" Suster Dara, Tolong panggil Dokter Angga. Kamar 1509 kritis," ucap salah satu rekan Dara.
Dara yang mendapat perintah langsung bertindak cepat. Ia ditugaskan untuk membantu temannya yang sedang menemani pasien kritis. Tim sudah dibagi, Dara kebagian berjaga dan mengecek kondisi pasien sebelum dokter Angga datang.
Tak lama dokter Angga datang, dokter Angga pun langsung mengobservasi pasiennya. Tiba-tiba saja kondisi pasien menurun, dokter Angga pun menyuruh perawat lain untuk mendaftarkan di ruang ICU. Setelah mendapat kamar di ICU, pasien segera dipindahkan. Dara kebagian mendorong brankar bersama yang lain. pasien harus segera dibawa ke ICU untuk mendapatkan perawatan lebih intensif.
" Dara tolong beritahu keluarga pasien untuk menunggu di ruang tunggu. Saya masuk dulu," ucap dokter Angga kemudian masuk ke ruangan ICU.
" Baik dok," ucap Dara mematuhi perintah dokter Angga.
Dara lekas memberitahu keluarga pasien tentang kondisi keluarganya. Isak tangis tak dapat dibendung lagi, Dara turut bersedih namun dirinya harus tetap profesional. Belum sempat Dara berjalan jauh tiba-tiba suster dari ruang ICU keluar. Suster itu memanggil keluarga pasien yang baru saja dipindahkan.
" Tuan dan nyonya, kami mohon maaf karena harus menyampaikan kabar duka. Pasien atas nama Yura telah meninggal dunia. Kondisinya yang tiba-tiba drop tidak dapat ditolong lagi. Kami dari pihak rumah sakit mengucapkan turut berbelasungkawa. Untuk sementara jenazah akan diurus tetapi keluarga bisa melihat terlebih dahulu," ucap suster ruang ICU.
Aneh, begitulah satu kata yang ada di pikiran Dara. Padahal kondisi pasien tadi belum begitu parah. Ingin rasanya Dara ikut melihat kondisi pasien sekarang tetapi hal itu urung ia lakukan. Masih ada pekerjaan yang harus Dara tangani.
Sore hari setelah Dara pulang bekerja, ia melewati kamar jenazah. Sengaja ia melewati tempat tersebut karena ada sesuatu hal yang mengganggu hatinya. Ia bertekad untuk mencari tahu. Dengan langkah super senyap Dara mengawasi kamar jenazah nya. Terlihat di depan kamar jenazah ada keluarga pasien yang tadi meninggal. Dara baru tahu jika SOP rumah sakit melarang keluarga pasien untuk langsung membawa pulang jenazah.
Jenazah harus didiamkan di rumah sakit sembari menunggu berkas dokumen kematian selesai. Dan anehnya pengurusan dokumen kematian di rumah sakit begitu lama, bisa memakan waktu dua hari. Apa itu tidak mengganjal hati Dara? Karena hal tersebut lah Dara tidak langsung pulang ke kost melainkan ingin menyelidiki apa yang terjadi.
Saat sedang fokus mengamati, mulut Dara tiba-tiba dibungkam oleh seseorang. Dara memberontak dan berusaha memukul orang tersebut. Namun bukannya berhasil memukul, Dara malah ditarik sama orang itu untuk masuk ke salah satu ruangan. Dara terus memberontak hingga tangan orang itu melepaskan bungkamannya.
" Pak Bima apa-apaan sih? Saya kaget tahu," ucap Dara setelah mulutnya tidak dibungkam.
" Mbak Dara ngapain di sini? Pegawai lain dilarang ke sini selain yang bertugas," ucap Bima.
" Tidak ada apa-apa saya cuma salah arah tadi," bohong Dara. Ia tidak mungkin mengungkapkan keraguannya kepada Bima.
" Di sini bahaya mbak. Ayo cepat Mbak Dara pergi saja. Ini kan sudah jam pulang Mbak Dara, ayo lebih baik Mbak Dara pulang" ucap Bima mengusir Dara.
" Hah? Bagaimana bisa di sini ada bahaya? Pak Bima harus jelasin di sini ada apa?"
" Saya bilang Mbak Dara pulang ya pulang. Ayo cepat pulang sebelum ketahuan yang lain mbak,"
...****************...
Hari ini Dara mendapatkan jatah shift malam untuk pertama kalinya. Ia bekerja bersama Indira dan yang lain. Sedikit demi sedikit ia bisa beradaptasi, tidak seperti pertama kali yang membuat hatinya terasa sesak. Teman-teman yang lainnya pun sudah mulai bersikap biasa saja bahkan cenderung tidak peduli dan hanya sebatas profesional saja.
" Jaga malam ya mbak?" ucap Bima yang berhasil membuat Dara terkejut. Dara baru saja pulang dari apotik untuk mengambil obat. Tiba-tiba saja Bima muncul di belokan sehingga membuat Dara berpikir jika Bima adalah hantu.
" Iya Pak Bima. Kok Pak Bima belum pulang?"
" Saya juga jaga malam mbak. Nanti saya bawakan teh hangat sama pop mie, Mbak Dara mau rasa apa pop mie nya?" tawar Bima.
" Tidak usah repot-repot pak. Saya sudah membawa sendiri tadi sebelum berangkat,"
" Mmmm saya mau tanya sesuatu boleh pak?"
" Tanya apapun pasti saya jawab mbak,"
" Kenapa rumah sakit ini melarang keluarga pasien untuk membawa jenazah lebih cepat? Katanya harus menunggu dua hari dulu ya pak baru boleh dibawa pulang"
" Mbak Dara jangan tanya itu lagi yaa, itu sudah menjadi prosedur rumah sakit. Mencetak dokumen kematian di sini memang agak ribet. Mbak Dara fokus kerja aja, jangan tanyakan pertanyaan itu kepada karyawan lain. Bisa bahaya mbak,"
" Kokk gitu sih pak,"
Bima tidak berhasil membuat hati Dara tenang. Dara sendiri masih menyimpan banyak pertanyaan yang mengganjal hatinya. Sepertinya Bima sengaja menghindari pertanyaan ini dari Dara. Karena Dara memiliki sifat keingintahuan yang cukup tinggi, ia harus mencari tahu kebenarannya.
" Dara, tolong panggilkan keluarga atas nama Sinta ya" ucap senior Dara kepada Dara.
Beberapa saat kemudian keluarga pasien atas nama Sinta pun datang. Mereka menghampiri suster yang merupakan senior Dara di rumah sakit ini. Dengan telaten Dara menyimak obrolan mereka.
" Keluarga pasien atas nama Sinta ya?" tanya suster senior Dara.
" Iya sus,"
" Bapak adalah suami dari Ibu Sinta kan?" tanya senior Dara untuk memastikan lagi dan si keluarga pasien hanya mengangguk.
" Seperti yang kita tahu bahwa Ibu Sinta mengalami gagal ginjal kronik keduanya jadi satu-satunya cara untuk menyembuhkan adalah dengan cara transplantasi ginjal. Kami dari pihak rumah sakit sudah ada pendonor ginjal yang cocok. Jika bapak setuju, bapak bisa langsung tanda tangan informed consentnya dan segera lakukan pembayaran," jelas suster senior Dara.
" Terima kasih saya akan bayar berapapun demi kesembuhan istri saya,"
Dara yang menyimak obrolan mereka merasa terkejut. Baru kemarin pasien itu membutuhkan donor lalu mengapa rumah sakit bisa menyediakan secepat itu. Dara tahu jika rumah sakit ini tidak memiliki stok pendonor tetapi mengapa mereka bisa mendapatkan pendonor begitu cepat. Semaju apapun rumah sakit pasti membutuhkan waktu untuk mencari pendonor yang tepat terlebih yang dibutuhkan bukan donor darah melainkan donor organ.
" Ada yang nggak beres sama rumah sakit ini," batin Dara dalam hati.
" Dara tolong bantu keluarga pasien Sinta untuk mengurus administrasi. Kamu beritahu informed consent apa saja yang harus ditandatangani," ucap senior kepada Dara.
" Baik kak," jawab Dara.
" Biayanya sangat mahal," bisik salah satu keluarga pasien kepada suami Bu Sinta. Dara yang mendengar hal tersebut pun hanya bisa berpura-pura tidak mendengar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments