat Vincent sebal, ia harus menekan egonya demi kebaikannya sendiri dan juga perusahaan.
"Mama jadi pinjamin Cillia kalungnya tidak sih??" Cillia ingin segera mengakhiri pembicaraan mereka.
"Iya, jadi. Tapi jangan hilang ya! Kalung itu sangat mahal dan juga barang langka. Mama sangat menyukainya." Sarah mewanti wanti Cillia.
"Iya, iya, tenang saja, Ma." Cillia mengangguk.
Nora yang menguping mulai mempertanyakan kalung apa yang dimaksudkan oleh Cillia. Pasti kalung itu sangat berharga hingga Sarah pun enggan meminjamkan kalungnya pada putri kesayangannya sendiri.
...****************...
Malam harinya, Vincent baru saja pulang dari kantor, ja merasa sangat lelah. Begitu menginjakkan kakinya di dalam rumah, ia tak melihat sang istri menyambut kepulangannya. Vincent mengendurkan dasinya, saat Mbok Sidahlah yang datang menghampiri Vincent.
"Cillia mana, Mbok?"
"Nyonyah belum pulang, Tuan. Sepertinya tadi mau mampir ke rumah Nyonya Sarah," jawab Sidah.
"Ya sudah. Bawa tas saya ke ruang kerja." Titah Vincent.
"Baik, Tuan."
Sepeninggalan Sidah, Vincent membanting diri di sofa ruang keluarga. Ia merasa lelah dengan jadwalnya yang begitu padat menjelang akhir tahun. Belum lagi sang mama terus mendesaknya untuk segera memiliki momongan, memeriksakan diri bila saja ada sesuatu yang salah di antara mereka berdua. Biar bisa segera di obati dan subur kembali. Cillia selalu menolak dengan alasan mereka masih muda, masih dua puluh lima dan dua puluh tujuh tahun, mereka hanya kelelahan, bukan karena tidak subur.
Nora yang melihat Vincent seorang diri memiliki ide, ia pun melepaskan sebuah kancing pada kemeja kerjanya, dan berjalan di depan Vincent.
Dengan menundukkan sedikit tubuhnya sebagai gestur sopan santun, "maaf Tuan saya mengganggu. Ingin menyedot debu pada karpet."
"Ya." Vincent mengangguk paham, ia menaikkan kakinya ke atas sofa. Nora tersenyum, ia mulai menyedot debu, tubuhnya secara tidak langsung membungkuk saat menjangkau tempat yang jauh. Bongkahan kenyalnya sedikit menyembul dari celah kemeja.
Vincent sesekali melirik ke arah aset milik Nora, melihat Nora menunduk membuat celana bahan Vincent terasa mengetat. Wajah Vincent mulai menghangat melihat dada seorang wanita cantik bergerak naik turun.
Nora tak berhenti sampai di sana, ia sengaja juga bersimpu di bawah Vincent dan mengelap meja, tentu saja paha putih mulusnya terekspos dengan jelas hingga apel adam Vincent semakin naik turun dengan jelas.
Sialan, wanita ini seksi sekali, apa karena berasal dari desa jadi pertahanannya begitu kendur? batin Vincent, dia laki laki dan tak ada laki laki yang tidak menyukai tubuh indah dari seorang wanita cantik.
Siapa yang kendur? Meski pun berpura pura polos namun semuanya sengaja Nora lakukan untuk merayu Vincent.
"Sudah selesai Tuan. Saya permisi dulu." Nora mengangguk dan membereskan peralatannya bebersih, saat hendak kembali ke belakang, Vincent menarik tangannya.
"Tunggu!!"
"Ya, Tuan?"
Vincent menatap mata bulat Nora, kenapa dia menarik tangan gadis ini? Apa dia sudah gila??
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments