Bab 19 ~

Ibu berlari mendekat, aku menatap sekeliling dan makhluk-makhluk tadi sudah pergi. Dalam hati aku masih melantunkan doa dan mengucap syukur karena sosok-sosok tadi sudah tidak ada. Hanya terdengar binatang malam dan suara desiran angin. Bahkan semilirnya terasa amat dingin di kulit.

“Sedang apa kamu di sini?” Ibu membantuku berdiri.

“Bu, tadi ….”

“Kita masuk dulu.”

Apa yang harus aku sampaikan pada Ibu, apa beliau percaya kalau aku baru saja diganggu beberapa makhluk halus atau hantu. Bahkan ketukan pintu yang membuatku terjaga disebabkan oleh pocong.

“Kamu sebenarnya mau ke mana, kenapa tidak bangunkan ibu?” Setelah menutup pintu dan menguncinya, kami duduk berhadapan dan beliau mencecarku.

“Aku sudah panggil Ibu, tapi tidak tega bangunkan sepertinya ibu lelah. Tadi ada yang mengetuk pintu, makanya aku keluar.”

“Lalu, ada siapa?”

Aku menatap Ibu, ragu untuk mengatakan yang sebenarnya.

“Vita.”

“Tidak ada siapapun, hm maksudku tidak ada orang. Yang ada … makhluk gaib.”

“Kamu jangan bercanda Vita, ini sudah lewat tengah malam dan kamu ada di luar rumah.”

“Aku serius Bu, mereka betul ada. Aku melihatnya, kelebihan ini sudah kembali dan aku takut bu.”

Dengan runtut aku menceritakan apa yang terjadi, mulai dari suara sampai dengan kedua makhluk piaran Bajra meskipun aku tidak menjelaskan kalau makhluk tadi sepertinya kiriman seseorang.

“Ini bahaya Vit, ibu tidak bisa menjagamu sendiri. Besok Ibu akan hubungi Bapak kamu. Sekarang kita ke kamar, kamu belum pulih benar. Ayo,” ajak Ibu.

***

Rasanya kepalaku nyeri hebat, karena sejak semalam memikirkan cara memecahkan misteri kematian Ayah juga kehadiran piaraan Bajra. Setelah sholat subuh, malah aku kembali berbaring pada hal ini tidak dibenarkan.

Ibu sepertinya lebih tenang kalau aku diam dan istirahat dibandingkan banyak tingkah seperti semalam di mana aku ditemukan sedang terduduk di tanah dekat pagar. Entah jam berapa ini yang jelas perutku meronta minta di isi.

Terdengar deru mesin mobil, tidak mungkin Dewa balik lagi dan suara ibu menjawab salam. Aku beranjak turun dan hendak membuka pintu semakin lebar meskipun ada gorden, tapi gerakanku terhenti mendengar suara itu … suara Bajra.

“Kamu … Kedasih?”

“Iya. Kamu … Bajra?

“Kenapa ada di sini?”

Tunggu, Ibu kenal dengan Bajra? Apa ada yang aku lewatkan. Apalagi suara Bajra terdengar lembut, ada apa ini.

“Menemani putriku, dia belum boleh bepergian jauh. Lalu sedang apa kamu disini?” tanya Ibu lagi. Aku sebenarnya penasaran dengan interaksi mereka berdua, tapi sabar adalah kunci. Siapa tahu percakapan ini bisa membuka tabir lain untuk memecahkan misteri yang belum terungkap.

“Vita, aku harus bertemu Vita. Jangan bilang kalau ….”

“Vita itu putriku.”

“Apa?”

Srek.

Aku tidak tahan dan menyibak gorden. Posisi Ibu dan Bajra masih berdiri saling berhadapan. Keduanya menatap ke arahku, hanya wajah Ibu yang tersenyum.

“Kemari sayang,” ujarnya

“Kalau dia putrimu, berarti dia putri dari ….”

“Jaka Untara,” sahut Ibu sambil merangkul bahuku. Terlihat keterkejutan di wajah Bajra.

“Ada keperluan apa Anda kemari?” tanyaku pada Bajra dan Ibu menegur karena ketidaksopananku.

“Semalam,” ujar Bajra menjeda ucapannya.

“Ah iya, semalam piaraanmu menggangguku bahkan memanggil makhluk lain.”

“Vita, apa maksud kamu?”

Bajra terpojok, alih-alih mengakui dia malah pamit. Padahal tujuan kedatangan belum jelas. Aku langsung mengintrogasi ibu yang ternyata mengenal pria itu.

“Bu, ada kemungkinan Bajra berhubungan dengan kematian Ayah,” ujarku pelan setelah mendengar cerita mengenai Bajra dari Ibu. Mereka tidak ada hubungan yang aneh, hanya teman. Saat itu Ibu masih remaja dan tinggal pindah-pindah karena tugas Kakek, pernah sebentar tinggal di kampung sebelah dan mengenal Bajra.

“Kamu tidak boleh bicara tanpa bukti, itu namanya fitnah.”

“Ibu yakin, tidak ada yang aneh antara Bajra dan Ibu. Lihat tatapan dia ke Ibu itu, beda.”

“Kalau ibu memang tidak ada apa-apa, dulu dia memang pernah utarakan cinta bahkan ingin menikahi Ibu. Saat itu Ibu masih kelas satu SMA. Memang umur kita beda jauh, tentu saja Kakek kamu menolak. Kebetulan kami harus pindah lokasi lagi setelah itu Ibu tidak tahu kabar Bajra.”

Siang ini Ibu harus ke rumah sakit untuk menebus obat yang masih harus aku konsumsi. Sempat ragu meninggalkan aku di rumah, padahal aku ada rencana lain ketika ibu sudah berangkat. Naik ojeg pangkalan dari ujung jalan menuju kediaman Bajra.

“Disini saja Mbak, itu rumahnya,” tunjuk tukang ojek yang sudah menghentikan motornya.

Aku menatap dari jauh tempat tinggal Bajra. Rumah besar dan mewah sangat kontras dengan rumah di sekitarnya. Pria paling ditakuti di kampung ini karena kehebatannya dengan ilmu hitam dan profesi sebagai paranormal, bahkan pelanggannya pun banyak dari luar kota. Termasuk artis dan pejabat.

Berdiri di bawah pohon besar, masih memandang rumah itu. memikirkan bagaimana menyelinap ke dalam. Ponsel di saku terasa bergetar, ternyata panggilan dari Dewa. sejak semalam pria itu memang hubungi dan mengirimkan pesan, tapi masih aku abaikan.

[Vita, nanti malam aku kembali ke Kalimaya. Pengajuan diterima, sebagai ketua tim proyek. Posisi sebagai ketua tim satu digantikan oleh yang lain.]

***

“Bu,” panggilku pelan.

Padahal baru jam delapan malam, tapi Ibu sudah terlelap. Beliau kurang sehat dan tidur lebih awal. Kebetulan sekali, aku pun segera memakai hoodie dan keluar dari rumah. Jangan harap masih ada ojek, mau tidak mau aku berjalan menuju kediaman … Bajra.

Sebenarnya aku merasa aneh, selain sepi tidak ada gangguan atau penampakan. Padahal ini di kampung, masih ada pohon dan semak yang terlihat menyeramkan.

Beruntung pagar rumah pria itu tidak didesain tinggi menjulang, aku menyelinap menaiki pagar. Sepertinya area paviliun di jadikan tempat praktek, karena terlihat banyak kursi tunggu berjejer.

Suasana sepi, mungkin Bajra hari ini tidak membuka praktek. Dengan pelan aku menyelinap memasuki ruangan yang ternyata tidak terkunci. Suasana ruangan yang temaram dengan banyak ornamen dan perlengkapan kegiatan perdukunan. Aku berjalan menuju meja di mana tersedia baskom berisi air dan sebuah foto. Foto diriku …

“Akhirnya, datang juga.”

Aku berbalik, sudah ada Bajra di sana dan menutup pintu.  Berusaha tidak panik meskipun rasanya takut.

“Aku memang memancingmu untuk datang, lihat itu,” telunjuknya ke arah meja. “Itu ritual untuk mendatangkan kamu ke sini.”

“Minggir aku harus pergi.”

Srek.

Aku melangkah mundur, karena tiba-tiba kedua makhluk gaib piaraan Bajra sudah berada di hadapanku. Untuk kekuatan, tentu saja pria itu lebih hebat tidak sebanding denganku yang tidak memiliki kemampuan apapun hanya mata batin.

“Suruh mereka pergi atau aku bacakan doa untuk mengusir mereka!”

Bajra terkekeh lalu menghampiriku, posisi kami sangat dekat. Wajahnya menatap tajam dan … tubuhku tidak bisa digerakan.

“Kamu ….”

“Putri dari Jaka Untara,” ujarnya mengulurkan tangan dan mengusap kepalaku. Tentu saja aku tidak bisa menghindar, entah apa yang dilakukan oleh Bajra karena tubuhku terasa kaku dan sulit digerakan. “Kamu tahu, darah dari musuh adalah obat terbaik. Darah keturunan dari Jaka Untara,” ujarnya lalu terkekeh.

Terpopuler

Comments

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝑽𝒊𝒕𝒂 𝒄𝒆𝒓𝒐𝒃𝒐𝒉 🤦‍♀️🤦‍♀️🤦‍♀️

2024-04-25

0

A B U

A B U

lanjut

.

2024-03-20

1

Syahrudin Denilo

Syahrudin Denilo

ayo semangat Vita baca ayat kursi sekalian kursi digebukin ke sibarja

2024-03-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!