Chapter 6

Rasanya begitu memuakkan. Tempat yang biasa kita sambangi tetapi menyimpan begitu banyak kemunafikan. Dara kira bekerja di rumah sakit yang baru akan menjadi awal yang baik untuk karirnya. Namun semua tidak seperti yang dibayangkan,, persaingan, iri, bermuka dua hal-hal seperti itu sudah biasa terjadi dalam dunia kerja.

Kerjaannya akan terasa lebih berat karena lingkungan kerja yang tidak mendukung. Hatinya yang mudah rapuh menjadi permasalahan tersendiri bagi Dara. Ia tidak terbiasa menghadapi situasi yang toxic. Sejak kecil dirinya dibesarkan di keluarga yang harmonis, tidak sampai hati Dara jika harus membalas perlakuan yang tidak mengenakkan untuknya.

Sudah beberapa hari sejak berpisah dengan ibunya Dara belum menelepon. Ia hanya mengirim pesan singkat agar ibunya tidak merasa khawatir. Sepertinya dengan menelepon sang ibu beban masalah Dara jadi berkurang.

Terbukti setelah menelepon ibunya selama satu jam kini perasaan Dara menjadi lebih lega. Ia menceritakan semua kerisauan hatinya saat di sini. Ibunya berkata lebih baik Dara pulang saja jika tidak betah di tempat baru. Toh di kampung juga masih banyak pekerjaan yang bisa dicari. Ibunya sangat menyayangi Dara, ia tidak ingin Dara merasa tertekan selama di pekerjaan.

Dara mengikuti saran dari ibunya. Ia memutuskan keluar untuk mencari tempat print terdekat. Secepatnya ia akan mencetak surat pengunduran diri dan menyerahkan ke HRD rumah sakit. Jika memang di rumah sakit ini ia tidak diterima dengan baik berarti itu bukan rezeki Dara. Ia masih bisa mencari rezeki di tempat lain.

Bulan menunjukkan dirinya, sebenarnya ini sudah larut tetapi jalanan masih ramai. Di kota memang hari tidak pernah surut, selalu ramai meskipun sudah larut seperti ini. Sebelumnya Dara belum terlalu mengenal lingkungan tempatnya yang baru, hanya bermodalkan google maps ia mencari tempat print.

Di depan mata terlihat ada sekumpulan pemuda, Dara sedikit ragu untuk melintasi jalan tersebut. Tampak jika pemuda-pemuda di depannya sudah memandangi Dara dengan intens. Jantung Dara semakin berdetak tidak karuan ketika salah satu pemuda mulai berjalan ke arahnya. Oh tuhan kesialan apa lagi yang harus Dara terima sekarang.

" Hai neng geulis," ucap pemuda itu. Dara hanya diam berusaha memikirkan cara untuk kabur. Jalanan memang ramai tetapi semua seolah tidak peduli.

" maaf saya cuma mau numpang lewat mas," ucap Dara gugup.

" Ikut kita sebentar yuk. Kenalan dulu sama yang lain," ucap pemuda itu sembari menodongkan pisau kecil yang hanya Dara seorang yang bisa lihat. Sebenarnya Dara ingin teriak, tetapi sorot mata pemuda itu seolah mengancam Dara agar bungkam. Bisa dilihat jelas ketakutan Dara sekarang.

" Istriku, kamu di sini rupanya" suara seorang laki-laki tiba-tiba menginterupsi Dara dan si pemuda. Mendengar itu si pemuda langsung kabur sedangkan Dara pun bernafas lega.

" Terima kasih pak Bima," ucap Dara kemudian menarik tangan Bima yang bertengger di pundaknya.

" Mbak Dara mau kemana malam-malam begini?" tanya Bima.

" Saya mau cari tempat print pak. Saya mau ngeprint sesuatu,"

" Jauh kalau dari sini mbak. Numpang ngeprint di kost saya saja," ujar Bima dan membuat Dara semakin mendelik kan mata.

" Tenang saja mbak. Saya ini orangnya baik kok, semua temen kost sudah kenal sama saya. Nanti kalau saya jahatin mbak, takut Mbak Dara jadi kabur. Saya baru saja mau mengejar cintanya Mbak Dara, masa sudah kabur duluan," ucap Bima menyengir kuda.

Menurut, itulah satu kata yang menggambarkan kondisi Dara saat ini. Dara pun mengikuti langkah Bima menuju kostnya. Mereka berjalan bersama dengan Bima yang asyik mengobrol sedangkan Dara yang menanggapinya dengan kata iya ataupun tidak.

" Kita sudah sampai di kost saya mbak. Mari masuk Mbak Dara," ucap Bima mempersilahkan Dara untuk masuk.

Lagi-lagi Dara menurut, ia mengikuti langkah Bima memasuki kamar kost lelaki itu. Terkejut, mungkin seperti itulah yang dirasakan Dara saat ini. Kamar kost Bima begitu bersih dan rapi melebihi dirinya sendiri yang perempuan. Dara terus meneliti isi kamar Bima, tidak ada yang spesial tetapi begitu rapi. Dara kagum bahkan rak sepatu milik seorang laki-laki pada umumnya yang berantakan ini tidak. Sepatu Bima tersusun rapi dan begitu mengkilap. Sepertinya Bima ini tipe orang yang perfeksionis.

" Mbak Dara silahkan pakai komputer dan print nya. Saya tunggu di luar biar Mbak Dara merasa lebih nyaman," ucap Bima mempersilahkan Dara untuk memakai komputer set berserta print miliknya tersebut. Dara terbengong, seorang supir mengapa memiliki komputer di kost nya. Tapi itu tidaklah penting, bukankah kita tidak boleh menjudge seseorang hanya karena latar belakang.

" Terima kasih," jawab Dara kemudian mendudukkan diri. Ia mulai menyalakan komputer milik Bima. Bukan kaleng-kaleng, komputer milik Bima ini merupakan komputer merk mahal. Dara tentu tidak buta dengan barang-barang mahal, ia sendiri baru pertama kali menggunakannya.

Bima berlalu menunggu di luar sedangkan Dara mulai fokus mengetikkan jari di keyboard. Tekadnya sudah bulat, ia akan mencetak surat pengunduran dirinya malam ini juga. Ia tidak ingin menghabiskan masa kerjanya dengan hari-hari yang sulit dengan orang-orang yang toxic. Saat sedang fokus-fokusnya mengetik, Bima datang dan mengehentikan sejenak pekerjaan Dara.

" Mbal Dara, ini saya bawakan martabak paling enak di sini. Ayo dicoba dulu, sambil ngetik biar nggak jenuh" ucap Bima memberikan sebungkus martabak manis.

" Terima kasih Pak Bima,, tetapi saya masih kenyang. Saya baru saja makan malam tadi," tolak Dara secara halus. Ia tidak ingin merepotkan Bima berlebihan.

" Ya sudah dibawa pulang saja. Lumayan buat sarapan besok. Martabak nya tahan kok kalau dibuat sarapan besok,"

Dara mengalah dengan mengambil alih martabat tersebut. Dara menyimpannya di samping ia duduk. Matanya ia alihkan ke layar komputer, tinggal sedikit lagi dirinya selesai.

" Mbak Dara mau resign? Bukannya baru dua hari Mbak Dara masuk kerja? Sayang sekali," ucap Bima yang tidak sengaja mengintip layar yang berada di depan Dara.

" Bukan urusan bapak,"

" Di dunia kerja memang begitu Mbak Dara. Kita harus siap mental kalau memang mau sukses. Saya ini sudah bertahun-tahun bertemu orang-orang yang aneh, saya bahkan pernah keluar kerja hanya karena fitnah an teman yang iri. Tapi saya biasa aja mbak, selama saya tidak salah saya tetap bekerja. Yah kalau memang Tuhan menghendaki berarti disitu letak rezeki saya," jelas Bima.

" mbak Dara baru dua hari kerja kok sudah down. Nanti kedepannya kalau begitu terus Mbak Dara bisa tertindas. Mereka yang menindas kita bakal menang kalau melihat kita mundur. Jadi kita harus tetap kuat kalau mau sukses,"

" Saya akan membantu Mbak Dara kalau memang Mbak Dara butuh bantuan. Heheheh hitung-hitung pendekatan sama calon istri," ujar Bima disertai kedipan mata yang genit.Dara yang melihat itu pun jadi berfikir ulang. Omongan Bima ada benarnya juga. Dan coba lihat lagi, benar saja jika wajah Bima itu ada unsur kebule-bulean. Sangat tampan kalau dilihat dari dekat. Dara sempat terhipnotis saat Bima menatapnya dengan tatapan penuh gelak.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!