" Semua tidak ada yang perlu dikhawatirkan pak Bima. Salep nya dioleskan tiga kali sehari dan obat nyerinya hanya boleh diminum bila terasa nyeri saja." pesan dokter setelah memeriksa luka-luka Maura dan Bima.
"Hanya luka di hidung anda yang butuh perhatian lebih. Usahakan jangan terbentur atau kena hantaman lagi dalam waktu dekat ini. Ada trauma tulang hidung sedikit." jelas Dokter.
"Tapi tidak pengaruh apa-apa kan dok bisa pulih sediakala kan?" beberapa pertanyaan khawatir meluncur cepat dari bibir Maura.
Bima menggenggam tangan Maura. "Tidak apa-apa Maura kamu dengar sendiri tadi kata Dokter. Betul kan dok?" Bima berusaha meyakinkan Maura bahwa ia baik-baik saja.
Dokter pun tersenyum ramah dan mengangguk tanda setuju dengan ucapan Bima.
Dalam hati Bima merasa senang,ternyata Maura mengkhawatirkan dirinya bukannya itu tanda dia peduli padaku? pikir Bima.
"Baiklah Dokter terima kasih bantuannya." Bima mengulurkan tangannya dan kemudian pamit.
"Mama!!" tiba-tiba mahluk kecil lucu berlari menghampiri Maura.
"Haii sayang, kok kamu ada disini?" Maura mengendong buah hatinya dengan perasaan bingung.
"Angga bersamaku Maura." Prilly datang menghampiri Maura dan Bima.
"Prilly?? Kenapa kamu dan Angga disini? Angga sakit?" Maura panik dan langsung memeriksa suhu tubuh anaknya.
Prilly dan Bima bertukar pandang sejenak.
"Bima." Bima mengulurkan tangan dan memperkenalkan diri.
Prilly pun menyambut uluran tangan Bima. "Prilly." sahut Prilly singkat.
"Terima kasih ya, sudah bawa Angga kesini." ucap Bima.
Maura semakin tidak mengerti dan menatap Bima bingung. "Ada apa ini sebenarnya? Bim, ada apa?" tanya Maura bingung.
"Aku sengaja menelepon Prilly, aku tahu dari Lina sekertaris aku kalau kalian bersahabat. Aku ceritakan kondisi kamu saat ini dan aku minta tolong padanya untuk membawa Angga kepadamu. Aku ingin malam ini kalian tidur di Apartemen aku.Sudah lama aku tidak menempatinya tetapi aku kira cukup layak dan bersih untuk kalian tinggal," jelas Bima.
Bima menoleh ke arah Prilly,"Tolong malam ini temani Maura ya." Bima memohon pada Prilly.
"Siap pak Bima." sahut Prilly.
"Bima saja Pril. Biar lebih enak pertemanan kita." ucap Bima datar.
"Kamu tidak perlu repot-repot begini Bim, aku pulang saja.Aku tidak apa-apa kok. Dokter tadi kan---" kalimat Maura terpotong.
"Iya memang tidak ada yang serius dengan luka kamu saat ini.Tapi aku tetap tidak bisa membiarkan kamu pulang dan bertemu Reno lagi malam ini. Aku tidak mau kamu disiksa dia lagi." ucap Bima serius.
Maura memberikan Angga pada sahabatnya."Titip Angga sebentar."
Prilly paham maksud Maura.Ia pun segera menggendong Angga dan berjalan menjauh dari perdebatan Maura dan Bima.
"Please Maura malam ini saja. Kamu, Angga dan Prilly tidur di Apartemen aku. Aku tidak bisa tenang kalau aku membiarkan kamu pulang malam ini. Aku takut Reno kembali berlaku kasar padamu.Aku tidak rela.Nanti kalau keadaan sudah aman, Reno sudah tenang, baru kamu kembali pulang ke rumah." ungkap Bima menggenggam kedua tangan Maura erat.
"Bim, tidak ada jaminan Reno tidak berlaku kasar kembali.Dia suami aku, aku sangat kenal dirinya.Justru kalau malam ini aku tidak pulang. ia pasti akan berpikir macam-macam tentang kita." ungkap Maura.
Mendengar penjelasan Maura entah kenapa ada rasa nyeri yang mengiris hatinya.
"Baiklah, terserah kamu. Siapa lah aku, aku hanya sahabat yang merasa tidak tenang kalau kamu pulang ke rumah malam ini.Tapi, kalau menurut mu tidak apa-apa, Aku tidak punya hak untuk melarangmu.Selamat malam.Jaga diri baik-baik." Bima memandang Maura dengan tatapan sedih. Menepuk bahu Maura lalu melangkah pergi.
"Bim .. Bima!" panggil Maura.
Maura sangat tahu apa yang dirasakan oleh Bima.
Bima tetap melangkah pergi dengan perasaan kecewa sekaligus khawatir.
"Maafkan aku Bim," ucap lirih Maura.
Sepanjang perjalanan pulang Maura hanya termenung diam. Pikirannya melayang pada ungkapan cinta Bima padanya.
Sesungguhnya ia pun merasakan hal yang sama dengan yang dirasakan oleh Bima.
Tetapi mengingat statusnya saat ini, membuat Maura merasa tidak berani berharap banyak. Air mata mengalir begitu saja saat mengingat semua kebaikan Bima padanya.
"Maafkan aku Bim, aku tidak bisa membuatmu bahagia."batin Maura.
"Kenapa kamu harus datang disaat aku sudah ada yang memiliki.Aku sayang kamu, tapi aku sadar aku tidak mungkin bisa memilikimu.Dan kita tidak mungkin bisa bersama." tangis Maura.
"Maura kita sudah sampai." Prilly mengingatkan Maura kalau mereka sudah sampai di rumah Maura.
Maura bergegas menghapus air matanya,"Oh iya. Terima kasih Pril. Maaf hari ini aku merepotkan mu." ucap Maura sambil menggendong Angga.
"Kamu ini ngomong apa sih. Kita ini sahabat, sudah seharusnya kita saling menolong.Kenapa sih tadi kamu menolak tawaran Bima? Menurut aku, Bima benar lebih baik kamu jangan pulang ke rumah dulu. Tunggu Reno dalam keadaan tenang. Takut nya ---" Prilly sedikit ngeri membayangkan kebrutalan Reno.
Maura hanya bisa menundukkan kepalanya dan sesekali mencium anaknya yang lucu dalam gendongannya.
"Kenapa sih kamu tidak cerai saja?Kamu berhak mendapatkan suami yang jauh lebih baik dari Reno." ungkap Prilly.
"Tidak segampang itu Pril. Ada keluarga besar, yang harus kita pikirkan juga perasaannya."
"Keluarga besar?? Gila! Yang merasakan kekasaran Reno itu kamu! Yang menderita lahir batin itu kamu Maura, bukan keluarga besar kamu dan dia! Pikirkan mental Angga juga. Kasihan dia kalau harus melihat ibunya dihajar terus oleh papanya." Prilly tidak habis pikir dengan jalan pikiran Maura.
"Ma..." Angga menggeliat terbangun sejenak.
"Iya sayang, kita sudah sampai kok. Mbak Tini tolong tas nya!" Maura meminta Tini untuk membantu nya membawakan tas perlengkapan Angga.
"Aku ke dalam dulu ya Pril. Mau tidurkan Angga." Lalu Maura pun melangkah masuk bersama Tini dan Angga yang masih dalam gendongannya, ke dalam rumahnya yang masih tampak gelap gulita tanda tidak ada seorang pun di rumah.
Setelah menunggu beberapa saat dan terlihat rumah Maura dalam keadaan aman tidak ada keributan. Prilly pun meninggalkan halaman rumah Maura.
.............
Di tempat yang berbeda.
Dalam keadaan kecewa berat dan sedih Bima pulang ke rumah. Tidak disangka kedatangannya telah di tunggu oleh kedua orangtuanya.
Mendengar mobil Bima memasuki halaman rumah, Kedua orang tuanya yang tadi gelisah dan mondar mandir di ruang tengah menunggu kedatangannya, kini bertukar pandang lalu bergegas menyambut sang putra.
Tapi setelah melihat putra mereka turun dari mobil dengan wajah seperti sedang mengalami beban berat, kedua orang tua Bima mengurungkan niatnya untuk mengajak anaknya itu membicarakan perjodohan dirinya dengan Tania.
"Sepertinya Bima sedang ada masalah ma." selidik ayah
Bima.
"Hidung Bima pa..., kenapa hidungnya?" tanya ibu Bima khawatir.
"Coba papa ajak bicara Bima, mungkin ia mau menceritakan masalahnya pada papa." ucap mama khawatir.
"Hai Bim, baru pulang kamu? Kenapa hidung kamu nak?" ayah Bima mencoba membuka percakapan saat Bima melewati mereka.
"Tidak apa-apa pa, bukan hal yang serius. Cuman kejeduk saja tadi di kantor. Maaf, Bima capek. Bima langsung ke kamar ya." ijin Bima pada kedua orangtuanya.Lalu ia memeluk dan mencium kedua orang tuanya bergantian.
"Kamu kenapa nak? Sepertinya ada sesuatu yang menganggu pikiranmu." pancing mama Bima.
"Maaf ma, Bima belum bisa cerita. Ada beberapa hal yang tidak bisa Bima jelaskan begitu saja saat ini. Dan juga perasaan yang tidak bisa Bima ungkapan ke semua orang.Bima saat ini lebih memilih untuk menyimpannya sendiri dulu, untuk Bima pribadi. Boleh ya ma, pa." jelas Bima lalu ia pun melanjutkan langkahnya menuju ke kamarnya dengan langkah gontai.
Kedua orang tua Bima, hanya bisa menatap punggung Bima dan saling bergandengan tangan. Menerka-nerka permasalahan apa yang sedang dihadapi putra semata wayang mereka.
..................
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments