“Siapa pria itu? Dia sangat tampan,” ucap seorang gadis berseragam SMA XX.
“Sepertinya dia sekolah anak negeri,” jawab yang lain saat melihat seragam yang Arga kenakan. Mereka berkasak kusuk di depan gerbang sekolah, mengaggumi ketampanan Arga.
Hari ini adalah tahun ajaran baru, dan sesuai dengan janji Arga, ia mengantarkan Nora ke sekolahan sebelum ia berangkat ke sekolahannya sendiri. Arga duduk di atas motor supra hitam, kendaraan ini memang sudah lawas, namun masih sangat kuat untuk membawa mereka berdua.
Arga bukan anak orang kaya, jadi ia tak mendapatkan motor baru saat masuk SMA. Setidaknya motor ini lebih baik dibandingkan dengan sepeda ontelnya saat masih SMP dulu.
“Aku masuk dulu.” Pamit Nora, ia memakai seragam ala SMA elit swasta yang cantik. Nora menutupi sisi kiri wajahnya dengan rambut untuk menyembunyikan tompelnya.
“Aku akan menjemputmu nanti sepulang sekolah.”
“Tidak usah, aku akan pulang sendiri,” tolak Nora karena ia harus mampir dulu ke kediaman Jahyadi. Selama bersekolah, Nora harus rela menjadi pembantu di tempat itu.
“Tapi …”
“Belum tentu jam pulang kita sama, Ga. Lagi pula aku harus pergi bekerja dan mencari tempat tinggal baru.” Nora bergeleng.
“Kamu bisa kirim sms.”
“Aku tidak punya ponsel.” Nora bukan orang kaya, apa Arga lupa? Saat itu harga ponsel masih sangat mahal, hanya anak anak orang kaya yang memiliki ponsel. Jadi mustahil bagi Nora untuk membelinya. Sementara ponsel milik Arga pun hanyalah lungsuran dari para kakak kakaknya yang kini sudah bekerja di kota besar.
“Aku pergi! Pergilah, kamu juga bisa terlambat!” Nora berlari kecil meninggalkan Arga.
“Ah …” Arga belum selesai bicara.
Dari dalam mobil sedan mewah, Cillia melihat Nora di antar oleh Arga. Ia berdecih, bagaimana bisa seorang gadis jelek punya teman pria tampan? Cillia tak akan membiarkan Nora hidup enak di SMA. Ia akan membuat masa SMA Nora menderita seperti berada di neraka.
“Pak, cepat kamu lewat di depan gadis itu dan mencipratkan air ke seragamnya!!” Titah Cillia
“Tapi Non …”
“Cepetan!! Keburu dia masuk ke gerbang!” seru Cillia. Karena ini perintah anak majikannya mau tidak mau Pak Seno menurut. Ia melaju dengan kecepatan tinggi di dekat Nora, supaya genangan air sisa hujan semalam membasahi seragam sekolahnya.
BYUR!
Dan benar saja, air menciprat. Nora kaget hingga dia reflek meloncat untuk menghindari cipratan air tadi.
BRUK!! Ia menabrak seorang pemuda dengan seragam yang sama. Dari banyaknya strip di lengan menandakan kalau dia adalah kakak kelas Nora. Keduanya terjatuh karena Nora menabraknya.
“Kak Vincent!” tukas Cillia kaget karena bukannya berhasil menjahili Nora justru ia tak sengaja menyakiti pemuda paling populer di sekolahan.
Vincent Pratama, ketua OSIS dan juga kapten tim futsal sekolahan. Tampan, pintar, dan tentu saja tajir melintir. Dia selalu memakai skecboard atau motor besar bila berangkat ke sekolahan karena rumahnya dekat.
Siapa sangka Vincent yang datang dengan papa seluncur itu lewat di samping Nora saat tadi berusaha menghindari cipratan air.
“Ma … maaf, aku tak sengaja.” Nora mencoba meminta maaf.
Pandangan keduanya saling bertemu sesaat, Nora terpesona dengan wajah tampan Vincent, terlihat begitu sempurna tanpa cela. Ternyata ada pria yang jauh lebih tampan dari pada Arga.
“Minggir!!” Vincent mendorong tubuh Nora hingga gadis itu terjerembab ke belakang. Kini seragam Nora kotor semua, begitu pula dengan seragam Vincent.
“Hei, sialan!! Apa yang kamu lakukan?!” Arga menghampiri Nora dan membantunya berdiri. Ia kesal dengan sikap arogan Vincent yang mendorong Nora meski pun ia sudah meminta maaf.
Vincent diam saja, ia bergegas memungut sketboardnya dan meninggalkan Nora. Perasaannya begitu buruk pagi ini karena baju yang kotor.
“Jangan buat masalah, Ga.” Nora menarik lengan Arga agar tak mencari gara gara dengan Vincent. Memang Nora yang salah karena telah menabraknya.
“Kamu tidak apa kan?!” tanya Arga.
“Tidak apa-apa, tapi seragamku basah.” Nora terlihat sama suramnya dengan Vincent.
“Ini, pakai jaketku saja.” Arga melepaskan jaket dan mengikatkannya pada pinggang Nora.
Nora melepaskan jaketnya dan mengembalikannya ke Arga. “Nggak perlu, Ga.”
“Perlu!! Pakai saja!” Arga nekat.
Nora menyerah, ia menerima jaket dari Arga dan kembali berjalan masuk ke dalam gerbang sekolahan. Cillia mengamati kejadian itu dengan senyum miring, beruntung sekali si Tompel bisa mendapatkan perhatian dari seorang pemuda tampan.
.
.
.
Seperti janjinya sepulang sekolah Nora akan datang ke kediaman Jahyadi untuk membantu bersih bersih. Sarah bahkan sengaja meluangkan waktunya hari ini untuk menemui Nora secara pribadi.
“Kalian tak perlu membantunya!” Titah Sarah pada ketiga pembantunya.
“Tapi, Nyonya. Apa tidak kasihan?” ucap mereka bertiga.
“Tidak perlu kasihan. Kalau kalian membantu dia maka kalian saya pecat!” tukas Sarah dengan kejam.
“Ba … baik, Nyonya.”
Ketiga pembantu di kediaman itu hanya bisa mengelus dada melihat Nora yang kurus harus bersih bersih di rumah yang begitu besar. Mereka ingin membantu, namun takut kalau di pecat.
“Ngepelnya yang bersih!! Jangan sampai ada sedikit pun noda di sana.” Sarah berdiri sambil berkacak pinggang di depan Nora yang tengah mengepel lantai.
“Kamu tuli ya?” Sarah begitu kesal lantara Nora sama sekali tidak menjawab apa pun ucapannya.
“Hei Tompel kamu cari gara gara ya??” Sarah kesal sendiri karena Nora berlagak tuli di depannya.
BRAK!!
Sarah dengan sengaja menendang ember pel hingga airnya tumpah semua ke lantai. Nora menatap air kotor yang menggenang, ia harus mengepelnya lagi. Namun hal itu tak menyurutkan tekat Nora. Ia kembali fokus mengepel, sikap datar dan tanpa ekspresinya membuat Sarah semakin kesal saja.
“Dasar anak sialan! Kalau orang tua ngomong di dengerin!!” kutuk Sarah, ia menjewer telinga Nora sekuat tenaga sampi Nora kesakitan. Lantas Sarah menghempaskan tubuh kurus Nora hingga jatuh tersungkur ke lantai basah.
“Rasain!! Awas saja bila besok kamu masih kurang ajar ya.”
“Mama apa apaan sih??” Theo pulang dan melihat Nora tersungkur di bawah. Terbit rasa iba di hati Theo sebagai seorang ayah. Meski pun ia terbilang tidak menyukai Nora, bukan berarti dia ingin menyiksa anak itu sampai mati.
“Dia anak yang kurang ajar, mama hanya memberinya pelajaran supaya jadi anak yang tahu diri, Pa.”
“Berdiri, Nora! Pulanglah.” Theo melihat tubuh kurus kering Nora menggigil karena kedinginan. Ia belum makan semenjak siang dan sudah harus bersih bersih di rumah ini sepulang sekolah.
“Lain kali datang jam dua dan pulang pukul lima.” Theo memberikan jam kerja pada Nora.
“Tapi, Pa?”
“Dia juga anakku, Sarah! Cukup dramanya. Aku lelah!” Theo mengendurkan dasinya dan meninggalkan ruang tamu.
“Ck, menyebalkan!”
Semenjak itulah, Nora menjadi pembantu di kediaman Jahyadi selama tiga tahun lamanya, bekerja dari siang sampai sore.
Nora tak hanya tinggal diam untuk di tindas, ia menguping, melihat, dan juga mengumpulkan informasi tentang kelurga ayahnya. Ia juga tahu kalau perusahaan ayahnya itu tengah mengalami goncangan.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments