Part 10 ~ Tolong Aku

Masih Pov Dewa

Insiden yang dialami Kavita sudah aku sampaikan pada keluarganya. Ayah Kavita hanya diam dan sesekali mengangguk pelan ketika aku bercerita, berbeda dengan ibunya yang menangis histeris sejak dia datang ke rumah sakit. Proses pemandian jenazah termasuk mengkafani sudah selesai dilakukan.

“Kita makamkan di sini saja,” ujar Ibu Vita.

“Bu, banyak kerabat dan rekan Vita di Jakarta. Sebaiknya kita bawa ke sana saja.”

“Tidak. Kita makamkan di sini, besok pagi.”

Aku dan Evan hanya saling tatap mendengar keputusan Ibunda Vita. Meskipun awalnya tidak sepakat, Ayah Vita akhirnya setuju. Tidak ada kerabat di daerah ini, akhirnya tempat menginap kami dijadikan rumah duka. Menunggu esok hari, di sholatkan lalu pemakaman.

Tentu saja proses izin dengan pemilik rumah tidak mudah. Namun, akhirnya paham kalau kondisi jenazah Vita tidak mungkin dibawa jauh. Menjelang maghrib jenazah itu tiba di rumah. Beberapa rekan dari tim lain yang kebetulan ada di lokasi ikut hadir di rumah duka.

Sempat mencuri dengar kalau Vita akan dimakamkan dekat dengan makam Ayahnya yang berada di daerah ini juga. Sangat tidak terduga. Berarti pria yang menamni Ibu Vita adalah bapak sambung.

Narsih menemani Ibu Vita yang terlihat begitu sedih, air mata wanita itu seakan tidak henti mengalir. Kami bergantian membaca surah yasin dan akan berlangsung sampai pagi. Hanya ada aku, orangtua Vita dan Narsih di ruang tamu, rekan yang lain termasuk Evan berada di beranda rumah.

“Ibu sebaiknya istirahat,” ujarku. “Narsih temani ibu di kamar.”

“Tidak apa, Ibu di sini saja. Kasihan Vita, dia sendirian. Kedinginan,” sahut wanita itu dengan suara lirih sambil mengusap air matanya.

Hal wajar ketika ada seseorang yang meninggal dunia akan menjadi kabar buruk dan kesedihan bagi orang terdekatnya. Aku pun sangat kehilangan gadis ini. Ditambah insiden kecelakaan itu terlihat oleh mataku.

Ayah Vita sedang melantunkan surah yasin, aku sempat menguap karena lelah dan kantuk. Ternyata sudah hampir tengah malam, sayup-sayup suara rekan kami yang berada di luar mulai tidak terdengar. Sepertinya sudah tertidur.

Narsih sudah berbaring tidak jauh dari Ibu Vita duduk. Aku pun sudah bergeser dan bersandar pada meja karena kami duduk di lantai beralas karpet. Kursi dan meja tamu, sebagian digeser dan dipindah keluar.

“Eh jangan semua tidur, harus ada yang menjaga almarhumah. Apalagi ada kucing tuh, jangan sampai masuk,” entah siapa yang berucap. Yang jelas aku menyandarkan kepala dan mulai terpejam.

“Nak Dewa.”

“Iya bu,” sahutku langsung terjaga dan mendekat ke arah Ibu.

“Ibu mau tanya, apa akhir-akhir ini Vita ada kejadian aneh atau terlihat bertingkah aneh?”

Tentu saja tidak ada, dari semua anggota tim Vita adalah sosok yang paling masuk akal dan tidak neko-neko. Jadi masalah aneh sangat tidak terbukti apalagi terbayangkan.

“Tapi Vita sempat mengalami kejadian … mistis.”

“Kejadian mistis?”

“Iya.” Aku menceritakan kejadian di lift bersama sosok Ali juga kejadian kemarin malam di mana Vita akan keluar karena mendengar namanya dipanggil.

“Vita tidak cerita,” ujar wanita itu.

Semakin malam suasana semakin dingin bahkan kantuk semakin mendera. Aku sudah menghabiskan dua gelas kopi sejak tiba di rumah. Saat ini sudah bergantian lagi yang melantunkan surah yasin. Rasanya masih tidak percaya kalau Vita sudah tiada, sempat menaruh hati pada gadis itu tapi harus pasrah karena Tuhan lebih sayang padanya.

“Lagi-lagi aku menguap dan berbaring hanya berjarak dua meter dari jenazah Vita. Ayah sambung Vita sudah terlelap di atas kursi dekat pintu kamar. aku mengeratkan jaket yang kupakai karena cuaca malam di daerah ini cukup dingin.

Beruntung Narsih berhasil mengajak Ibu Vita ke dalam kamar. terdengar suara pintu perlahan tertutup, aku tidak peduli karena sejak tadi memang merasakan ada penampakan makhluk tak kasat mata meskipun di luar rumah.

“Eh, kucing,” ujar Evan membuatku beranjak duduk. Evan yang beiri di depan pintu memegang gelas kosong menunjuk kucing yang duduk tidak jauh dari kepala jenazah.

“Aish.” Aku mengusir kucing itu yang malah berlari mengelilingi jenazah.

Jujur saja, aku mengusir kucing ini bukan karena keyakinan kalau jenazah dilompati kucing akan bangkit lagi. Melainkan karena tidak terlalu menyukai hewan itu. Saat kucing itu berhasil melewati pintu, Evan bahkan mengusirnya lebih jauh.

Kembali berbaring bahkan kali ini aku berbaring mirip menghadap kaki jenazah, rasa kantuk sudah mendera. Sayup-sayup aku masih terdengar lantunan surah yasin, lalu … tunggu. Kakinya bergerak. Aku mengucek mataku memastikan apa yang aku lihat barusan itu benar.

Tiba-tiba aku bergidik dan detak jantungku berdetak kencang membayangkan jenazah itu bangkit dan melompat lompat seperti yang pernah aku lihat di film horor. Ternyata hanya halusinasiku saja. Kembali mencari posisi nyaman dan kedua tangan dilipat di dada agar lebih hangat.

Vita, semoga kita bertemu di dalam mimpi. Aku ingin minta maaf karena tidak bertanggung jawab akan keselamatanmu, ucapku dalam hati.

Srek srek.

Shittt aku beranjak duduk, karena melihat lagi pergerakan di bagian kaki jenazah. Sungguh yang aku lihat itu nyata. Yang aku lihat bukan lagi gerakan di kaki, tapi juga tangan yang dilipat di atas perut.

“Ibu ….”

“Astagfirullah.” Aku memekik karena mendengar suara … Vita.

Entah siapa rekanku yang sedang melantunkan ayat, dia pun mundur ke belakang dan terdiam. Kami sempat saling tatap lalu menjerit bersama ketika jenazah itu membuka mata.

“Aaaaa.”

“Hidup … dia hidup.”

“Ibu ….” Kali ini suara itu terdengar lebih jelas karena setengah berteriak, tubuh jenazah itu bergerak semakin tidak karuan seakan ingin melepaskan diri dari ikatan kain kafan.

“Ada apa ini?” tanya suami Ibu Vita.

“Itu …. “ aku menunjuk ke arah jenazah yang masih bergoyang dan kami serentak kembali berteriak ketika salah satu ikatan akhirnya lepas lalu jenazah itu berusaha memiringkan tubuhnya.

Teriakan itu membangunkan orang-orang yang tertidur di beranda dan masuk ke rumah untuk mencari tahu. Aku menunjuk ke arah jenazah dan perlahan mendekat. Mata itu benar-benar terbuka, bahkan menoleh saat menyadari keberadaanku.

“Pak Dewa, tolong aku ….”

“Hidup lagi, jenazahnya hidup lagi.” Entah siapa yang berteriak karena aku tidak sanggup bicara apalagi berteriak. Lidahku rasanya kelu ketika kami bertatapan, aku dan … Vita.

Terpopuler

Comments

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝒌𝒂𝒏 𝒋𝒖𝒅𝒖𝒍𝒏𝒚𝒂 𝒎𝒂𝒕𝒊 𝒔𝒖𝒓𝒊 𝒋𝒅 𝒈𝒂𝒌 𝒎𝒖𝒏𝒈𝒌𝒊𝒏 𝑽𝒊𝒕𝒂 𝒎𝒆𝒏𝒊𝒏𝒈𝒈𝒂𝒍𝒌𝒂𝒏

2024-04-25

0

A B U

A B U

lanjv

2024-03-20

1

Syahrudin Denilo

Syahrudin Denilo

wah mantap nih tambah seru ceritanya lanjut thor

2024-03-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!