Bima duduk di ruang kerjanya, ia memandangi layar ponsel nya keinginan mencoba menghubungi Maura, sangatlah kuat. Tetapi ia masih menahan diri untuk tidak menghubungi Maura. Rasa bingung dan Khawatir terlintas di benaknya, terutama karena malam sebelumnya Maura pulang dari kafe seorang diri.
CEO yang terbiasa dengan kemudahan mendapatkan apa yang diinginkannya itu, kali ini merasa kehilangan kekuasaannya. Sosok Maura sungguh membuat Bima bertekuk lutut tak berdaya pada pesona dan daya tariknya yang sungguh berbeda dari semua wanita yang pernah ia kenal. Bahkan Bima kini kehilangan keberanian dan kepiawaiannya untuk mendapatkan apa yang ia inginkan dan kagumi itu.
Setelah berpikir cukup lama akhirnya Bima memilih untuk mencari informasi dari orang kepercayaannya saja tentang penyebab Maura tidak masuk hari ini, daripada ia menghubungi Maura secara langsung.
Kecemasan kembali melingkupi hati Bima, ketika mendapatkan kabar bahwa Maura sedang tidak sehat sehingga ia ijin tidak masuk kerja hari ini.
Bima tidak dapat menyembunyikan kegelisahan di benaknya. Meskipun hatinya ingin segera menemui Maura, dan memastikan akan keadaan nya tapi posisinya sebagai pimpinan perusahaan menahan langkahnya.Bukannya gengsi, melainkan Bima khawatir Maura akan berpikir negatip tentang dirinya bila ia tiba-tiba datang menemuinya.
Sementara itu, waktu terasa berjalan lambat, dan Bima hanya bisa menunggu hingga Maura kembali masuk kerja.
..........
Di tempat yang terpisah.
Tania, gadis cantik dan seksi, terlihat sedikit mabuk di sebuah klub malam yang penuh dengan musik berdenyut.Kegalauan hatinya berasal dari rasa kecewa dan putus asa. Hatinya terbelah karena cinta yang tak terbalas kepada Bima, anak sahabat ayahnya dan CEO perusahaan parfum ternama.
Meskipun berasal dari keluarga konglomerat, kekayaannya tidak mampu membeli cinta Bima. Tania merasakan keputusasaan yang mendalam, ia telah mencoba segala cara untuk merebut hati Bima. Mulai dari pendekatan lembut hingga taktik frontal dan memaksa, Tania rela melakukan apapun juga bahkan menyerahkan yang paling berharga yang dimilikinya hanya agar Bima menjadi miliknya.Meskipun harga dirinya harus terinjak Bima adalah tujuan hidupnya.
Setiap upaya Tania menggagalkan harapannya. Meski seringkali mencoba menjebak Bima agar tidur dengannya, agar bisa memaksa Bima bertanggung jawab tetapi selalu berakhir dengan kekecewaan.
Mengetahui kelicikan Tania yang seringkali menjebaknya, Bima semakin jijik dan menjauh. Ia selalu menghindari Tania hingga membuatnya sulit untuk ditemui.
Putus asa dan tidak rela jika Bima dimiliki oleh wanita lain menggelayut manja di pikirannya, Tania merasa seperti bomerang apapun usaha yang dilakukannya selalu kembali kepadanya dengan kegagalan. Perasaannya yang rumit menghantui setiap langkahnya, dan keinginannya untuk memiliki Bima semakin menjadi-jadi.
"Heiii Tania! Sudah yuk kita pulang!" ajak salah satu temannya saat melihat Tania semakin larut terbawa pengaruh alkohol.Malam ini Tania minum terlalu banyak.
Tania menepis tangan temannya tersebut , lalu ia berjalan semakin jauh ke tengah orang-orang yang sedang berjoget dan terbang ke alam halusinasi mereka.
Temannya Tania berusaha menariknya dan menyadarkan nya tetapi Tania justru membiarkan dirinya dipeluk dan dibawa pergi oleh om-om yang tidak dikenal.
Melihat hal itu akhirnya temannya itupun pergi meninggalkannya dan tidak mau lagi terlibat apapun setidaknya ia sudah berusaha mencegahnya.
..................
Malam semakin larut , di kamar nya yang tidak terlalu besar tapi tertata rapi itu Maura menatap bulan yang bercahaya redup tertutup awan tetapi masih terus mencoba menyinari kegelapan malam dengan cahayanya.
Setelah merasakan pahitnya perlakuan kasar suaminya akibat pengaruh alkohol, Maura merasa sudah waktunya untuk memulihkan mental kewarasannya. Didorong oleh keinginan memberikan rasa aman pada buah hatinya, Angga, Maura memutuskan untuk cuti bekerja dan pergi menjauh ke sebuah desa terpencil. Keputusan ini diambil atas saran dari para sahabatnya yang prihatin terhadap kondisinya.
Di desa terpencil itu, Maura menetap di rumah seorang sahabat yang hanya didatangi saat berlibur. Dengan hati yang terluka, ia mempergunakan waktunya sepenuhnya untuk menemani Angga, menciptakan ruang yang bebas dari ketakutan akan suara keras akibat trauma perilaku papanya. Saat-saat bersama anaknya menjadi pengobatan untuk luka-luka yang terpendam.
Tini, asisten rumah tangga Maura pun ikut bersamanya, Tini yang prihatin dengan keadaan Maura dan anaknya, ikut memberikan dukungan moral padanya.
Maura dan Tini bersama-sama berusaha mengembalikan keceriaan Angga yang pernah terenggut. Desa terpencil itu berpotensi dan layak untuk dijadikan tempat penyembuhan batin bagi siapa saja yang membutuhkan. Dengan sungai yang mengalir di sepanjang jalan. Suasana tenang dan alami desa, di mana burung-burung berkumpul dan berterbangan bersama saat senja, menciptakan momen yang sangat disukai oleh Angga.
Dengan kaki kecilnya, Angga berlari di sepanjang sungai, mencoba mengejar dan menyentuh burung-burung yang sedang mencari makan. Gelak tawa kecilnya pun menggema, menciptakan senyuman di wajah Maura yang sedang berjuang untuk pulih. Melalui keceriaan Angga, Maura menemukan sinar harapan dan kekuatan untuk bangkit dari trauma yang pernah menghantuinya.
Di desa terpencil ini, Maura merasa mendapatkan dukungan moral, lingkungan sekitar desa sangat cocok sebagai tempat merenung dan menyusun kembali semangat untuk melanjutkan langkahnya meraih impian masa depan cerah untuk buah hatinya.
Berjalan di antara pepohonan hijau dan mendengar suara alam yang tenang, membuat Maura merasakan kembali ketenangan yang sudah lama hilang dalam hidupnya.
Perlahan tapi pasti, Maura dan Angga menemukan kebahagiaan mereka di desa terpencil ini. Proses penyembuhan mereka menjadi sebuah perjalanan penuh makna, di mana kebersamaan dan cinta menjadi kunci utama untuk mengatasi luka-luka yang terlanjur tergores. Desa terpencil yang awalnya hanya tempat berlindung, kini menjadi saksi bisu dari perubahan positif dalam kehidupan Maura dan Angga.
.................
"Haiii apa kabar nih, bidadari yang hilang." sapaan kompak yang keluar dari mulut Prilly, Monica dan Retha.
"Kalian?" jawab Maura terkejut dengan kedatangan para sahabatnya itu.
"Kok kalian tidak bilang sih kalau mau kemari. Kan bisa aku persiapkan makanan untuk kalian.Mbak Tini!!!" Maura tidak menyangka hari ini sahabat-sahabatnya datang mengunjunginya.
"Maura, tidak perlu repot-repot.Kalau kita mau makan kita makan diluar saja sekalian kita pengen mencicipi makanan khas daerah disini." seru Monica lantang saat Maura memanggil Tini.
"Mbak, terima kasih tidak perlu repot-repot. Kami hanya kangen Maura dan Angga." lanjut Prilly pada Tini yang tampak tergopoh-gopoh datang menghampiri mereka.
"Angga dimana mbak?" Retha celingukan mencari si kecil.
"Baru saja tidur mbak." sahut Tini apa adanya.
" Oh, titip ini ya Maura, buat Angga." Prilly memberikan beberapa bungkusan yang berisi mainan untuk Angga.
"Ya ampun kalian ini, tidak perlu repot-repot seperti ini."
"Biar Angga seneng. Dan segera melupakan traumanya." sahut Retha.
Maura tersenyum getir. "Terima kasih ya guys kalian memang sahabat terbaik aku." mereka pun berpelukan saling menguatkan.
"Hmm tempat ini memang menyenangkan." Monica berjalan berkeliling rumah dan sekitar.
"Iya kamu benar .Aku sepertinya betah tinggal disini." ucap Maura. Lalu ia pun larut dalam lamunannya.
Sebuah desa terpencil yang dipeluk oleh keindahan alam, disinilah Maura menemukan ketenangan yang lama hilang dari hidupnya. Di tengah-tengah rumah kayu yang sederhana, Maura berusaha memulihkan diri dari trauma yang mendalam akibat perlakuan kasar Reno, suaminya. Hari-hari dilalui Maura dengan menyendiri, mencoba menyatukan pikiran-pikirannya yang tercerai berai.
Melihat Maura kembali termenung dan tenggelam dalam lamunannya, Monica berusaha mengalihkan pikiran dan menghibur sahabatnya itu.
Monica dengan energi yang melimpah menyodorkan bungkusan kecil berisi kue kesukaan Maura. "Ini untukmu, Maura. Ayo, mari kita buat hari ini menjadi indah." serunya sambil menarik Maura untuk duduk bersama di teras rumah. Prilly dan Retha tersenyum penuh pengertian, mereka telah merencanakan kunjungan ini dengan matang.
Dalam percakapan ringan, Monica mulai mengajak Maura bercerita. Retha dan Prilly mendengarkan dengan seksama, memberikan dukungan tanpa syarat. Maura merasa hangat tidak lagi terisolasi oleh rasa sakitnya. "Kalian adalah sinar matahari yang menerangi kegelapan hatiku." ucap Maura dengan air mata yang mengalir.
Prilly menjelaskan bahwa tak semua orang di dunia ini sama seperti Reno. "Masih ada orang baik di luar sana, Maura. Kami ada di sini untuk membuktikannya." ucapnya mantap. Retha menambahkan, "Bersama-sama, kita bisa melewati badai ini. Kita akan bersama-sama membangun pelabuhan yang aman."
Monica mengeluarkan selembar kertas dan pensil dari tasnya. "Ayo kita tulis bersama impian-impian kita. Maura, kita akan membantu menjadikan setiap impianmu menjadi kenyataan. Kamu tidak sendiri, sayang," ucapnya tulus. Mereka duduk bersama, merencanakan masa depan yang lebih baik bagi Maura dan Angga.
Hari-hari di desa terpencil itu penuh tawa, dukungan, dan cinta. Monica, Prilly, dan Retha membantu Maura menemukan kembali kepercayaan dirinya yang hilang. Bersama, mereka membangun fondasi kuat untuk masa depan yang lebih baik.
"Kalian itu bagaikan malaikat yang sengaja dikirim untuk menyelamatkan hidupku," ucapnya sambil memeluk erat sahabat-sahabatnya. Mereka berjanji untuk tetap saling mendukung, tidak peduli sejauh apa jarak membawa mereka.
Dengan hati yang penuh harapan, Maura kembali memandang masa depan. Dukungan dari Monica, Prilly, dan Retha membuatnya yakin bahwa ia mampu menghadapi setiap badai kehidupan.
.............
"Maura jangan!!" teriak Bima terbangun dari mimpinya.
Bima menggosok-gosok matanya dan melihat ke sekeliling kamarnya.Hening.
"Ha! Syukurlah aku hanya bermimpi." ucapnya lega.
"Apa yang sebenarnya terjadi? " Bima meraba dadanya yang masih berdetak cepat. Mimpi itu bagaikan nyata baginya.
Bayangan mimpi buruk Bima tadi kembali berputar. Dalam mimpinya ia melihat Maura berdiri di tepi jurang dan hendak menjatuhkan diri ke dalam jurang. Itu sebabnya ia berteriak mencoba menyelamatkan Maura.
Perasaan Bima semakin kacau mengingat sudah hampir seminggu Maura ijin tidak masuk.
Bima meraih ponselnya.
"Hallo, apa hari ini Maura sudah masuk? Ada hal penting yang ingin saya diskusikan dengannya " Bima mencoba mencari informasi pada sekretarisnya.
"Apa! Belum?" klik .... hubungan telepon pun dimatikan.
Bima bangkit dari kasur empuknya. Ia berjalan mondar mandir di kamar nya sambil sesekali memegang dadanya yang masih terasa berdetak kencang.
"Perasaan apa ini? Firasat apakah? Apa terjadi sesuatu yang buruk pada Maura ku?" pikir Bima tak menentu.
Bima menghubungi orang kepercayaannya, menyuruhnya mencari tahu keberadaan Maura.
"Aku mau hari ini juga, kalian dapatkan informasi tentang keberadaan Maura !" perintah Bima melalui saluran telepon.
................
Nah lho Bima sudah mulai panik yukk ikutin terus cerita mereka. Jangan lupa like dan komennya ya terima kasih 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments