Sesosok Iblis

"Semakin lama kau menggunakan kekuatannya atau dikendalikan oleh mahluk itu maka secara perlahan tapi pasti ragamu akan direnggut olehnya."

Begitulah kata si rubah, Rin si mantan pencuri pedang. Wanita berambut merah yang kadangkala tidak bisa menyembunyikan sembilan ekornya hanyalah wanita biasa dan miskin.

Ia tinggal di daerah pelosok namun di tempat tinggalnya itu banyak sekali para pendekar entah apa pun niat baik dan buruknya mereka datang ke sana. Rin hidup tanpa keluarga, ia mampu berdiri sendiri dan dengan mengandalkan tangan panjangnya.

Gesit, lincah dan ringan. Rin memanfaatkan apa pun yang ia miliki, bahkan termasuk tubuhnya sendiri. Selama bisa menghasilkan uang, Rin tidak begitu peduli. Mencuri pedang saja seperti merebut permen dari tangan anak kecil. Terlalu mudah.

Selama bercerita, ia selalu tertawa mengerikan. Yong merasa sangat tidak nyaman berada di sana, sampai harus menjauh puluhan jengkal sembari mendekap erat kedua bilah pedangnya.

"Wanita ini mengerikan," ucap Yong bergidik.

"Hahaha! Ya, kau benar." Rin sama sekali tidak menyangkal.

Pengendalian kekuatan saja tidak akan cukup, buktinya ekor rubah milik Rin saja sulit disembunyikan. Apalagi ekor tersebut sangat mencolok di mata orang-orang.

"Kau pasti kesusahan."

"Tidak juga. Tapi berkat kutukan ini juga, aku bisa keluar dari desa kecil yang menyedihkan itu!"

"Oh, syukurlah?" Yong tidak tahu harus berkata apa lantaran ekspresi Rin terkadang suka berubah-ubah.

"Selain itu, berhati-hatilah Yong."

Setelah tertawa dan tersenyum, sekarang ia berwajah serius. Pupil matanya mengencang, tatapan itu ditujukan pada Yong agar benar-benar berwaspada terhadap sesuatu.

"Jika yang kau maksud adalah tentang Iblis yang suatu saat nanti akan mengambil alih kendali tubuh ini, maka aku mengerti," kata Yong paham.

"Tidak, selain itu." Rin menggelengkan kepala.

"Apa?" Yong menatap bingung tak memahami.

"Berhati-hatilah pada Zhuge," ucap Rin memperingatkannya.

Entah ada apa dengan suasana yang telah berubah drastis ini. Angin memang bersemilir dingin, namun kedinginan yang dirasakan oleh pemuda itu sungguh berbeda dari sekadar angin malam biasa.

"Kau pasti sudah merasakannya bahwa dia sedikit aneh."

Rin berkata jujur dan Yong juga merasa perkataannya tidaklah salah.

"Rasanya lebih aneh jika aku harus percaya pada omongan rubah yang terkenal licik," sahut Yong seolah menyangkalnya.

Sindiran halus membuat si rubah tersentak, ia lantas tertawa bukan karena merasa lucu melainkan hanya tertawa hambar sebab tidak dipercaya. Rin sendiri juga sadar, omongannya tidak bisa dipercaya semudah itu.

"Jahatnya."

Di sela-sela perbincangan antar mereka, seorang pria berbadan besar muncul tiba-tiba dan membuat Yong dan Rin sangat terkejut.

"Kenapa Yong harus merasa waspada terhadapku?" tanya pria itu yang tidak lain adalah Zhuge, seraya melingkarkan kedua lengannya ke pundak mereka.

"Ketua, aku—"

"Yah, sudahlah. Lagi pula aku tidak berminat dengan omong kosong kalian. Ah, maksudku aku tidak suka menguping pembicaraan orang lain yang begitu serius pembahasannya," ujar Zhuge mengangkat kedua pundak dengan alis terangkat sebelah.

Padahal sudah jelas dirinya telah menguping sebagian pembicaraan mereka. Tapi Zhuge berkata bahwa dirinya tidak suka menguping. Ucapannya berbanding terbalik dengan tindakan.

"Baiklah aku akan pergi dari sini, ketua. Sampai jumpa lagi, Yong." Rin berpamitan lekas pergi dari sana.

Zhuge tersenyum sambil melambaikan tangan pada Rin dan berkata, "Sampai jumpa dan berhati-hatilah Rin!"

"Zhuge, hari ini pekerjaanku—"

Sebelum menyelesaikan kalimat, Zhuge membungkamnya dengan sengaja.

"Itu sudah selesai. Kau melakukannya dengan baik, Yong," ucap Zhuge.

Tidak Rin, tidak pula dengan Zhuge. Bagi pemuda itu, mereka berdua tidak ada bedanya sama sekali. Mungkin selain gender, perbedaan terbesar mereka adalah ambisi dari dua arah berlawanan.

"Kalau begitu Yong, selamat malam. Aku akan pergi bersama tim-ku. Jika kau ingin bermalam hari ini, datangilah tempat di mana kau ditahan sebelumnya," jelas Zhuge sebelum akhirnya pergi meninggalkan.

Setelah datang langsung pergi, ini ciri khas Zhuge yang seperti biasa. Memikirkannya saja membuat Yong pusing, terlebih hari ini banyak sekali kendala baik di dalam dirinya maupun di sekitar.

"Ucapan mereka tidak salah. Sekalipun perang sudah berakhir dan mencapai kedamaian, tapi itu bukan berarti tidak akan ada kekacauan sedikit apa pun itu."

Helaan napas terberat dalam hidup Yong seperti balok susun tak teratur. Ditata hingga rapi dan begitu disentuh dikit akan mulai goyah lalu terjatuh berantakan. Hidup memang tidak bisa ditebak akan sampai mana ini berakhir dan bagaimana jalan takdir itu sendiri. Semua bersifat rahasia termasuk sosok iblis yang ada dalam tubuhnya.

"Jika aku menggunakan kekuatan dia, ataupun dikendalikan oleh dia maka sedikit demi sedikit raga ini akan diambil alih sepenuhnya oleh dia."

Sambil berjalan, Yong terus bergumam memikirkan ke depannya. Kedua kaki yang utuh ini tetap berjalan dan berpijak di atas tanah berumput kehijauan segar. Ditemani oleh rembulan malam di balik kabut berawan, kadangkala sosok iblis itu menampakkan dirinya di sisi Yong ketika terpantul di permukaan air.

"Astaga. Apa aku mulai berhalusinasi?" gumamnya sembari menginjak genangan air itu lantas mengusap-usap wajahnya.

Keberadaannya dalam kelompok tanpa nama sudah mulai dianggap sebagai prajurit bayaran betulan. Meski begitu Yong tetap meneguhkan dirinya untuk tetap menjadi seorang pendekar, walaupun ia sendiri masih belum bisa menggunakannya sama sekali.

"Dasar bodoh, bodoh! Manusia sepertimu ingin menjadi pembela keadilan di jaman damai? Kau pasti sudah tidak waras." Seseorang yang mengatakannya namun Yong tidak menemukan siapa pun di sana selain dirinya sendiri.

"Terserah bila kau ingin menjadi seorang pahlawan pembela keadilan atau semacamnya. Tapi begitu aku yang mengambil alih di sini maka semua yang kau lakukan akan menjadi sia-sia."

Lagi, seseorang mengatakan itu di dekatnya namun tidak ada siapa pun. Lantas setelah beberapa saat ia tersadar siapa yang berbicara ketika ia menggeser kakinya dari genangan air, di sanalah sosok iblis kembali unjuk gigi. Iblis itulah yang sejak tadi berbicara pada Yong. Bukan orang lain.

"Kau lagi," ucapnya menggeram kesal.

Tawa licik nan ringannya terdengar menggelikan, apalagi ia tertawa menggunakan mulut Yong sendiri. Perasaan jijik tak lagi terbendung, antara kesenangan atau marah, kedua emosi yang saling berlawanan itu pun bentrok.

"Hentikan! Pergilah kau dari sini!" pekik Yong.

Rasanya berat di kepala, Yong terus memegang kepala sambil berharap rasa sakitnya akan menghilang. Kala itu antara dengannya dan si iblis saling bersahutan dalam perjalanan entah menuju ke mana sebenarnya.

Yong berjalan kelimpungan tanpa tujuan dan arah. Di satu sisi ia kebingungan menghadapi situasi tersebut, namun ia sendiri juga tahu bahwa saat ini harus tenang tapi sayangnya itu sulit dilakukan.

Datanglah seorang gadis tak dikenal, dari arah belakang ia sekadar memperhatikan Yong yang kesakitan. Ia merasa iba dan berniat menolongnya segera.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!