Pagi ini Dara berangkat sangat pagi. Ia sengaja berangkat pagi karena ingin membuat sebuah kejutan. Mengenai pengunduran dirinya, sepertinya ia ingin mencoba bertahan lebih lama. Semalam ia sudah capek-capek mengetik surat pengunduran diri kemudian saat akan dicetak ternyata tinta printer sudah habis. Bima lupa mengisikan kembali tinta printer miliknya. Jadilah sekarang dirinya bekerja seperti biasa.
" Pagi suster Dara," sapa Dokter Angga. Wajahnya terlihat pucat sepertinya ia habis begadang semalaman.
" Pagi dokter. Dokter habis jaga malam ya?" tanya Dara balik. Senyum lebar Dara berikan kepada dokter Angga yang tampan.
" Iya nih. Kamu jaga pagi? Tapi kok pagi banget berangkatnya?"
" Saya bawa sarapan pagi buat temen-temen, dokter mau?" tawar Dara. Yup, Dara sengaja berangkat pagi karena ingin membagikan sarapan untuk temannya yang lain.
" Mau dong kalau dikasih,"
" Cuma nasi kuning sama lauk-pauk," Dara bahkan membuatnya dari jam tiga pagi.
" Terima kasih ini pasti sangat enak,"
Setelah menerima pemberian nasi kuning dari Dara, Dokter Angga berpamitan karena masih ada pekerjaan lain . Dara tersenyum dan mempersilahkan dokter Angga untuk melanjutkan langkahnya. Kalau dokter Angga saja mau menerima makanan buatannya pasti teman-teman yang lain pun demikian. Dara semakin bersemangat untuk membagikan nasi kuning buatannya untuk yang lain. Ia mempercepat langkahnya agar cepat sampai di ruangannya.
" Terima kasih Dara, lumayan kamu jadi tidak perlu membeli sarapan lain" ucap teman Dara yang sudah menerima makanan dari Dara.
Beruntung Dara membawa nasi kuning buatannya pas, jadi semua temannya kebagian. Setelah membagikan nasi kuning, Dara pun berganti pakaian. Kini ia sudah duduk manis di stasiun perawat menunggu perawat yang lain datang. Ia sudah bersiap untuk melakukan briefing pagi.
Tak terasa hari sudah menjelang sore. Dara sudah menyelesaikan pekerjaannya. Hari ini cukup berjalan lancar, Dara melalukan pekerjaannya dengan baik. Ia merapikan barang miliknya bersiap untuk pulang.
" Yuk makan siang bareng," ucap seseorang yang dapat di dengar oleh Dara. Saat ini dirinya sedang berada di toilet. Ia bersiap ingin membuka pintu namun hal tersebut urung ia lakukan karena ia penasaran dengan percakapan kedua teman kerjanya.
" Iya nih laper banget. Dari tadi pagi gue nggak sarapan,"
" Lah bukannya lo dapat jatah sarapan pagi nasi kuning tadi,"
" Bu Reni suruh kita buang tuh makanan. katanya itu makanan busuk yang dibagi-bagikan. yaudah deh gue buang aja tuh nasi,"
Hati Dara menjadi sesak kala mendengar percakapan kedua temannya. Apa sampai segitunya mereka tidak menyukai keberadaannya? Terutama Bu Reni, mengapa ia sangat tidak menyukai Dara? Apa salah Dara? Bukankah niatnya bekerja di sini adalah baik?
Karena tidak kuat dengan perasaanya, Dara berlalu keluar tanpa melihat siapa kedua orang itu yang sedang berbicara. Ia mengambil tasnya kemudian melangkahkan kaki seribu berusaha menjauhi tempat tersebut. Diperlakukan tidak baik meski diri kita tidak ada salah rasanya sangat sakit. Ingin rasanya Dara menghilang dari bumi saja.
" Mbak Dara tunggu," tiba-tiba saja tangan Dara dicekal seseorang. Ia melihat Bima yang kini berada di depannya.
" Pulangnya kok buru-buru banget mbak?"
" Saya ambil tas sebentar kita pulang bareng ya mbak,"
Dara menuruti perintah Bima. Dirinya menunggu Bima yang tengah berlari untuk mengambil tasnya. Tak lama Bima pun datang, laki-laki itu menarik tangan Dara untuk meninggalkan rumah sakit.
Bukannya pulang, mereka malah pergi ke tempat makan. Bima mengajak Dara untuk pergi makan. Mereka pergi ke tempat makan dengan sepeda motor matic milik Bima. Baru tahu Dara jika Bima memiliki sepeda motor. Besok-besok dirinya akan meminjam motor milik Bima untuk berbelanja ke pasar. Lumayan ongkos nya biar lebih murah.
" Mbak Dara lagi ada masalah?"
" Temen-temen kerja di rumah sakit nggak suka sama saya," entah angin darimana tiba-tiba saja Dara mau bercerita. Biasanya ia bercerita tentang masalah hanya kepada ibunya.
" Biarin aja mbak. Cuekin aja, nanti mereka juga baik sendiri"
" Tapi kan nggak enak kalau kerja kayak gitu,"
" Fokuskan saja pada niat awal mbak Dara bekerja. Jangan pedulikan perasaan orang, yang terpenting kita sudah benar. Jangan jadi capek karena memikirkan hal yang tidak penting,"
" Iya juga sih," ucap Dara mengangguk.
" Tidak melulu di tempat kerja kita harus bersikap baik. Egois juga penting kok mbak. Kasihan hati kita kalau dipaksa mengalah terus," ucap Bima dan Dara yang kini menatapnya.
" Jangan ditatap seperti itu nanti Mbak Dara jadi suka," ucap Bima yang fokus pada makanannya tetapi tahu jika Dara intens sedang menatapnya.
" Pak Bima ini pede sekali,"
Untuk menutupi rasa gugupnya, Dara menyeruput es jeruk yang tersaji di depannya. Rasanya asam seperti kehidupan Dara sekarang.
" Mbak Dara, saya masih single loh mbak" ucap Bima.
" Saya tidak tanya Pak Bima,"
" Jadi istri saya mau ya mbak,"
" Tidak mau Pak Bima,"
" Kalau begitu, jangan harap ada laki-laki yang bisa memiliki Mbak Dara selain saya," ucap Bima dan berhasil membuat Dara tersedak es jeruknya.
" Saya cuma bercanda kok mbak," ucap Bima kemudian laki-laki itu tertawa. Dara yang melihat itu menjadi merasa kesal. Ingin rasanya ia menjitak kepala Bima jika ia tidak ingat kalau Bima sudah berumur.
Puas makan siang bersama, kini Bima membawa Dara ke taman. Bukannya langsung pulang ke kost, Bima malah mengajak Dara menikmati udara segar. Mereka duduk bersisian di bangku taman yang sudah disediakan. Hari masih sore, jadi pengunjung taman pun juga ramai oleh aktivitas penduduk setempat.
" Kalau boleh nanya, Pak Bima umur berapa?" tanya Dara basa-basi.
" Umur saya 39 mbak,"
" Apa? Bapak nggak bohong kan?" tanya Dara tidak percaya. Masalahnya perkiraan Dara usia Bima itu sekitar awal 30 an.
" Saya memang masih tampan jadi nggak kelihatan tuanya. Nggak beda jauh lah sama umur Mbak Dara yang sudah 24 tahun," ujar Bima dan Dara terkejut bagaimana tebakan Bima bisa benar. Usianya saat ini memang baru 24 tahun.
" Suda menikah kan? Jangan bohong Pak Bima! Saya yakin Pak Bima pasti sudah menikah. Jangan godain saya kalau bapak sudah menikah, kasihan istrinya yang ada di rumah"
" Suer mbak saya belum menikah. Belum pernah menikah dan bukan duda. Saya masih Jaka mbak, pacar saja tidak punya"
" Bukannya Pak Bima genit dan play boy? Pasti adalah cewek yang nyangkut,"
" Saya memang genit mbak, tapi saya tidak pernah mempermainkan perasaan perempuan. Cinta saya cuma buat gadis pujaan hati yang sudah saya cintai sejak lama mbak,"
Dara mencerna ucapan Bima. Apakah benar omongan Bima saat ini? Atau ini hanya sebuah trik agar dirinya terjerat oleh pesona Bima? Dara masih sangsi jika Bima ini masih single.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments