Part 11 ~ Kesempatan Kedua

Pov Vita  

 

Aku tidak paham, sebenarnya ada apa denganku. Yang aku ingat, tadi siang terpeleset lalu terjatuh. Rasanya masih aku ingat, rasa sakit itu bahkan sangat sakit. Namun, hal yang aneh adalah aku melihat tubuhku. Tidak berdaya dan berdarah-darah. Dewa berteriak dan terus memanggilku, padahal aku berdiri di belakangnya. Yang lebih menakutkan, suaraku tidak mereka dengar dan sentuhanku seakan bisa menembus tubuh orang-orang ini.

Lalu aku dikafani, kenapa mereka setega itu padaku. Apa memang aku sudah mati? Tapi, ini aku. Masih bisa melihat kalian. Ibu, aku melihatnya menangis. Beliau tidak pernah terlihat sedih dan selalu ceria, tapi kali ini aku lihat dia sangat sedih. Sepertinya aku memang sudah mati. Lihat saja, orang-orang ini mengelilingi tubuh yang sudah terkafani dengan wajah muram.

Aku tidak berani berada di dalam rumah, tidak sanggup melihat diriku terbujur kaku di sana. Lalu kenapa arwah ini masih kelayapan, mungkinkah aku gentayangan. Semakin malam, orang yang menemani jenazahku semakin sedikit. Hanya ada Dewa, Bapak dan seorang yang sedang mengaji. Aku takut, sangat takut. Apalagi ada beberapa sosok makhluk menyeramkan mendekati jenazahku. Entah apa yang mereka lakukan, seperti berebut masuk ke dalam tubuh kaku itu. Tiba-tiba kepalaku terasa sakit, bahkan mulutku sampai berteriak dan beristighfar. Suara lantunan ayat suci seakan menarikku dan menghempas ke jenazahku sendiri.

Sumpah, ini rasanya gerah dan sesak. Pantas saja, ternyata aku diikat. Entah apa maksudnya aku sampai diikat begini. Dingin sekali, bahkan sangat dingin. Aku menoleh, ada Dewa di sana. Menatap heran padaku, seperti ketakutan. Padahal tadi siang aku lihat dia menangis karena aku tidak sadar.

“Pak Dewa, tolong aku ….”

“Hidup lagi, jenazahnya hidup lagi.”

Bukannya menolong, mereka malah berteriak. aku bahkan sampai menangis karena sulit bergerak.

“Vita, kamu benar Vita?”

“Bukan Pak, saya bukan Vita tapi  Aril Tatum. Ya Vita lah Pak, ini kenapa saya diikat?”

“Astagfirullah. Pak, ini Vita sadar. Eh, hidup lagi. Aduh apalah namanya,” ujar Dewa lalu mendekat ke arahku. Terlihat dia sibuk membuka tali pengikat tubuhku.

“Vita, kamu hidup lagi?”

Sumpah, kalau berhasil lepas dari ikatan ini rasanya Evan harus aku toyor. Bukannya bantu Dewa, dia malah bertanya hidup atau mati.

“Ada apa ini?”

“ibu,” ujarku lirih sambil merengek.

“Vi-ta.”

“Vita hidup lagi, Bu," ucap Bapak masih berdiri belum berani mendekat.

“Bu … tolong Vita.”

“Eh, tunggu dulu. Jangan dibuka,” teriak Ibu saat Dewa sudah berhasil melepas semua ikatan di tubuhku. “Pak, kain,” titah Ibu.

Dewa langsung bergeser mundur, mempersilahkan Ibu mendekat dan langsung menutup tubuhku dengan kain. Aku baru sadar kalau di balik kain kafan ini, tubuhku tel4njang. Saat pintu rumah ditutup, Ibu dengan cekatan melepaskan kafan dan kapas yang ada di tubuhku. Lalu memakaikan aku dengan piyama.

Tangis kami pecah, saat ibu memeluk tubuhku. Lalu Bapak  masuk, begitupun Dewa dan diikuti semua orang. Semua yang ada di sini, seakan menatapku aneh. aku pun masih shock dengan apa yang aku alami, yang aku yakini adalah Tuhan masih sayang denganku dan ini adalah kesempatan kedua aku menikmati hidup.

“Apa yang kamu rasakan nak?” tanya Ibu sambil mengusap wajahku lalu mengelus kepalaku dan meraba luka. Ya, luka. Aku merasa luka-luka di tubuhku ini terasa sakit.

“Aku … bingung Bu.”

Tidak lama Evan datang bersama seorang pria, seorang dokter. Pria itu memeriksa keadaanku dan bertanya banyak hal.

“Sebaiknya, dibawa lagi ke rumah sakit untuk pemeriksaan ulang. Karena dari penjelasan Mbak Vita dan luka-luka di tubuhnya masih terasa sakit. Apalagi cedera yang ada di kepala, cukup parah.”

“Kita bawa sekarang?” tanya Ibu.

Aku menggelengkan kepala, lalu memeluk ibu.

“Besok pagi saja, sepertinya Mbak Vita masih shock. Ada baiknya biarkan dia istirahat, jangan dijejali dengan banyak pertanyaan dulu.”

Setelah kepergian dokter, Dewa mendekat.

“Vita, aku senang kamu kembali. Maaf karena tidak bisa menjaga keselamatanmu,” ujarnya lirih.

“Bukan salah Pak Dewa, tapi memang sudah takdir.”

“Vita.”

Aku dan dewa menoleh, di pojokan Narsih duduk memeluk kedua lututnya. Sejak tadi dia tidak berani mendekat, takut denganku yang sudah mati tapi hidup lagi.

“Tidak apa Narsih, Vita sudah kembali,” ujar Dewa.

Ibu dan Bapak membawaku ke kamar, aku dipaksa untuk istirahat. Berbaring bersama Ibu, tangannya memelukku. Tidak lama ibu terlelap, mungkin karena lelah dan lega aku sudah kembali. Namun, aku tidak bisa memejamkan mata karena takut setelah aku terpejam mata ini tidak lagi mau terbuka.

Akhirnya kantuk itu datang, aku menguap. Jam dinding sudah menunjukan pukul tiga pagi. sebentar lagi subuh. Sayup-sayup masih terdengar suara obrolan. perlahan mataku terpejam dan ….

Srek.

Suara itu membuatku mengerjap. Seperti suara langkah, aku pikir ibu tapi bukan karena ibu masih terlelap di sampingku. Kembali mataku perlahan terpejam dan ….

Srek.

Terdengar lagi suara itu, dari bawah ranjang. Mungkin saja tikus, tapi aku penasaran. Karena suaranya semakin terdengar.

Srek Srek.

Mirip cakaran kuku di sebuah kayu atau papan. Perlahan aku beranjak duduk lalu melongokkan kepala. Jantungku berdetak agak cepat, bahkan tanganku gemetar. Bertumpu pada pinggiran ranjang, perlahan aku mengintip ada apa di bawah ranjang.

Tepat di kolong ranjang dengan bantuan pencahayaan ponsel ada sosok yang sedang mencakar-cakar bawah dipan. Dia menoleh dan .....

"Aaaaaa."

Terpopuler

Comments

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝒔𝒌𝒏𝒈 𝑽𝒊𝒕𝒂 𝒃𝒊𝒔𝒂 𝒅𝒏𝒈𝒏 𝒋𝒆𝒍𝒂𝒔 𝒍𝒊𝒂𝒕 𝒔𝒆𝒕𝒂𝒏

2024-04-25

0

Zuhril Witanto

Zuhril Witanto

bikin serem nih vita

2024-04-30

0

A B U

A B U

mati suri pengalaman yg tak pernah terlupakan

2024-03-20

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!