Bab 20 ~

“Siapa sangka, kamu adalah putri Kedasih.”

Tangan Bajra perlahan turun mengusap pipiku, rasanya aku ingin melud4h ke wajahnya. Pria tidak tahu malu dan penjahat, tanpa rasa bersalah bahkan dia tertawa di depanku. Entah ilmu apa yang dia gunakan karena tubuhku tidak bisa bergerak.

“Kamu tahu, aku pernah menyukai ibumu. Gadis cantik, bahkan sangat cantik dan kamu mewarisi kecantikannya. Karena masih terlalu muda, pinanganku ditolak keluarganya lalu mereka pindah dari desa ini.”

Bajra terkekeh, entah apa yang lucu. Mungkinkah kematian Ayah dianggap sebagai lelucon.

“Beberapa tahun kemudian, ada seorang mantri datang. Berusaha merubah pola pikir masyarakat agar tidak berobat ke dukun atau paranormal. Dia mengambil alih semua pelangganku dan kamu tahu … istrinya ternyata Kedasih.”

Bajra kembali terkekeh. Mataku terpejam dalam hati aku melantunkan doa, asih terdengar tawa Bajra. Perlahan  kedua lenganku terasa panas dan perih juga mulutnya rasanya pengap. Saat membuka mata, aku menyadari kalau tubuhku tidak bisa bergerak karena ada yang memegangi.

Mulutku tidak bisa bicara karena ada tangan yang mendekap. Gumaman keluar dari mulutku, gumaman doa. Perlahan tangan-tangan itu terlepas dan terdengar teriakan melengking. Entah makhluk apa yang mencengkram tubuhku tadi.

“Dasar gila,” ujarku lalu mendorong tubuh Bajra.

“Hei, jangan pergi.”

Aku sudah berbalik dan berlari menuju pintu. Dua makhluk piaraan Bajra menghadang dengan mata menyala. Teriakan doa baru belum selesai aku lantunkan, sesuatu menghantam tengkuk lalu … gelap.

 

Pov Bajra.

 

Kedasih. Siapa sangka kalau perempuan yang tidak bisa aku terawang dan baru saja mengalami mati suri, ternyata putri dari Kedasih. Perempuan yang pernah hadir di hatiku dan menjadi salah satu alasan aku  merencanakan rencana jahat untuk menghabisi Jaka Untara.

Dewa -- keponakanku -- yang membawanya ke sini. Mungkinkah ini takdir, untuknya balas dendam atau aku bisa memanfaatkannya. Ilmu yang aku miliki tidak ada yang turun pada anak-anakku, malah Dewa mewarisi mata batin yang mungkin saja ada keturunan dari Mbah Edam. Darah seseorang yang spesial akan membuat ilmuku lebih kuat, apalagi dia adalah putri musuhku.

Tidak sulit membuatnya datang kemari dan saat ini dia sudah berdiri di sini, di depanku. Ternyata dia boleh juga, bahkan cengkraman dedemit yang biasa aku manfaatkan pun terlepas dan berteriak.

“Dasar gila,” ujar gadis itu menghardikku.

Entah doa apa yang sedang dia ucapkan, karena dua penjagaku mulai terusik.

Bugh.

Aku terpaksa memukul tengkuknya dan dia pun tidak sadarkan diri.

“Sinta,” teriakku.

Tidak lama, pintu ruangan terbuka dan masuklah seorang wanita -- istriku.

“Iya Mas.”

“Bawa dia ke kamar. Kamar persembahan, ganti pakaiannya dan jangan biarkan siapapun masuk ke ruangan itu. Rahasiakan keberadaannya, terutama dari Dewa.”

“Baik, Mas.”

***

“Ada apa?” tanyaku membuka pintu kamar.

“Maaf Tuan, di depan ada Mas Dewa. Beliau memaksa ingin bertemu.”

“Hm, pergilah!” Sebelum aku meninggalkan kamar, aku menoleh pada Sinta. “Ingat, jangan katakan apapun.”

Sinta hanya mengangguk pelan. Ternyata bukan hanya Dewa yang ada di ruang tamu, ada Kedasih juga. Aku tersenyum tipis, mungkin kedua orang itu tidak menyadari. Terlihat wajah khawatir dari kedua orang itu.

“Pakde,” sapa Dewa yang sudah berdiri, begitupun Kedasih.

Aku hanya berdehem dan mempersilahkan mereka untuk kembali duduk.

“Ada apa, malam-malam begini menginjakan kaki ke rumahku.”

“Bajra, putriku … hilang.”

“Pakde, aku tidak tahu Vita ke mana. Bisakah Pakde lihat keberadaannya, aku juga akan cari ke lokasi proyek. Mungkin saja dia ke sana.”

“Hilang? Sejak kapan?”

Dewa dan Kedasih saling tatap.

“Saya tidak tahu kapan Vita pergi, yang jelas saya terjaga karena ketukan pintu waktu Nak Dewa datang dan Vita tidak ada di samping saya.”

Kedasih terlihat sangat khawatir.

“Jujur, semenjak dia bangun dari kematiannya. Sikapnya memang aneh, mungkin saja karena kemampuannya sudah kembali. Namun, tetap saja aneh. Bahkan semalam, saya temukan dia duduk ketakutan di luar rumah menjelang subuh.”

“Dan dia menuduhku mengirimkan makhluk gaib untuk mengganggunya.”

“Benar begitu, Bu?” tanya Dewa dan Kedasih mengiyakan. “Jadi bagaimana Pakde?”

“Pulanglah, aku akan kerjakan dari sini. Tunggu saja kabar dariku, walaupun mau ke lokasi proyek mencarinya … jangan malam ini. Besok saja.”

“Lalu, kami harus mencari Vita besok?”

“Ini sudah malam, kamu akan cari kemana?” tanyaku pada Kedasih.

“Tapi … kasihan Vita. Bagaimana kalau dia ….”

“Kedasih,” ucapku menyela ucapannya. “Pulang ke rumah dengan Dewa, aku akan cari dari sini dan kalian boleh mencari besok saat matahari sudah terlihat. Yang jelas, aku merasa kalau Vita saat ini berada dalam tempat yang aman.”

“Pakde yakin?”

“Hm, ajak dia pulang.”

Agak sulit meyakinkan Kedasih, tapi akhirnya mereka pergi. Setelah menutup pintu dan mengatakan pada penjaga rumahku agar tidak menerima siapapun malam ini, segera aku berjalan menuju ruangan yang berada di belakang rumah.

Ruang yang biasa digunakan untukku bersemedi atau menyendiri, juga persembahan untuk memperkuat ilmu dan kekuatanku. Vita, gadis itu terbaring di ranjang dengan gaun putih dengan kaki dan tangan terikat tali.

“Vita, sadarlah. Ada yang harus kamu lakukan dan tidak bisa menunggu lama, Ibumu mungkin saja akan datang lagi.”

 

Terpopuler

Comments

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝑫𝒆𝒘𝒂 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒎𝒂𝒕𝒌𝒂𝒏 𝑽𝒊𝒕𝒂 𝒅𝒓 𝑩𝒓𝒂𝒋𝒂

2024-04-25

0

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝑫𝒆𝒘𝒂 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒎𝒂𝒕𝒌𝒂𝒏 𝑽𝒊𝒕𝒂 𝒅𝒓 𝑩𝒓𝒂𝒋𝒂

2024-04-25

0

Zuhril Witanto

Zuhril Witanto

jangan mau vit

2024-04-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!