Beberapa saat sebelumnya.
Theo menghubungi Cillia supaya ia meminjam dana investasi dari perusahaan milik suaminya.
"Kenapa papa masih terus menerus ikut campur dengan urusan perusahaan?" Cillia menuruni mobil, Sisca menutup pintu mobilnya kembali.
Cillia tak lekas masuk ke dalam rumah, ia diam sesaat untuk meneruskan pembicaraan dengan sang ayah. Theo merasa keuangan perusahaan sedikit bergoncang bila tidak mendapatkan suntikan dana. Sementara Cillia merasa perusahaannya baik baik saja, ia mengurus semuanya dengan baik.
"Lagi pula belum tentu Vincent mau memberikan dana lagi, kita baru saja memintanya sebulan lalu!" Cillia bersandar pada mobil sportnya.
"Pokoknya rayu dia bagaimana pun caranya. Dia itukan suamimu!" Theo menasehati Cillia.
"Iya, iya!" Cillia memutar bola matanya kesal. Mau dirayu dengan jurus apa lagi? Mereka bahkan seperti musuh di dalam selimut.
"Lagi pula kapan kalian akan memikirkan untuk memiliki momongan?? Papa dan Mamamu sudah sangat pusing mendengar keluhan mertuamu tentang keturunan! Kapan kalian akan menemui dokter? Sudah empat tahun menikah, cobalah untuk mengajak suamimu periksa, Cillia!" tutur Theo menasehati putrinya. Sebagai orang tua ia juga sangat ingin menimang cucu.
"Kami masih muda, Pa. Tak mungkin tidak subur." Cillia menghisap rokoknya karena stress dengan wejangan sang ayah. Wanita mana yang tidak merasa insecure saat harus diperhadapkan dengan masalah kehamilan? Cillia terus berkelit dan enggan memeriksakan diri juga karena takut bila ternyata dirinya lah yang memiliki masalah.
"Jangan menjadikan hal ini sebagai bom waktu. Cepat periksakan diri kalian sebelum terlambat!"
"Iya, papa ini cerewet sekali sih?! Semenjak kapan papa jadi mirip mama??" Cillia merasa kesal.
"Sudahlah! Pinjamkan dana investasi dulu."
"Kali ini berapa lagi sih, Pa??"
"Tiga puluh Milyar saja kok, bukan nominal yang besar bagi perusahaan suamimu," tandas Theo.
"Ck, baiklah." Cillia menginjak puntung rokoknya begitu panggilan tertutup.
Cillia menyemprotkan aroma mint pada mulutnya untuk mengusir bau rokok. Ia mengibaskan rambutnya dan menyemprotkan juga parfum rambut. Biasanya Cillia juga tidak masalah kalau Vincent mengendus aroma sisa pembakaran tembakau melekat pada tubuhnya karena Vincent pun juga seorang perokok. Namun karena malam ini dia harus merayu suaminya, maka Cillia harus tampil wangi dan menarik.
"Bagaimana? Terlalu menor?" Cillia bertanya pada Sisca, ia memoleskan lipstik pada bibirnya sebelum masuk ke dalam rumah.
"Sudah perfect, Bu." Sisca membentuk tanda OK, ia ingin lekas pulang juga.
Cillia melirik ke arah lantai dua, kamar mereka menyala, baguslah, itu berarti Vincent ada di dalam kamar. Cillia pun bergegas naik, ia harus merayu sang suami malam ini. Tak hanya meraih dana investasi, ia juga harus berhasil mengisi rahimnya dengan seorang bayi.
"Sayang?" Cillia masuk ke dalam, kamar kosong. Vincent tidak ada di sana, ia pun bergegas masuk semakin dalam ke walk in closet sebagai penghubung antara kamar mandi dengan ruang tidur.
"Vincent Sayang? Kamu di mana? Mandi ya??" seru Cillia lagi.
Saat itu Vincent tengah berada di dalam kamar mandi bersama dengan Nora. Nora terjebak di antara pintu dengan tubuh kekar Vincent.
"Ba ... bagaimana ini, Tuan, saya bisa dipecat kalau ketahuan?" Nora meminta perlindungan pada Vincent. Dalam hati ia merasa sangat kesal, kenapa juga Cillia pulang jauh lebih awal dari biasanya? Padahal sebentar lagi Vincent sudah terjatuh dalam pelukan Nora. Dan bila ketahuan bisa bisa ia gagal menjalankan rencananya.
"Tenang saja, kamu tunggu di sini. Aku akan membuat Cillia keluar kamar. Begitu dia keluar, kamu juga keluar ya." Vincent berbisik, Nora mengangguk mengerti dengan rencana Vincent, yang penting nggak ketahuan dulu.
"Say--"
"Kenapa?" tanya Vincent, pintu kamar mandi terbuka dan ia pun keluar, Vincent berpura pura menggosok rambut basahnya dan menatap Cillia dengan wajah datar seakan akan baru saja mandi. Tak ada apa pun yang terjadi di dalam kamar mandi.
"Oh, kamu habis mandi ternyata." Cillia memainkan handuk di pinggang Vincent.
"Kamu mau apa?" Vincent melihat tingkah istrinya yang tidak biasa. Rayuan yang Cillia lontarkan selalu karena ia menginginkan sesuatu.
"Tidak, tidak ingin apa pun. Aku hanya ingin membalas budi pada kedua orang tuamu dengan memberikan mereka cucu." Cillia melepaskan handuk Vincent.
Vincent tersenyum, ia mendekatkan wajahnya pada wajah Cillia, wanita itu memejamkan matanya mengira akan mendapatkan minuman. Ternyata Vincent berbisik.
"Aku haus, bisakah kamu bikinkan aku kopi?"
"Hah?? Kopi??" Cillia mengeryit, hilang sudah kesan romantisnya. Emosi Cillia hampir meledak saat Vincent menganggapnya sebagai pesuruh.
"Mau tidak?? Sebelum berbakti pada orang tua ku ada baiknya kamu berbakti dulu pada suamimu ini." Vincent mengikat kembali handuk pada pinggangnya.
Cillia berusaha tenang, meredam emosi, ia teringat ucapan sang ayah untuk tidak mengusik Vincent. Bagaimana pun perusahaan kini begitu bergantung pada sumbangsih keluarga Pratama.
"Baiklah, tunggu sebentar, aku akan membuatkanmu kopi." Cillia mendorong tubuh Vincent dan beranjang keluar kamar, begitu suara derap langkah kakinya terdengar menuruni tangga, Vincent langsung menarik keluar tubuh Nora dari kamar mandi dan langsung melumat bibirnya.
Nora agak terkejut dengan kelakuan implusif Vincent yang melum4t bibirnya dengan rakus. Siapa yang menyangka Vincent sudah berhasil di tundukkan hanya dalam hitungan minggu??
"Tuan berhenti, Tuan!! Saya harus keluar! Keburu nyonya kembali." Nora mendorong tubuh Vincent dan langsung bergegas keluar kamar.
Vincent menggaruk rambut basahnya dengan sangat kasar. Ia sungguh tak bisa menghentikan perasaan dan juga napsunya sendiri.
Saat kembali ke dapur, Nora menyeringai karena Vincent sudah berhasil masuk ke dalam jeratan pesonanya. Kini tinggal memanfaatkan pria itu untuk menghancurkan keluarga Jahyadi dan memberikan kembali perusahaan Subroto ke tangan Cillia.
"Hei kamu!" Cillia mencegah Nora pergi.
"Ya, Nyonya?"
"Abilin wine di gudang penyimpanan dan bawa naik ke kamarku!" Perintah Cillia, ia ingin membuat Vincent mabuk supaya jauh lebih penurut saat bercinta.
"Baik, Nyonya," jawab Nora.
Nora mengambilkan wine yang ada di ruang chiler. Begitu membawa sebotol wine dan dua gelas, ia naik ke atas. Di sana ia meletakkan nampan di atas nakas. Cillia terlihat tengah menyisir rambutnya, tubuhnya sudah wangi dan kini berbalutkan linggerie tipis berwarna merah menerawang.
Aroma lilin terapi memenuhi ruangan, membuat siapa pun terbius dengan pesona yang seduktive.
"Silahkan, Tuan, Nyonya." Senyum Nora.
"Keluarlah!" Cillia mengusir Nora. Nora pun keluar. Ia mengintip dari balik pintu kamar, Cillia naik ke atas ranjang untuk menggoda suaminya. Namun Vincent mengacuhkannya dan menata bantal untuk tidur.
"Ya ampun, kasihan sekali, ck ck ck hubungan ranjang kalian ternyata sangat dingin. Biar aku bantu menghangatkannya, Nyonya." Senyum licik Nora seraya menutup pintu kamarnya.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments