Bab 8 ~ Jatuh dan Celaka

“Pak Dewa.”

“Sedang apa kamu?”

“Itu ….” Ternyata sosok tadi berdiri di depan pintu pagar sudah tidak ada. “tadi ada yang datang pak, makanya saya mau bukakan pagarnya.”

“Masuk,” titah pria itu. aku pun kembali ke beranda dan masuk ke rumah. Dewa sempat menatap sekitar sebelum akhirnya menutup pintu dan menguncinya kembali.

“Vita, itu tadi berbahaya. Ini tengah malam dan kamu mau keluar rumah.”

“Sumpah pak, ada yang ketuk pintu dan tadi orang itu menangis di depan pagar.”

“Apa pernah kamu berpikir kalau sosok itu bukan manusia?”

Ini maksud Dewa apa sih? Yang tadi kalau bukan manusia, terus apa dong. Setan? Sumpah pertanyaan Dewa tidak bisa aku jawab.

“Secara logika, mana ada yang ingin bertamu malam-malam begini dan untuk apa dia menangis di depan pagar. Bahkan aku tidak melihatnya.”

“Mungkin saja … dia kabur waktu melihat bapak datang.”

Dewa berdecak, dia seperti tidak menyukai apa yang aku katakan. Malah mendekat dan menatap ku, membuat aku mundur satu langkah.

“Pak Dewa ….”

“Apa kamu seorang indigo?”

Indigo, apalagi ini. Yang aku tahu indomi3 atau indihom3. Refleks aku menggelengkan kepala.

“Ada hal yang perlu kamu tahu,” ungkap Dewa lalu menunjuk kursi. Kami pun duduk bersebrangan, aku penasaran dengan hal yang perlu aku ketahui menurut pria itu.

“Kejadian kamu terjebak di lift dan mengatakan ada Ali bersamamu, aku melihatnya.”

“Serius Pak? Jadi aku nggak mengada-ada ya, karena itu memang Ali,” ujarku pelan bahkan agak berbisik, agar tidak membangunkan Evan dan Narsih.

“Aawalnya aku tidak percaya, tapi waktu kita di basement dan di Mobil. sosok itu ikut dan mengikutiku kamu. Aku tahu itu bukan Ali, bisa saja jin yang menyerupai Ali. Makanya aku matikan ponsel kamu, karena setelah itu pasti ada informasi berita duka tentang dia.”

“Jadi … yang aku lihat memang bukan Ali yang sebenarnya?”

Dewa hanya mengedikan bahu.

“Yang jelas aku tahu itu bukan manusia dan tadi ….” Dewa menjeda ucapannya. “Ada makhluk tak kasat mata yang sedang mengintai kamu atau mungkin mengawasi.”

“Masa sih Pak?”

“Makanya aku tanya kamu indigo atau bukan, biasanya aura seorang yang punya kemampuan berbeda akan memancing makhluk lain untuk menunjukan keberadaannya.”

“Bapak bisa lihat mereka?” 

Dewa mengangguk.

“Kenapa mereka mengganggu saya,” ucapku penasaran dan lagi-lagi Dewa hanya mengedikan bahu.

“Sudahlah, kembali ke kamarmu. Jangan bahas ini dengan yang lain, hanya akan membuat mereka takut dan jangan lakukan hal seperti tadi.”

***

Drama pagi hari, Narsih mendadak sakit perut dan tidak bisa ikut ke lokasi. Dewa memutuskan Narsih staf di ruangan bersama tim admin yang lainnya. Pagi ini Ibu sudah dua kali mengirim pesan dan menghubungiku, isinya sama dengan kemarin. Menanyakan kabar juga nasehat agar hati-hati.

Area yang akan dijadikan resort adalah daerah perbukitan dan sudah dibuat rata bahkan patok dan pondasi sudah mulai dibuat. Dewa menunjukan area yang akan dijadikan taman dan sarana lain yang masuk ke dalam job desk tim kami.

“Vita, hati-hati,” ujar Dewa sebelum meninggalkan aku dan Evan karena menemui pimpinan tim lain.

Aku mengabadikan area yang akan menjadi dasar untuk aku mendesain. Sebenarnya sudah hampir jadi, tinggal penyesuaian saja. Dewa mengajak kami ke lokasi untuk memikirkan kemungkinan lain yang mungkin saja menghambat pembangunan.

“Sebelah sana agak curam, tapi pemandangannya bagus. Kelihatan pantai,” seru Evan dan membuatku tertarik untuk ke tempat tersebut.

Fokus pandangan aku dan Evan teralih pada dua orang pria menghampiri kami. Salah satunya pria paruh baya.

“Oh, Pak Dewa,” sahut Evan karena kedatangan pria itu mencari Dewa.

Evan menjelaskan dan menunjukan di mana Dewa berada, aku hanya diam dan sesekali membuang pandangan karena pria paruh baya itu menatap dengan menelisik, membuatku tidak nyaman. Bukan tatapan kurang ajar, tapi tatapan mengintimidasi.

“Mereka siapa?” tanyaku pada Evan.

“Entah, tapi dari si bapak itu kayak paranormal ya. Lihat aja pakaiannya.”

“Van, kita ke sana.”

“Jangan Vit, bahaya.”

“Aku perlu lihat batasannya, siapa tahu bisa untuk bahan revisi desain aku.”

“Tapi ….”

Tidak peduli dengan larangan Evan, aku tetap berjalan menuju tebing. Tetap menjaga jarak dengan batasan yang hanya memakai police line agar para pekerja berhati-hati.

“Van, kayaknya bisa kita tambahkan spot foto di terus di sebelah sana,” ujarku sambil melangkah ke kiri agar mendapat pijakan yang lebih kuat.

“Hei. Vita,” panggil Dewa.

Aku dan Evan menoleh.

“Vit, kita balik kesana.”

Posisi Evan memang agak jauh dariku. Panggilan Dewa membuatku urung melanjutkan dan akan membicarakan ide tadi langsung saja.

“Hati-hati, cepat kemari,” ujar Dewa lagi.

Tentu saja aku sudah hati-hati. Mencari pijakan untuk kembali dan sesuatu terasa merayap di leherku. Tanganku meraba, ternyata ulat bulu. Karena panik aku berteriak dan tidak menyadari apa yang aku pijak.

Srett.

“Aaa.” Aku terpeleset dan terjerembab.

Terdengar teriakan Dewa dan Evan. Aku berusaha bangun dan meraih sesuatu sebagai tumpuan.

"Vita, tetap di sana." Suara Dewa, tapi aku masih fokus memegang sisa batang pohon yang sudah ditebang.

"Hahh." Perlahan aku berdiri, tapi naas batang pohon yang aku pegang regas dan patah.

"Aaa." Aku kembali terjerembab dan berguling.

Rasanya sakit dan perih karena bagian tubuhku menggores dan terbentur entah apa. Teriakan Dewa dan Evan tidak sekeras tadi, artinya aku sudah berguling ke bawah agak jauh dari tempat tadi.

"Ibu," jeritku lalu ... Brak. tubuhku terhantam sesuatu dan rasanya sakit, lalu semuanya gelap.

Terpopuler

Comments

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝒂𝒑𝒂 𝒅𝒊 𝒔𝒊𝒏𝒊 𝑲𝒂𝒗𝒊𝒕𝒂 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒂𝒍𝒂𝒎𝒊 𝒎𝒂𝒕𝒊 𝒔𝒖𝒓𝒊 🤔🤔🤔

2024-04-25

0

A B U

A B U

next

2024-03-20

1

Syahrudin Denilo

Syahrudin Denilo

mati deh Vita

2024-03-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!