Chapter 17

" Wah ombaknya besar banget," pekik Dara berlarian di pantai. Sejak habis sarapan, Dara menghabiskan waktu di pantai bersama Abdul dan Minah. Bima beralasan ada pekerjaan penting sehingga tidak menemani Dara bermain.

" Nona, sudah sejak pagi nona bermain. Apa tidak lelah?" ucap Minah.

" Tidak Bu Minah, ini sangat menyenangkan" jawab Dara kesenangan. Terakhir kali ia bermain pantai adalah sewaktu SMK. Itupun hanya sebentar karena cuaca sedang tidak bagus kala itu.

" Bapak sama ibu pasti seneng nih kalau diajak ke sini," batin Dara.

" Nona, Bu Minah mau bikin makan siang dulu, apa tidak apa-apa kalau nona ditinggal sendirian?"

" Saya juga mau ngupas kelapa pesanan tuan, nona. Apa aman kalau nona bermain sendiri? sahut Abdul.

" Tidak masalah. Kalian boleh melakukan pekerjaan kalian sementara aku masih di sini dulu. Sehari pun juga tidak puas kalau main di pantai mah,"

" Kalau tuan mencari nona bagaimana? Kami takut kena marahnya tuan " Minah berkata dengan risau.

" Pergilah, kerjakan saja tugas kalian. Biarkan Aldara bersama ku," sahut seseorang yang kini menemui mereka.

" Baik tuan,"

Minah dan Abdul pun pergi. Kini hanya ada Dara yang sibuk membuat rumah pasir dan Bima yang mengawasi. Bima sudah seperti ayah yang menemani anaknya bermain. Ia menunggu Dara sampai gadis itu lelah dengan aktivitasnya.

" Saya haus Pak Bima," ucap Dara menghampiri Bima yang bersantai di pinggiran pantai.

" Minumlah," Bima menyodorkan satu buah kelapa yang sudah dikupas. Dara langsung menenggaknya hingga menyisakan sedikit.

" Berisitirahat lah dulu. Apa sekarang kau lapar?" tanya Bima dan Dara mengangguk.

" Ya sudah kita pulang terus makan siang,"

" Sampai kapan kita berlibur di sini Pak Bima?" tanya Dara basa-basi.

" Besok pagi kita pulang. Aku ada pekerjaan penting besok,"

" Lalu sampai kapan Pak Bima mengurung ku?"

" Apa kau tidak suka? Bukankah semua keinginan mu terwujud?"

" Aku menginginkan kehidupan normal ku. Tangan ku sudah gatal ingin bekerja lagi,"

" Kalau kau bekerja kapan kau bisa jatuh cinta padaku? Kau bisa berbelanja atau treatment salon untuk mengisi waktu luang"

" Ckk,, saya tidak mau," geram Dara. Bima bisa bebas melalukan pekerjaan apapun sementara dirinya dibiarkan menganggur tanpa kegiatan pasti. Dara bukanlah tipe wanita yang suka memanjakan diri dengan harta orang lain. Ia lebih menyukai hasil kerja keras yang didapat nya meskipun tidak banyak.

" Temui aku nanti malam, kita bicarakan masalah ini. Bagaimana pun aku hanya ingin kamu bahagia,"

####

Malam hari selepas makan malam Dara tidak menemukan keberadaan Bima. Kata Minah, Bima sedang mengerjakan pekerjaan penting. Alhasil Dara hanya makan sendirian. Minah dan Abdul menolak saat ditawari makan bersama Dara. Mereka cukup tahu diri untuk tidak bergabung makan dengan calon istri bos mereka.

Tok tok tok,, Dara mengetuk pintu kamar Bima. Tadinya ia tidak ingin menemui Bima, tetapi mengingat janjinya tadi siang Dara pun mengurungkan niatnya. Ia juga penasaran mengapa laki-laki itu tidak makan. Dara harus memastikan jika keadaan Bima baik-baik saja.

" Oh kau sudah datang? Masuk lah Al," ucap Bima setelah membukakan pintu. Dara menuruti omongan Bima, langkahnya terhenti begitu melihat kamar Bima yang rapi. Persis seperti kamar kost Bima dulu, sangat rapi. ternyata memang benar, Bima tipikal orang yang perfeksionis.

Bima berjalan menuju meja kerjanya. Ia membuka salah satu laci dan mengambil sebuah benda. Dara pun menyusul mengikuti aktivitas yang Bima kerjakan.

" Bukankah itu ponsel saya?" Dara sangat yakin jika itu adalah ponselnya. Gambar salah satu idol grup K-Pop yang ada di casing nya menjadi penanda tersendiri jika itu adalah ponsel milik Dara.

" Benar," ucap Bima sembari menyerahkan ponsel milik Dara. Setelah beberapa hari akhirnya gadis itu mendapatkan ponselnya kembali.

" Ibu sama bapak pasti mengkhawatirkan aku sekarang,"

" Kedua orang tua mu tidak akan khawatir," seru Bima.

" Aku mengirimkan pesan lewat ponsel mu, jika beberapa hari ini kamu sedang sibuk mengikuti lokakarya seluruh karyawan rumah sakit. Mereka tidak tahu kalau sekarang kamu bersama ku,"

Entah harus berterima kasih atau tidak Dara merasa lega. Ia sudah memikirkan ini sejak lama, bagaimana dirinya mencari alasan agar tidak membuat orang tuanya khawatir. Ternyata Bima sudah lebih dulu paham akan hal tersebut. Ia mulai menyalakan ponselnya yang mati.

" Pak Bima apa saya bisa pulang? Saya ingin menemui orang tua saya," jujur Dara. Ia berharap Bima mengasihaninya, dan memberikan Dara kebebasan.

" Mereka bukan kedua orang tua kamu kalau kamu tahu,"

" Tetapi mereka lah yang mengurus saya selama ini. Mereka memanjakan aku seperti anak kandung mereka,"

" Apa itu benar?" tanya Bima dan Dara mengangguk.

" Oh berarti aku harus berterima kasih kepada mereka karena telah menjaga calon istri ku dengan baik," lanjut Bima lagi.

" Al," panggil Bima. Dara mulai sibuk membalas pesan di ponselnya yang menumpuk.

" Saya mau menikah dengan Pak Bima asal saya sudah jatuh cinta seperti yang Pak Bima katakan. Tapi kalau saya tidak kunjung jatuh cinta, tolong cari wanita lain saja. Saya masih memiliki impian yang harus saya capai. Mengenai amanah kedua orang tua saya, lupakan saja. Itu bukan tugas Pak Bima untuk menjaga saya,"

" Kasih saya waktu beberapa bulan untuk mengambil hati kamu. Saya tulus dengan perasaan saya Al,"

Dara termangu, memang banyak laki-laki yang menyukainya. Tetapi semua itu Dara abaikan karena bapaknya melarang Dara berpacaran hingga lulus sekolah. Kebiasaan tersebut lah yang membuat Dara malas menjalin hubungan. Jika laki-laki itu serius pasti laki-laki itu tidak mengumbar kata-kata manis, melainkan datang kepada bapaknya untuk meminta restu. Dan hal tersebut lah yang Dara tunggu selama ini.

" Oke deal," ucap Dara yakin. Ia tidak mungkin jatuh cinta secepat itu. Ia akan menahan hatinya agar tidak jatuh terlalu dalam oleh bujukan Bima. Ia masih yakin jika Bima bukanlah lelaki yang baik.

" Tidurlah, besok kita pulang lebih awal"

" Baik terima kasih," ucap Dara dengan hormat. Ia hendak meninggalkan Bima namun laki-laki itu kembali memanggilnya.

" Aku berencana membuka rumah sakit ku kembali. Besok aku akan melakukan meeting agar rumah sakit bisa beroperasi. Seminggu lagi mungkin kamu dan pegawai lain bisa kembali bekerja," jelas Bima.

" Benarkah? Pak Bima yakin? Memangnya rumah sakit itu milik Pak Bima? Berarti Pak Bima yang menjadi otak penjualan organ gelap dong?" ucap Dara bergidik ngeri.

" Bukan begitu Al. Aku bahkan membutuhkan waktu lama untuk mengumpulkan bukti. Aku juga sampai turun tangan sendiri untuk menangani kasus tersebut. Mereka berbahaya dan licik. Tapi kamu tenang aja, aku sudah menyusun strategi baru untuk menjatuhkan mereka "

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!