Sore itu menjadi hari bersejarah bagi Bima, ada perasaan lega di hatinya. Rasa yang selama ini ia pendam akhirnya berhasil ia ungkapkan walaupun belum seperti yang ia harapkan.
Bima mencoba menetralkan suasana dengan memesan beberapa minuman dan makanan lagi.
"Bim,kamu yakin bisa menghabiskan ini semua?" tegur Maura.
"Ya kan ada kamu." senyum Bima membuat Maura salah tingkah.
"Yang benar saja kamu, lambung wanita tidak sebesar lelaki." sahut Maura sambil menyeruput kopi susu pesanannya.
"Pasti bisa, kan ada aku.Selama ada kamu dan aku, percayalah semua bisa kita atasi bersama.Tuh lihat kamu masih terus memamahbiak kan ?" Bima tertawa senang melihat wajah Maura yang tersipu malu.
"Ih kamu. Ya sudah aku gak jadi bantuin." Maura pura-pura ngambek dan menaruh kembali roti bakar yang baru saja ia gigit secuil.
Bima masih terus tertawa. detik berikutnya ia terdiam memandangi wajah Maura yang begitu mempesona baginya.
"Maura..."
Mendengar suara Bima yang tiba-tiba bernada serius.Maura pun mencoba memandang wajah Bima.
Deg
Ditatap intens dengan sorot mata yang tajam oleh Bima, terasa langsung menusuk jantungnya membuat jiwa Maura lepas sesaat dari raganya. Seakan tubuhnya melumer di hadapan Bima.
"Apakah bila saat ini kamu tidak terikat pernikahan dengannya, kamu bisa mencintaiku?" tanya Bima sambil terus menatap Maura lekat seolah mencari jawaban pasti dalam kedua mata Maura.
Tidak sanggup lagi menatap Bima, Maura mengalihkan pandangannya.
Perlahan Bima meraih tangan Maura."Apakah kau juga merasakan hal yang sama denganku?" Bima masih terus mencoba menyelidiki hati Maura yang terdalam.
Tanpa disadari Maura menganggukkan kepalanya.Lalu mengalir lah sesuatu yang hangat di kedua pipinya.
Menyadari anggukan kepala Maura, pertanda ia juga mencintai dirinya.Bima membelalakan matanya tak percaya tetapi perasaan bahagia menyelimutinya.
"Benarkah Maura, kamu juga mencintaiku?"
Maura semakin menundukkan kepalanya."Bagaimana mungkin aku tidak mencintaimu Bima, semua yang kau lakukan padaku membuatku merasa nyaman dan aman. Aku bahkan tidak tahu apakah aku bisa hidup sekuat dan se-percaya diri seperti saat ini dalam menghadapi semua keruwetan hidup aku bila tanpa kamu disisiku." ucap lirih Maura.
Bima menggenggam erat kedua tangan Maura dan menciumnya dengan penuh perasaan. Ada perasaan bahagia mengetahui cintanya tidak bertepuk sebelah tangan. Walaupun ada tembok besar yang menghadang cinta mereka.
"Terima kasih Maura," Bima mencium kening Maura.
"Aku janji aku akan selalu menjaga dan melindungi kamu dan Angga.Mungkin saat ini kita belum bisa bersama tetapi aku yakin suatu saat nanti --"
"Ada apa dengan suatu hari nanti?" Tiba-tiba Reno duduk diatas meja dan mendekatkan kepalanya di tengah-tengah Bima dan Maura.
"Reno!" Maura terkejut
"Iya ini aku, Reno suami kamu. Masih ingat?" sindir Reno pada Maura.
Maura menelan saliva nya, lalu berdiri dihadapannya."Kamu ini kenapa sih? Kenapa tidak bisa berlaku baik dan sopan?"
"Hmm, sopan katamu? Sopan pergi berdua ke kafe bersama istri orang, itukah maksud kamu?" Reno menyeringai di depan wajah Bima.
"Dengar ya, aku tidak mau cari ribut. Cuman satu pesan aku jangan sakiti dan berlaku kasar pada wanita. Aku pamit." lalu Bima berdiri dan berjalan menjauh dari Maura dan Reno.
"Wahh sang putri ditinggal pergi pangerannya." sindir Reno pada Maura.
"Kamu gila Reno!" Maura pun hendak melangkah pergi. Tiba-tiba tangannya ditarik paksa secara kasar dan tubuhnya pun di pojokkan ke dinding.
"Apa kamu bilang, gila?" Reno mendekatkan wajahnya ke wajah Maura.
"Dengar ya Maura, kamu adalah milikku dan sampai kapanpun tetap milikku. Tidak ada seorang pun selain aku yang bisa memilikimu.Termasuk CEO kesayanganmu itu." ucap geram Reno. Dengan brutal Reno berusaha mencumbu istrinya.
Maura terkejut bagaimana mungkin Reno bisa berbuat seperti itu di depan umum. Dengan segala cara, Maura berusaha menghindar dan menolak, tetapi apalah daya tenaga Reno jauh lebih kuat darinya.
Melihat perlawanan Maura, Reno semakin emosi ia menarik paksa Maura keluar dari kafe tersebut lalu menampar berulang kali dan menghajarnya di lapangan parkir.
Tidak jauh dari situ, Bima yang sengaja tidak langsung pulang karena ia merasa khawatir terjadi sesuatu pada Maura sehingga ia menunggu di dalam mobilnya untuk meyakinkan bahwa Maura dalam keadaan aman. Terkejut dan ada perasaan tidak terima saat melihat perlakuan Reno tersebut.
Ternyata apa yang ia khawatir kan terjadi. Ia melihat Maura diseret paksa Reno keluar kafe dan menghajar Maura berkali kali dan semua itu ia saksikan sendiri dari dalam mobilnya.
Awalnya ia tidak percaya se-en teng itu tangan suami Maura menghajar istrinya. Untuk beberapa detik Bima terkejut dan terdiam membeku. Detik kemudian tanpa pikir panjang lagi ia keluar dari mobil dan berlari menyelamatkan Maura.
"Hei hentikan!" Bima berlari dan berusaha menghentikan Reno dari emosi gilanya.
Melihat Bima berusaha menyelamatkan Maura, Reno semakin emosi dan berbalik menghantam Bima. Akhirnya terjadilah perkelahian hebat.
"Hentikan! Cukup ! Reno! Bima hentikan!" teriak Maura panik.
Mengetahui bos mereka terlibat perkelahian. Beberapa anak buah Bima pun berdatangan ke lokasi dan menjauhkan Bima dari kebrutalan emosi Reno.
Setelah perkelahian diambil alih anak buahnya.Bima segera menghampiri Maura.
"Ayo ikut aku!"Bima menggenggam tangan Maura erat.
Maura hendak menolak tapi tatapan intens dengan sorot mata tajam Bima yang seolah tersirat tidak ingin ada penolakan darinya.Membuat Maura tak banyak bicara dan mengikuti langkah Bima.
Bima membawa Maura ke dalam mobil Bima yang lain. "Ke Rumah Sakit pak!" perintah Bima pada sopirnya.Lalu mobil pun melaju ke Rumah Sakit meninggalkan kafe.
.......................
Di sepanjang perjalanan menuju Rumah Sakit, Bima tidak pernah melepaskan pelukannya. Ia terus memeluk dan mencium luka-luka di wajah Maura berharap dengan ciumannya bisa meringankan rasa sakit Maura.
Hati Bima terasa hancur melihat orang yang dikasihinya terluka karenanya.
"Sabar ya, sebentar lagi kita sampai.Pak lebih cepat lagi!" perintah Bima pada sopir pribadinya dengan suara serak menahan emosi.
"Aku tidak apa-apa Bima.Lihat hidung kamu berdarah kamu yang lebih membutuhkan dokter bukan aku." Maura membersihkan darah yang mengalir dari hidung Bima.
"Maafkan aku .... aku telah membuatmu masuk ke pusaran masalah rumah tangga aku." ucap lirih Maura.
Tanpa di duga Bima mendaratkan sebuah ciuman hangat di bibirnya sekaligus membungkam Maura agar tidak mengkhawatirkan dirinya. Bagi Bima sudah wajar bila seorang lelaki membela dan melindungi wanitanya.
Maura hanya bisa terdiam pasrah ada perasaan hangat yang tiba-tiba menyelimuti perasaannya.
Maura merebahkan kepalanya di dada Bima dan menikmati kenyamanan yang selama ini tidak pernah ia dapatkan dari suaminya.
............
Di kediaman keluarga Airlangga.
Terlihat Pak Sigit Airlangga ayah Bima, turun dari mobil dengan wajah yang susah ditebak.
Melihat suaminya pulang dengan wajah lesu, sang istri tahu ada sesuatu yang serius yang menjadi pikiran suaminya.
Segera ia berjalan ke dapur dan membuat kopi kesukaan suaminya.
Lalu ia pun menghampiri sang suami yang sedang melepas sepatu dan merebahkan tubuhnya di sandaran sofa sambil memijit kepalanya untuk mengurangi beban pikirannya.
"Ini pa, diminum dulu kopinya." ibu meletakan kopi di meja.
Terdengar hembusan napas pak Sigit seolah ingin menumpahkan beban pikirannya melalui hembusan napasnya.
"Ma..., Bima sudah pulang?"
"Belum. Ada apa pa?" Bu Sigit mencoba membaca raut wajah suaminya.
"Setahu mama, Bima sudah punya kekasih belum?"
"Memangnya ada apa pa?" tanya ibu Bima sambil memicingkan matanya berusaha mencari tahu maksud dan arah pembicaraan sang suami.
Pak Sigit akhirnya menceritakan kalau Herman sahabat karibnya, ayah Tania, yang mereka tahu selama ini sangat menyukai Bima bahkan selalu mengejar Bima walaupun Bima selalu menghindari nya. Siang tadi mengutarakan keinginannya untuk menjodohkan anak mereka dengan Bima. Namun, ada satu rahasia besar yang membuat Pak Sigit merasa terjebak dalam situasi yang rumit.
Tania, tanpa sepengetahuan ayahnya, ternyata sudah hamil dan tidak diketahui siapa ayah dari janin yang dikandungnya. Untuk menutupi aib keluarga, pak Herman, mengusulkan pernikahan antara Bima, anak Pak Sigit, dengan Tania. Sebagai imbalan, sahabatnya itu menawarkan tiga perempat sahamnya kepada Bima. Keuntungan finansial yang sangat besar itu cukup menggoda, namun ia tak bisa mengabaikan perasaan anaknya.
"Bagaimana menurut mama?" tanya pak Sigit.
"Bima harus menikahi Tania yang sedang hamil?" tanya ibu Bima setengah tidak percaya dengan pendengarannya.
Pak Sigit mengangguk pelan.
"Tiga perempat saham pak Herman sangat berarti di dunia bisnis tapi---" ucap bingung pak Sigit.
"Mama rasa Bima tidak akan setuju pa." kepala Bu Sigit pun tiba-tiba merasa pusing mendengar apa yang disampaikan suaminya.
Bagaimana mungkin Bima harus bertanggung jawab atas apa yang bukan perbuatannya.Dan ia akan mempunyai cucu yang tidak diketahui siapa ayah kandungnya.Bu Sigit benar-benar merasa pusing dan lemas mendengarnya.
Terlebih lagi yang meminta adalah pak Herman sahabat suaminya sekaligus penolong keluarga mereka saat mereka dulu pernah mengalami kesulitan ekonomi.Sepertinya susah untuk menolaknya.Batin Bu Sigit bergolak memikirkan permintaan pak Herman tersebut.
"Lebih baik kita tunggu Bima saja pa, kita sampaikan pada Bima sehalus mungkin." usul Bu Sigit.
"Yaah, sepertinya kita memang harus menunggu Bima.Tapi bagaimana pun juga Herman adalah penolong kita waktu kita dulu bangkrut." sahut pak Sigit berusaha mengingatkan jasa sahabatnya itu pada keluarga nya.
.................
Ikuti terus kelanjutannya...
jangan lupa Like dan komennya 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments