Part 9 ~ Dia Tidak Selamat

Pov Dewa

 

Vita, Kavita. Sejak aku ditunjuk menjadi ketua Tim satu untuk proyek KLM khusus mengerjakan desain dan pembangunan tata lingkungan sebuah resort, gadis itu mencuri perhatianku. Sifatnya yang cuek, berani dan cerdas juga cantik bahkan mudah merespon dan menerima arahan menambah plus ketertarikanku.

Malam itu aku dalam perjalanan pulang setelah pertemuan semua ketua tim KLM, ada kabar buruk kalau salah satu karyawan terjebak di lift. Perasaanku tidak enak, karena di grup chat sempat membicarakan mereka akan lembur.

Saat aku hubungi kantor untuk menanyakan siapa karyawan yang terjebak, gambar cctv keadaan di lift pun aku terima. Ternyata Vita. Segera aku putar balik dan kembali ke kantor, sampai di lobby tepat evakuasi berhasil dilakukan. Bersyukur Vita selamat, tapi ada yang aneh. Aku melihat sosok Ali, tepatnya arwah Ali dengan kemampuan melihat makhluk tak kasat mata. Bahkan saat aku mengantarkan Vita pulang, sosok itu ikut serta. Tidak lama aku mendapatkan kabar kalau Ali mengalami kecelakaan dan meninggal.

Ada keistimewaan lain dari Kavita … auranya.

Kami berada di Kalimaya, lokasi proyek. Kejadian aneh yang lagi-lagi dialami Vita. Tengah malam dia berada di luar rumah, dengan alasan ada yang memanggil. Aku melihat sosok itu, hantu wanita. Sepertinya kelebihan dari Vita menjadi ketertarikan bagi makhluk gaib, anehnya Vita bukan seorang indigo.

Kali ini aku dibuat takut bukan main, dia berdiri di tempat yang menurutku berbahaya.  Aku sudah memanggilnya untuk kembali.

“Hati-hati, cepat kemari,” titahku masih berusaha tenang agar dia tidak panik.

Yang membuatku jengkel Evan malah berjalan lebih dulu dan Vita tertinggal di belakang. Teriakan gadis itu membuatku panik, Vita terpeleset dan terjerembab.

“Vita, tetap di sana,” teriakku lalu mencari jalan untuk mendekat ke arahnya. Dari jauh aku lihat dia berpegangan pada sesuatu. Tinggal beberapa meter ke tempatnya, Vita kembali berteriak karena yang menjadi pegangan ternyata dahan yang regas.

Aku melihatnya terperosok dan berguling. Posisi aku dan Evan tidak memungkinkan untuk mengejar. Kami menyaksikan tubuh itu terbentur, tersangkut bahkan terhempas dan terhenti menghantam batu.

“Evan, panggil yang lain. Minta bantuan,” ujarku lalu berusaha turun.

Terjal dan curam, dua hal yang bisa digambarkan mengenai area di mana Vita terjatuh. Aku berteriak menyebut namanya, berharap dia menjawab. Hening, hanya suara teriakan dariku yang terdengar juga langkah dan teriakan tim lain. Bisa dipastikan Vita tidak sadarkan diri.

“Pelan-pelan.”

Rasa bersalah sudah membayangi di benakku. Bagaimana tidak, sebagai ketua tim aku tidak bisa menjaga keselamatan anggota. Hanya keajaiban dan karunia Tuhan yang bisa menyelamatkannya. Tubuhku gemetar melihat darah dan luka di tubuh Vita. Luka di kepala, wajah, kaki dan perutnya.

“Vita … kamu dengar suaraku Vit?”

“Tandunya, pindahkan ke tandu.”

“Pak Dewa, minggir dulu. Biar Vita dipindahkan,” seru Evan menyadarkan kebingunganku.

Agak lama membawa tandu ke atas, karena lokasi evakuasi. Lebih dari satu jam prosesnya, belum lagi kami harus menunggu ambulance. Narsih yang melihat kondisi Vita berteriak dan histeris. Kacau, bukan hanya situasi yang kacau. Kami semua yang berada dalam tim, terlihat kacau.

***

Narsih terisak saat kami menunggu di depan UGD. Semua proses pemeriksaan dan tindakan medis yang disarankan aku setujui. Berkali-kali aku mengusap wajah, meski dalam hati terus berdoa. Evan mondar mandir menghubungi kantor pusat dan menghubungi keluarga Vita.

“Pakde,” gumamku lalu mengeluarkan ponsel dan menghubungi Pakde yang memang tinggal di daerah ini.

“Ha-lo.”

“Hm, ada apa Le. Kenapa suaramu bergetar,” balas Pakde ku di ujung sana.

“Temanku,” ujarku lirih dan tidak sanggup melanjutkan kata-kata.

“Kenapa dengan temanmu?”

“Dia .. kecelakaan. Lukanya parah, apa pakde bisa bantu?”

“Kamu percaya pada Pakdemu ini? Bukannya kamu tidak percaya dengan masalah klenik dan ….”

“Tolong, kali ini tolong aku.”

“Siapa nama temanmu?”

Aku menghela pelan lalu menyebutkan nama Vita. Terdengar suara seperti berbisik, tidak jelas apa yang diucapkan. Sepertinya Pakde sedang mengucap doa atau mantra, entahlah.

“Gelap.”

Aku terkesiap, tiba-tiba terdengar suara Pakde berkata gelap. Apa maksudnya? Apa langit yang gelap atau ….

“Dia tidak akan selamat, tapi …..” Aku menjauhkan ponsel dari telinga, membaca betul kontak yang tertera di layar. Tidak biasanya pria itu mengumpat padaku.

“Pakde?”

“Bahaya Le, dia berbahaya. Pakde tidak bisa membantunya, ikhlaskan saja temanmu akan pulang.”

Panggilan berakhir, ini yang aku tidak percaya dengan masalah klenik dan perdukunan. Padahal Pakde tidak melihat kondisi Vita, tapi menyimpulkan kalau gadis itu tidak akan selamat.

“Keluarga pasien Vita Ressa.”

Aku bergegas ke arah suara, bukan hanya aku tapi Narsih dan Evan juga. Seorang dokter menghampiri kami lalu menepuk pundakku. Dia diam dan menghela nafas. Ah, sebenarnya ada apa? Apa ada biaya yang harus kami bayar agar mereka lakukan yang terbaik untuk Vita.

“Kami sudah lakukan yang terbaik, kondisi nona Vita saat tiba di sini sangat parah. Maaf, Nona Vita tidak selamat dia sudah tidak ada.” 

Terpopuler

Comments

Sekar Sekar

Sekar Sekar

jangan" musuh ayah nya vita

2024-04-18

0

Zuhril Witanto

Zuhril Witanto

apa pakdenya dewa bajra

2024-04-30

0

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝒎𝒂𝒔𝒂 𝑽𝒊𝒕𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒎𝒆𝒏𝒊𝒏𝒈𝒈𝒂𝒍

2024-04-25

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!