Kegilaan

Xiang Lu dijuluki gadis burung hantu semenjak dirasuki bertahun-tahun yang lalu. Ia sudah merasakan sakit di dada hingga tubuhnya melemah sedari kecil berusia 7 tahun. Usia sedini itu harus merasakan pahitnya kehidupan tanpa rasa kebebasan.

Dibandingkan seperti burung dalam sangkar, Xiang Lu lebih terlihat seperti hewan malam yang hanya bisa keluar saat malam hari dengan tubuh yang sedikit membaik. Kebebasan singkat baginya tidak bagi orang lain.

Seorang gadis memang lebih baik berada di rumah ketika hari sudah malam namun berbeda dengan Xiang Lu yang tidak bisa begitu. Bagaimana ia akan menikmati kebebasan sewaktu muda bila hanya dapat keluar saat malam tiba, itu saja sudah cukup menyiksa.

Belum juga Xiang Lu harus bertahan dari segala jenis hinaan, makian dan lain halnya. Selain fisik, hati pun ikut tersakiti secara bersamaan. Senyum yang terukir di wajah gadis itu saat berhasil membantu Yong pun mungkin adalah pertama kalinya.

"Aku senang karena memiliki teman yang bisa diajak bicara," tutur Xiang Lu kembali tersenyum.

Merasa aneh dan heran, Yong bertanya padanya, "Bagaimana bisa kau tersenyum saat ini? Hanya karena bertemu orang yang memiliki kesamaan dengan dirimu secara kebetulan."

"Aku senang saja. Memangnya tidak boleh? Hehe," ujarnya lantas tertawa.

Kewarasannya sudah hilang, hanya itu yang dapat dipikirkan oleh Yong.

Mau bagaimanapun setiap orang yang dirasuki sudah pasti memiliki kendala berbeda-beda. Sedikit demi sedikit bagian dari tubuh maupun kepribadian akan diambil dan tergantikan, namun Xiang Lu mengaku bahwa dirinya tidak akan pernah dikendalikan sebab ia mulai terbiasa dengan rutinitas ini.

"Bagaimana caramu melakukannya?" Kemudian Yong bertanya.

"Caraku melakukannya? Apa?" Gadis itu bingung.

"Iya. Maksudku cara kau mengendalikan roh jahat dalam tubuhmu?"

"Oh, itu. Mudah saja, cukup tenangkan dirimu dan pikirkan siapa dirimu sebenarnya. Dengan mengingat kenangan baik maupun buruk, selama jati dirimu ada di sana kamu akan mudah mengendalikan tubuhmu sendiri," tutur Xiang Lu.

"Bagaimana jika tetap tidak bisa?"

"Maka lupakan saja. Asal kamu tidak mendengarkan perkataan iblis di dalam hatimu," kata Xiang Lu menunjuk ke arah jantung Yong berada.

"Xiang Lu! Putriku! Ke mana kau pergi?" seru seseorang memanggil-manggil nama gadis itu.

Tidak hanya satu orang, beberapa orang yang sepertinya adalah keluarga dari Xiang Lu telah datang mencarinya. Mereka sudah lama tahu kebiasaan Xiang Lu satu ini, dan begitu mereka mendekat ke arah mereka, lekas Yong undur diri tanpa berpamitan.

Yong menghilang seolah ditelan gelapnya malam, Xiang Lu tersentak kaget dan ada rasa sedikit kecewa karena tidak dapat mengobrol lagi dengan pemuda itu.

"Xiang Lu, astaga. Kalau mau pergi, harusnya bilang pada kami. Kamu membuat kami sangat khawatir," ucap sang Ibu sambil memeluk putrinya.

"Ibu, tadi aku berteman dengan seorang lelaki."

"Jangan berteman dengan seorang laki-laki!" pinta sang Ayah tegas.

***

Malam masih panjang, ada banyak hal yang perlu dilakukan oleh pemuda yang tubuhnya hampir diambil alih oleh iblis. Iblis itu memiliki kekuatan yang jauh lebih besar dari bayangannya, sehingga sulit untuk mengendalikan hal itu. Emosi negatif akan menjadi pemicu, agar Iblis dapat mengendalikan tubuh Yong.

"Tidak bisa aku pungkiri, aku jadi selemah ini."

Yong meratap kecewa dan sedih, tatapan sendu mengarah pada kedua bilah pedang bersarung, betapa ia sangat menginginkannya seperti dulu.

Pelan ia mencoba tuk mengangkat satu bilah pedang, setelah itu menjatuhkan pedang satunya lalu membuka sarung pedang yang sedang digenggam oleh Yong. Sedikit demi sedikit, bilah pedang kian nampak berkilau di bawah rembulan malam.

Bagian halus dan kasarnya masih terlihat cukup bagus digunakan selama beberapa bulan ke depan. Sudah payah ia belajar berpedang sekaligus merawat pedang seperti merawat dirinya sendiri, mana mungkin dianggurkan bagai sampah tak berguna.

"Ini pedangku. Aku membuatnya dengan material yang aku cari susah payah."

"Payah! Kau itu payah! Sekalipun ilmu pedangmu kembali, kau mau apa setelahnya? Kembali membela keadilan atau semacamnya?" Iblis itu kembali berbicara, suara serak-serak namun berat terdengar risih di telinga.

Yong diam sembari memejamkan mata, lantas ia menjatuhkan sarung pedang yang telah dilepaskan dan kemudian mulai mengangkat pedang tersebut. Ia sedang membayangkan, di mana ada seorang pendekar yang tengah berduel padanya.

"Hei, lupakan! Lupakan semua itu! Itu tidak berguna, dasar bocah payah!" seru sang Iblis yang berusaha menggoda Yong.

"Berisik," ketus Yong.

Ingatan Yong mulai berputar di dalam benak, setiap ingatan terisi sebuah pedang yang sudah seperti nyawanya sendiri. Ia terus mencoba untuk mengingatnya secara berulang kali.

Genggaman tangan di ujung, bilah pedang yang terangkat ke atas, dan mempersiapkan kuda-kuda. Sambil membayangkan seorang lawan di depan mata, ia mulai mengangkat pedang sejajar dengan dada lalu mengangkatnya kembali hingga ke atas kepala.

Setengah lengan tertekuk ke belakang, bilah pedang tajam telah siap dihunuskan. Perasaan hangat akan kenangan baik di masa lampau, di mana dirinya merasa senang saat berduel dengan kawan, itulah yang sedang ia rasakan.

"Hei, bocah!"

Sesaat Yong tersenyum.

"Kenapa kau malah tersenyum?!" Amukan iblis mulai menggoyahkan postur tubuhnya.

WUUUT!

Namun Yong dapat bertahan, ia memperkuat genggaman pada pedang lantas mengayunkannya sekuat tenaga. Hembusan angin dihasilkan dari ayunan pedang.

"Ck, keras kepala!" Iblis itu berdecak kesal.

Kekesalannya bahkan terlihat jelas di setengah wajah Yong. Lekas pemuda itu membuka kedua mata secara perlahan-lahan dan dampak yang diterimanya pun bertumpuk dalam sekejap.

"ARGHH!"

Klontang!

Pedangnya terjatuh menggempur ke sarung pedang dan tanah akibat kedua telapak tangan Yong memanas seolah terbakar, ia sendiri pun terkejut karena merasakan hal itu secara tiba-tiba.

"HAHAHA! RASAKAN ITU!" Iblis menertawakan dirinya.

"Apa yang kau lakukan?!" amuk Yong dengan telapak tangan gemetar, ia menahan rasa sakit dan panasnya.

"Aku benci pedang." Satu kalimat terucap, mengungkapkan rasa tidak senangnya pada sebuah pedang dan Yong.

Sekilas memori asing melintas, iblis yang tengah merasukinya ini memiliki kebencian mendalam pada sebuah pedang karena seseorang menghunuskannya guna menghancurkan iblis itu.

"Oh ...," Yong tersenyum. "Jadi kau membencinya karena pernah disegel oleh pedang ya?" imbuh Yong.

"Kau! Berani-beraninya melihat ingatan kelamku!" pekik sang Iblis merasa marah.

Dengan merasa senang karena iblis terang-terangan memperlihatkan ketidaksukaannya, Yong terus tersenyum seakan sedang merayakan hari bahagia.

Sembari menutup setengah wajahnya yang berubah, Yong berkata, "Jika tidak ingin masa lalu kelam milikmu dilihat orang lain, maka tak seharusnya kau merasuki diriku."

Senyum itu perlahan memudar, tergantikan sebuah ekspresi kesal bercampur amarah.

"Dan jangan merenggut semua milikku!" imbuhnya berteriak lantang.

Tidak ia sadari, teriakannya yang begitu keras membuat rerumputan bergemerisik dan pepohonan bergoyang seolah sedang terjadi gempa.

Terpopuler

Comments

Elzi Lamoz

Elzi Lamoz

Kirain udah tidak upload, eh ternyata malah aku yang lupa Subscribe...

2024-02-17

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!