Part 3 ~ Meninggal

“Ayo mbak, lompat lagi.”

Aku kembali ancang-ancang lalu melompat sambil mengulurkan tangan dan tidak berhasil. Sedangkan di pojok lift ada sosok membelakangiku, rambutnya panjang dan pakaiannya lusuh.

“Coba lagi mbak!" teriak petugas yg masih mengulurkan tangan.

“Ka … vita.”

Aku bergidik mendengar suara dari sosok itu, sangat lirih dan membuatku bergidik ngeri. Perlahan dia menolehkan kepalanya. Tidak ingin melihat wajah yang aku duga menyeramkan. Segera aku berpegangan pada pegangan stainless dan berusaha menaikinya agar tanganku bisa diraih oleh petugas yang akan mengeluarkanku dari lift.

Akhirnya salah satu tanganku tercapai oleh mereka. Perlahan aku ditarik, tapi kenapa tubuhku terasa tertarik lagi ke dalam .

“Jangan!” teriak karena sosok itu menarik kedua kakiku. Tubuhku seperti mainan, kedua tangan ditarik petugas sedangkan kaki ditarik oleh sosok itu. “Mas, tolong keluarkan aku.”

Tubuhku semakin tertarik ke bawah, membuatku menjerit dan berteriak.

“Hei lepaskan aku.”

Sosok itu memeluk kedua kakiku juga … Ali. Wajah Ali menyeringai dan ….

“Ikut aku Vita. Sekarang atau nanti sama saja, kamu akan … mati.”

“Tidak!!!”

“Hahh.”

Aku beranjak duduk dengan nafas terengah seperti habis maraton, keringat terasa membasahi punggung bagian tubuh lain. Padahal dingin dari AC sangat terasa di kulit, tapi aku berkeringat.  Ternyata hanya mimpi. Mimpi yang membuat aku lelah dan tampak seperti nyata.

“Vitaaa.”

Bukan hanya teriakan saja tapi ketukan pintu, membuatku harus segera turun dari ranjang .

“Sebentar Bu.”

Pintu aku buka lalu mengusap keringat yang ada di leher dan dahi. Ibu menatapku heran lalu membuka pintu lebar-lebar seakan mencari sesuatu.

“Kenapa dikunci? Nggak biasanya begini, kamu keringatan begitu … habis ngapain?”

“Ck, apa sih bu. Aku baru bangun.”

Ibu kembali menatap dan menunjuk wajahku. “Kamu nggak mandi ya? Itu maskara belepotan gitu. Astaga Kavita, kamu perempuan masa jorok sih.”

Mengabaikan ejekan Ibu, aku menuju toilet. Sebelum mengguyur  tubuh dengan air, mematut wajah di cermin. Seakan ada yang berdiri di belakangku dan terasa hembusan di tengkuk. Tidak ingin membuat suasana lebih mencekam, segera aku berada di bawah shower dan menikmati guyuran air.

Mengenakan celana jeans denim dengan kaos putih yang sangat pas di badan lalu dilapisi kemeja flanel, lengkap dengan sneakers dan ransel. Ibu memandangku saat menuruni anak tangga dan menunjuk meja makan.

“Kamu kenapa?” tanya Ibu, seakan tahu apa yang aku rasakan.

Tidak mungkin aku katakan dengan jujur semalam terjebak di lift, merasa ada yang mengikuti entah itu kasat mata atau tidak. Bahkan mimpi buruk yang seakan begitu nyata. Ibu terlalu khawatir dengan keadaanku, sangking khawatir malah sering tidak peduli.

Aku yatim dan ibu sudah menikah lagi bahkan memiliki seorang anak laki-laki. sudah tiga tahun ini, Bapak Estu -- Ayah sambungku -- pindah kerja di daerah Bogor, Ibu dan adikku tentu saja diboyong ke sana. Aku masih bertahan di Jakarta dengan alasan pekerjaan. Zaman sekarang memang sulit cari kerja, jadi sementara aku tetap bertahan.

“Habiskan!” titah Ibu meletakan sepiring nasi goreng. Masih berasap dan aromanya menggugah selera, dengan toping bakso dan telur.

Tatapanku mengarah pada, galon dan dispenser yang terletak di lantai.

“Itu kenapa Bu? Kok pecah?”

“Semalam waktu ibu datang, mau minum kesenggol lalu jatuh.”

“Semalam … jam berapa?”

“Jam berapa ya, tengah malam kayaknya. Ibu mau lihat kamu eh kamar malah dikunci.”

Halah, ternyata bunyi semalam itu kejadian ini. Memang benar segala sesuatu itu bisa dijelaskan secara logika. Aku sudah menduga yang aneh-aneh, bisa penjahat bahkan juga setan.

“Vit, di kantor baik-baik saja ‘kan?” tanya Ibu sudah duduk di hadapanku.

Hanya menjawab dengan mengangguk beberapa kali karena mulutku sibuk mengunyah. Satu hal yang pasti, feeling seorang ibu itu kuat. kejadian semalam sepertinya dirasakan oleh Ibu, itulah yang membuatnya khawatir.

“Bu, nasi goreng buatan ibu … juara,” ujarku memberikan dua jempol ke arahnya setelah piringku kosong dan meneguk hampir setengah isi gelas. “Aku jalan ya Bu, kalau mau ke sini ya kasih tahu Bu.”

“Eh, tunggu.”

Ransel sudah aku gendong bahkan sudah berdiri, saat ibu menahan kepergianku. Ibu mendekat dan mengusap bahuku.

“Vita, masih merasa ada yang ganggu atau mengikuti kamu?” tanya Ibu membuatku menghela nafas. “Sewaktu-waktu, bisa saja mata batin kamu terbuka lagi. karena dulu, hanya ditutup sementara. Kemampuan yang kamu miliki itu bawaan sejak lahir, tidak bisa dibuang apalagi ditolak. Bisa jadi kemampuan itu bermanfaat bukan hanya untuk dirimu, tapi juga orang lain.”

“Iya Bu, semoga saja Vita kuat kalau sudah waktunya.”

***

Sampai di kantor, aku bergegas melewati lobby. Lift semalam yang bermasalah masih belum bisa digunakan, aku mengantri lift yang lain. Saat berada dalam lift, ada yang membicarakan kejadian semalam, tanpa tahu akulah yang tokoh utama insiden tersebut.

“Serem deh, jadi takut kalau mau lembur,” ujar seorang perempuan setelah menghubungkan kejadian lift bersamalah dengan kejadian mistis.

“Serem gimana? Masalah lift karena alat yang rusak, mana ada urusan dengan dunia gaib.”

Rasanya ingin aku toyor kepala para penggosip ini, membahas sesuatu yang mereka tidak saksikan dan diberi bumbu sana sini. Beruntung sudah tiba di lantai tujuanku.

“Permisi, mbak,” ujarku agar mereka memberi jalan.

Memasuki ruangan, aku dihampiri oleh teman satu divisi -- Narsih. Bahkan Narsih langsung memeluk tubuhku.

“Ya ampun Vita, untung lo selamat,” ujar Narsih dan Ria mengusap punggungku.

“Alhamdulillah, masih dilindungi. Lagi pula liftnya hanya macet bukan terjun bebas ke basement.”

“Heh, jangan bilang begitu. Waktu semalam heboh insiden lift mati, aku membayangkan adegan lift terhempas seperti di film Pengabdi S3tan.”

“Itu karena kamu yang kebanyakan nonton film,” seru Ria menyela ucapan Narsih.

“Gaes, kita mau takziah kapan?” tanya Evan lalu menatapku dan menepuk bahuku pelan

“Takziah ke mana ya?” Aku balik bertanya sambil menatap yang lain.

“Kamu nggak tahu?” tanya Ria heran.

“Nggak,” jawabku sambil menggelengkan kepala.

“Takziah ke tempat Ali, dia meninggal semalam,” ujar Dewa yang sudah berada di antara kami. “Semalam jam sembilan, Ali kecelakaan waktu arah pulang.”

“Hahh.” 

Terpopuler

Comments

cookie_23

cookie_23

Ali...Omaygat gak nyangka ternyata yang ngajak pulang itu Ali *Maksudnya pulang ke alam lain*

2024-04-22

0

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝒋𝒂 𝑨𝒍𝒊 𝒅𝒂𝒉 𝒎𝒆𝒏𝒊𝒏𝒈𝒈𝒂𝒍 😱😱😱

2024-04-25

0

Zuhril Witanto

Zuhril Witanto

bita ini anaknya yang di massa itu ya

2024-04-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!