Part 5 ~ Ganguan di Lift (Lagi)

“Ya ampun Mbak, kenapa malah teriak?”

Perlahan aku membuka mata dan menoleh ke belakang. Ternyata Bang Opik, office boy. Saat tadi mendengar langkah semakin dekat, aku memejamkan mata dan terasa tepukan di bahu. Itulah yang membuatku berteriak.

“Bang Opik ngagetin tau nggak. Udah kayak di film horor tahu. Lampu kedap-kedip, mana lift masih jauh eh, dikagetin.”

“Mbak Vita juga aneh, udah tahu rekannya ada yang meninggal malah sendirian di sini. Semua  yang kerja di lantai ini pulang tepat waktu mbak,” ungkap Opik. “Mereka takut diganggu,” ujar Opik lirih.

“Diganggu siapa?”

“Diganggu setan lah Mbak, masa diganggu saya," jawab Opik.

“Loh, itu liftnya berhenti di lantai tiga belas mbak. Kok nggak jalan-jalan sih,” seru Opik sambil menunjuk layar di atas pintu lift dan berhasil membuatku ketar-ketir … lagi.

“Mungkin ada yang naik,” ujarku dengan tatapan mengarah pada layar itu.

Jujur ini sangat aneh, sudah terlalu lama lift berhenti di lantai tersebut. Apa mungkin macet lagi. Lift yang di ujung masih belum bisa digunakan setelah insiden semalam.

“Bang Opik.”

“Mbak.”

Kami berucap serempak saat lift akhirnya bergerak dan sudah berada di lantai dua belas. Sampai di lantai sebelas, lalu sepuluh dan tidak lama lagi ….

“Aku duluan mbak,” teriak Opik menuju tangga darurat.

“Bang,” panggilku saat lift sudah tiba di lantai tempatku berada. Lantai sembilan dan lalu terbuka. Dengan tubuh agak gemetar masih memeluk ransel, perlahan pintu terbuka lebar dan … kosong.

Aku menelan saliva, ragu untuk melangkah. Apalagi kejadian semalam agak-gak membuat trauma. Anehnya pintu tidak tertutup padahal sudah cukup lama terbuka dan aku belum melangkah masuk.

“Ibu, gimana ini?” gumamku pelan.

Aku merasa ada yang aneh dan di dalam lift tidak kosong. Hanya saja tidak terlihat oleh mata biasa. Di saat begini, ingin sekali kemampuan mata batinku kembali. Menurut cerita Ibu, mata batin yang aku miliki sudah bawaan lahir. Karena sering sakit saat melihat makhluk tak kasat mata, akhirnya mata batinku ditutup itupun hanya sementara. Ada waktunya kelebihan ini akan kembali lagi.

“Liftnya kosong dan tidak ada apapun.” Aku membatin untuk menguatkan dan memberanikan diri.

Saat hendak melangkah, perlahan pintu lift tertutup.

“Eh.”

Srek.

Aku menoleh, ada seseorang menutup sensor pintu mengakibatkan pintu terbuka lagi. Pria itu sudah berada di dalam lift dan menekan tombol agar pintu tetap terbuka, aku pun bergegas ikut masuk. Paling tidak ada orang lain mengurangi rasa takutku.

“Kamu sendirian, apa tidak takut?” tanya pria disebelahku.

“Iya, takut sih,” jawabku sambil memakai ransel yang sejak tadi aku peluk.

“Kalau takut kenapa malah sendirian.”

Suara itu terdengar begitu lirih, aku hanya melirik tanpa menoleh. Sepertinya dia menundukan wajah, kalau diingat-ingat aku tidak mengenai orang ini. Mungkinkah karyawan baru. Berharap segera tiba di lower ground.

“Kalau takut kenapa malah sendirian.”

Pria itu masih berujar yang sama kali ini suaranya lebih … lirih membuat bulu kuduk merinding. Perlahan aku menoleh, pria itu terlihat terkekeh pelan. masih dengan wajah menunduk.

“Bapak … kenapa?” tanyaku terbata.

Bukan menjawab, sekarang dia terisak lalu menangis.

“Aku ….” Dia tidak melanjutkan kalimatnya dan masih menangis. Perlahan aku menghadap ke arahnya, tanganku terulur untuk menyentuh bahunya. Tangisnya terhenti. Tangannya menyentuh tanganku yang masih berada di bahunya, terasa dingin.

“Lepaskan tangan saya,” ujarku saat tanganku sulit untuk aku tarik seakan dicengkram erat. “Bapak punya masalah apa sih?” tanya masih berusaha menarik tangan yang masih menempel di bahunya.

“Masalahku … kamu!” teriak pria itu dan wajahnya menoleh ke arahku.

“Aaaaaaa.” Aku berteriak kencang melihat wajahnya. Kedua bola matanya putih dan ada lingkaran hitam di bawah mata dengan bibir dan wajah pucat.

Tanganku terlepas dan aku bergerak mundur. Aku yakin dia bukan manusia.

“Buka!” teriakku sambil memukul pintu lift dengan dengan kedua tangan. Sungguh hal tidak berguna, tapi saat ini aku sedang ketakutan. Tentu saja tidak bisa berpikir dengan baik.

“Kamu mengganggu kami …..”

“Pergi!” teriakku sambil memejamkan mata dan terus memukul pintu lift.

Tiba-tiba pintu terbuka dan aku terjerembab ke lantai.

“Mbak.”

Terdengar langkah kaki, aku pun dibantu berdiri. Petugas keamanan dan entah siapa mungkin sesama karyawan sepertiku.

“Mbak kenapa?”

Kepalaku menoleh ke belakang menatap ke dalam lift dan ternyata kosong. Tidak ada bapak tadi yang … menyeramkan.

“Nggak pa-pa.”

“Yakin mbak?” tanya petugas keamanan.

Aku mengangguk pelan lalu menuju sofa yang ada di lobby. Duduk bersandar sambil mengatur nafasku, mencoba berpikir secara logika kejadian tadi apakah nyata atau mistis. Pandanganku tetap menatap ke arah lift. Setelah ini aku tidak akan berani masuk lift … sendirian.

Terdengar dering ponsel yang berada di saku celana. Ternyata panggilan dari Ibu.

“Ya Bu.”

“Kamu di mana?”

“Masih di kantor.”

Hening, tidak ada suara.

“Bu ….”

“Cepat pulang ya, ada yang ingin ibu ceritakan.”

Sepertinya yang akan ibu sampaikan cukup penting. Aku pun beranjak untuk pulang. kali ini aku akan ceritakan kejadian semalam dan yang baru saja aku alami, rasanya mulai tidak masuk akal.

Terpopuler

Comments

cookie_23

cookie_23

Kavita mah sukanya gitu...udah disuruh pulang bareng malah ngeyel lembur gantian ada sesuatu yg janggal takut

2024-04-22

0

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝒂𝒚𝒐 𝑲𝒂𝒗𝒊𝒕𝒂 𝒄𝒆𝒓𝒊𝒕𝒂 𝒂𝒋𝒂 𝒌𝒆 𝒊𝒃𝒖 𝒎𝒖 𝒕𝒆𝒏𝒕𝒂𝒏𝒈 𝒌𝒂𝒎𝒖 𝒚𝒈 𝒌𝒆𝒏𝒂 𝒎𝒖𝒔𝒊𝒃𝒂𝒉 𝒅𝒊 𝒍𝒊𝒇𝒕

2024-04-25

0

A B U

A B U

next

2024-03-20

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!