Bima dan Maura keluar dari ruang rapat perusahaan dengan senyum puas di wajah mereka. Bima, sebagai CEO perusahaan, sangat terkesan dengan ide-ide brilian yang telah disumbangkan oleh Maura pada saat rapat perusahaan tadi. Dia yakin bahwa ide-ide tersebut akan membawa peningkatan signifikan pada presentase penjualan tahun ini.
"Kerja bagus, Maura. Aku sangat suka dengan ide mu tadi. Sederhana tapi mahal." senyum puas dan bangga kembali tersungging di bibir Bima.
"Terima kasih pak. Saya lega kalau bapak suka dengan ide sederhana saya tadi." ujar Maura sambil menerima uluran tangan Bima.
"Hmm. sudah aku bilang kalau hanya kita berdua panggil aku Bima saja. Bukannya kita sahabat?" Bima mengingatkan kembali apa yang pernah mereka janjikan.
Maura tersenyum samar, "Maaf Bim."
Bima tersenyum penuh pengertian.
"Duh senyuman itu." pikir Maura.
"Kenapa dengan perasaanku ini kenapa jantung aku jadi berdetak cepat. Tidak .. tidak... ini tidak boleh terjadi." Maura memukul kepalanya berusaha menyadarkan diri dari lamunannya.
Bima yang melihat Maura memukul kepalanya dengan sigap merenggut tangan Maura."Hentikan Maura ada apa denganmu? Kamu sakit?" Dengan wajah khawatir Bima berusaha membaca raut wajah Maura.
Pipi Maura mendadak memerah karena malu."Oh tidak apa-apa Pak ... eh Bim, aku hanya sedikit pusing." jelas Maura mengalihkan pembicaraan.
"Yakin?"
"Iya, yakin seratus persen i am okay." sahut Maura meyakinkan Bima
"Baiklah, oh ya bagaimana kalau kita makan siang bersama untuk merayakan ide cemerlang kamu tadi. Dan aku harap kamu tidak menolaknya." ajak Bima sambil menatap penuh harap.
Maura pun tertawa melihat raut wajah penuh harap Bima.
"Lantas apalagi yang harus aku jawab kan kamu sendiri tadi yang bilang aku tidak boleh menolak." sahut Maura sambil menahan tawa.
"Yes! let's go. Thank you Maura." Dengan senyuman lebarnya Bima sangat senang sekali akhirnya bisa makan siang bersama Maura.
Dari awal, Bima telah menyimpan perasaan khusus untuk Maura, dan momen ini menjadi kesempatan baginya untuk mengungkapkan rasa terima kasih atas kerja keras dan dedikasinya pada perusahaan secara lebih pribadi.
Mereka berdua pun kini menuju restoran favorit Bima, ia menelpon resepsionis restauran favoritnya dan telah memesan tempat dengan pemandangan yang menakjubkan.
Sepanjang perjalanan menuju parkiran mobil, mereka berbicara tentang ide-ide tadi dan berbagi tawa yang penuh kegembiraan. Bima merasa bahagia karena bisa berbagi waktu dengan orang yang begitu cerdas dan berbakat seperti Maura.
Namun, saat Maura hendak masuk ke dalam mobil yang telah Bima bukakan pintunya, kejutan tak terduga terjadi. Tangan Maura tiba-tiba dicekal erat oleh seorang pria berpostur kekar yang muncul begitu saja. Ternyata, pria itu adalah suami Maura, Reno.
Ketegangan langsung terasa diantara mereka. Maura mencoba menjelaskan situasi, namun Reno nampaknya tidak bersedia mendengar. Pada titik ini, suasana menjadi semakin panas. Reno, dengan ekspresi marah, melontarkan pertanyaan-pertanyaan tajam kepada istrinya.
Bima, mencoba menenangkan situasi, berusaha menjelaskan bahwa ajakannya makan siang hanyalah sebagai tanda apresiasi atas kerja keras Maura. Namun, percakapan tersebut malah memicu kemarahan Reno.
"Kamu kira aku buta! Hei bung, aku tahu niat kamu terhadap isteri aku. Kamu menginginkannya bukan?" seru Reno dengan suara lantang.
"Reno cukup! " Maura berusaha meredam keadaan. Ia merasa malu pada Bima dengan perilaku kasar Reno.
"Jangan mimpi! Aku tidak akan pernah melepasnya sampai kapanpun. Maura milikku! Ingat itu! Jangan pernah mimpi kamu bisa memilikinya!" ucap tajam Reno pada Bima.
"Kamu mabuk Reno! Cukup kataku.!" Maura benar-benar malu dengan sikap Reno pada Bima.Ia berusaha menjauhkan tubuh Reno dari Bima.
Pertengkaran semakin memanas, dan hampir saja mencapai titik puncak ketika Reno melangkah maju dengan niat hampir menampar.Karena Maura terus menghalangi Reno mendekati Bima.
Bima, tanpa berpikir panjang, cepat tanggap untuk melindungi Maura, menghadang tangan Reno dengan keputusan tegas.
Kembali suasana tegang melanda, dan ketiganya terdiam sejenak. Bima menatap tajam ke arah Reno, sementara Maura mencoba menenangkan suaminya dengan kata-kata lembut. Konflik di antara mereka membuat rencana makan siang yang semula penuh kegembiraan berubah menjadi ketegangan yang tak terduga.
"Jangan pernah perlakuan wanita dengan kasar! Apalagi kau bilang dia istri mu. Itu bukan sikap laki-laki tapi pengecut.!" ucap lirih Bima di dekat telinga Reno terdengar tajam.
"Jangan ikut campur urusan kami. Dia istriku aku berhak atas dia." sahut Reno.
"Dan dia pegawai terbaik aku. Aku bos nya aku juga berhak melindunginya." ucap Bima dengan ketus.
Mereka berdua saling adu pandang dalam emosi masing-masing. Lalu Reno menarik tangan Maura untuk menjauhi Bima dan mengajaknya pulang.
"Ikuti motor yang membawa Maura. Pastikan Maura dalam keadaan baik-baik saja.Bila ada sesuatu yang gawat cepat hubungi aku!" perintah Bima pada anak buahnya.
Bima hanya bisa memandang punggung Maura yang ditarik paksa suaminya untuk pulang.
Hatinya terasa sakit sekali, ingin rasanya menghajar suami Maura yang memperlakukan Maura dengan begitu kasar.
Lamunannya membawa ke cerita Maura saat masih di desa terpencil waktu itu.Bahwa ia terpaksa menyendiri disana karena ingin menyembuhkan perasaannya dari trauma rumah tangga yang ia alami.
Saat itu Bima samasekali tidak menyangka bahwa trauma yang dialami Maura itu berupa kekerasan dalam rumah tangga.
Tanpa disadarinya tangan Bima mengepal, ingin sekali menahan Maura dan melindunginya tetapi ia sadar siapa dirinya, bagaimana pun juga untuk saat ini, suaminya lebih berhak atas Maura.
Karena itu Bima hanya bisa menyuruh anak buahnya memata-matai Reno. Bila sampai kekerasan terjadi pada Maura, ia tidak segan-segan untuk melaporkan pada yang berwajib. Bima bertekad untuk melindungi pujaan hatinya itu dengan caranya sendiri.Mengingat saat ini hubungan mereka hanya sebatas bos dan karyawan. Atau sahabat semata.
................
Di tempat yang terpisah.
Tania, gadis yang tergila-gila pada Bima, anak konglomerat sahabat ayah Bima. Yang biasa hidup dalam kemewahan sebagai anak konglomerat, mendapati dirinya dalam situasi sulit yang tak terduga.
Suatu hari, setelah beberapa Minggu pulang dari clubing, Tania mendapati dirinya hamil tanpa mengetahui siapa ayah kandung dari anak yang dikandungnya.
Kejadian itu terjadi saat Tania mabuk di tengah club yang sangat hingar-bingar dan dipenuhi mahkluk-mahkluk bermasalah. Seorang pria yang lebih tua darinya mendekatinya dan memanfaatkan situasi tersebut. Keesokan harinya, ketika Tania membuka mata, ia terbangun di sebuah kamar kecil dengan kepolosannya yang tersisa. Di saat itu, Tania menyadari bahwa ia telah kehilangan sesuatu yang sangat berharga, bukan oleh Bima, pujaan hatinya, melainkan oleh lelaki tak dikenal yang telah mengambil keuntungan dari kondisinya yang mabuk saat itu.
Beberapa Minggu kemudian, ketegangan melanda keluarga Tania begitu berita kehamilannya mencuat ke permukaan. Ayahnya, seorang konglomerat sukses, sangat marah dan kecewa atas keteledoran Tania dalam bergaul. Ibu Tania menangis tersedu-sedu, meratapi nasib putrinya yang menjadi korban dari pergaulan bebas.
Tania, dalam keadaan hancur dan menangis, merasa kehilangan segalanya. Dia tidak bisa menjelaskan siapa ayah dari anak yang dikandungnya itu,karena ia sendiri tidak mengenalnya. Ia benar -benar tidak sadar. Dalam keadaan mabuk nya itu ia berhalusinasi ia sedang bersama Bima.Hingga ia baru menyadari saat semua sudah terlambat. Ayah Tania, lebih dari sekadar marah, merasa bahwa citra keluarga dan namanya sebagai seorang konglomerat terkenal sedang terancam.
Dalam upaya untuk mengatasi krisis ini, ayah Tania berusaha mencari cara agar skandal ini tidak merugikan nama besar keluarganya. Diskusi keluarga penuh ketegangan terjadi di setiap sudut rumah mereka. Ibu Tania, meskipun penuh kesedihan, mencoba menemukan jalan keluar untuk melindungi nama baik keluarganya.
Tania sendiri hanya bisa menangis dan menyesali keputusan-keputusan buruk yang telah diambilnya. Dia menyadari bahwa hidupnya yang terlalu dikelilingi oleh kemewahan dan kebebasan tanpa batas telah membawanya ke situasi sulit ini. Meskipun begitu, Tania merasa sendirian dalam menghadapi konsekuensi dari tindakannya tersebut.
Teman-teman yang biasa bersamanya, ketika mengetahui masalah yang dihadapi Tania, satu persatu menjauhinya.Mereka ada hanya saat bersenang-senang saja. Saat Tania terpuruk dalam masalahnya seperti saat ini tidak satupun dari mereka peduli padanya.
Ayah Tania, sebagai seorang konglomerat yang berpengalaman, mencoba menyusun rencana agar skandal ini tidak melebar. Dia memutuskan untuk mengurus segala hal secara pribadi, termasuk mencari tahu siapa ayah dari anak yang dikandung Tania. Namun, perjalanan ini tidak mudah, karena Tania sendiri tidak memiliki petunjuk yang jelas mengenai identitas pria tersebut.
Ketika berita ini mencuat ke publik, media dan masyarakat menjadi sorotan. Rumor dan spekulasi merajalela, mengancam citra keluarga konglomerat tersebut. Tania, yang semakin terjebak dalam pusaran skandal ini, mencoba menjalani hari-harinya dengan beban pikiran yang sangat berat.
Tiba-tiba ayah Tania mempunyai ide akan menghubungi ayah Bima. Ia menjanjikan tiga perempat saham yang dimilikinya saat ini pada ayah Bima, bila mereka mengijinkan anak mereka menikahi anaknya.
Keuntungan bisnis dan kehormatan keluarga akan terselamatkan dengan menyatukan dua pelaku bisnis besar menjadi satu keluarga."Bukankah itu yang sebenarnya mereka impikan selama ini Tania menikah dengan Bima" pikir ayah Tania.
Lalu ayah Tania pun segera menghubungi ayah Bima.
.................
wahh gawat nih.. tunggu terus kelanjutannya ya..
Jangan lupa like dan komen nya ya.... sangat dibutuhkan oleh Maura dan Bima.
Terima kasih 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments