8) Permintaan Soraya

"Ra." lagi-lagi Zaki ingin sekali bicara pada istrinya itu.

"Aku ingin duduk dan cerita sama kamu," sambung Zaki pada sang istri yang tengah bermain ponsel. Di sebelahnya duduk, sudah ada Gadis yang tidur memeluk guling. Soraya tetap tak menjawab apa yang dikatakan suaminya itu. Rasa sesak dan marah, serta emosi pada Zaki masih ada di dada. Tak bisa begitu saja di lupa.

"Ra, aku memang bukan laki--" kalimat Zaki terhenti saat Soraya menaruh ponsel dan turun dari ranjang, ia lantas berjalan keluar kamar. Pria itu yakin kalau istrinya ingin mendengarkan, hanya saja tidak di samping anak kecil. Baiklah, Zaki akhirnya mengikuti langkah sang istri. Dan di sanalah, di ruangan yang biasa di pakai Soraya untuk menyetrika pakaian. Berdiri, dengan gangan menyilang di dada. Zaki segera mendekat dan berdiri juga di sana.

 "Kamu mau ngomong apa, Yah!?" tanya Soraya menatap dengan kesal wajah pria itu.

"Kamu mau ngatain aku bodoh, karena kamu berhasil selingkuh bertahun-tahun?" wanita itu tak bisa menyembunyikan rasa amarahnya. "Atau kamu mau bilang, kalau selingkuhan kamu nggak mati, kamu nggak akan jujur, gitu!?" Soraya tak lagi bisa diam. Emosinya keluar saat itu juga.

Ia bahkan lantas luruh, jongkok dan menutup wajahnya. Sakit sekali yang ia rasakan, sampai tak mampu menahan debit air yang keluar dari sumbernya. Ia merasa bodoh, ia merasa kacau dan terlalu percaya pada pria yang salah. Zaki pun turut jongkok di depan istrinya, menggelengkan kepalanya, ia memegangi kedua lengan sang istri, rasanya ingi memeluk wanita itu, namun ia takut istrinya memberontak.

"Bukan itu, Ra. Aku pengin bilang kalau sebenarnya aku mau jujur, tapi malah keduluan seperti ini. Aku nggak pernah anggap kamu bodoh, aku justru yang bodoh udah nyia-nyiain kamu yang berhati bidadari. Tolong jangan salahkan diri kamu, aku benar-benar salah dan--"

"Apa!?" Soraya mendongak. Membuat Zaki terpental kebelakang karena tak siap dengan tangan Soraya yang menyingkirkannya. Seandainya saja tidak dalam adegan dramatis, Soraya jelas akan menertawakan suaminya itu, tapi sayangnya, ia tengah kesal, jadi ia malah merasa senang saat suaminya terjungkal ke belakang.

"Ra, dengerin dulu." kini Zaki sudah duduk sila di depan istrinya. Melupakan siku yah sakit karena terpentok dinding.

"Ra, aku benar-benar pengin cerita, kalau aku nggak ada niat buat bohongin kamu," ujar Zaki.

"Tapi nyatanya kamu bohongi aku," kata Soraya yang tak mau kalah. Terus saja bicara, tak perduli pada suaminya. Yang jelas, emosinya selalu meledak-ledak setiap kali membicarakan soal perselingkuhan. Hatinya terus saja mengajak untuk dia memberontak, meluapkan amarah yang tersimpan rapi di dada.

"Nyatanya kamu bohongin aku, Yah. Kamu bisa memiliki dua anak dengan wanita lain, selingkuh bertahun-tahun, dan ... Kamu bisa menyembunyikannya selama itu. Aku yakin, kalau Lana nggak meninggal, kamu dan dia masih bahagia di belakang aku. Aku yakin banget, kalau kalian akan menertawakan aku yang selalu merindukan kamu, di saat kamu pergi menemuinya. Aku bodoh, Zaki. Aku bodoh. Aku pengin pergi aja dari kamu, aku muak." tangis Soraya semakin pecah. Hati istri itu benar-benar sakit.

"Enggak, Soraya. Aku dan Lana berniat untuk jujur setelah si baby lahir, tapi kenyataannya, dia malah pergi meninggalkan aku dan Gadis. Tolong dengar ini Soraya, selama aku dengan dia, dia nggak pernah nuntut waktu, dia hanya meminta cinta yang dulu ada. Dan maaf karena aku sudah membaginya, dan asal kamu tahu, Ra. Waktuku untukmu selalu lebih banyak dibanding dengan dirinya. Selama keluar kota, aku selalu singgah ke rumahnya hanya sehari semalam, tidak lebih. Di rumah pun kamu tahu 'kan kalau aku tidak pernah telponan dengan siapapun, karena dia tidak pernah menuntut itu. Dia hanya mau--"

"Mau sosis kamu, iya!?" Soraya berdiri. Rasanya ia kesal sekali saat suaminya itu mengagumi selingkuhannya yang sudah tiada. Kendati sudah meninggal, tapi Soraya hanyalah perempuan biasa yang jelas memiliki rasa cemburu yang lebih besar dari rasa cinta.

"Ra. Aku belum selesai bicara." Zaki turut berdiri dan memeluk istrinya itu dari belakang. "Aku mohon maafkan kesalahan aku, aku cinta sama kamu. Aku nggak mau pisah, Ra. Aku mohon, kamu boleh hukum aku, asal jangan pisah. Aku mohon." pria itu memeluk erat istrinya, mencium pundak istrinya yang tertutup kaos oblong kesukaannya.

Soraya tetap menghadap ke depan dengan raut wajah penuh amarah. "Aku nggak akan minta pisah, asal gaji kamu semuanya buat aku. Aku nggak mau kamu pegang uang sepeserpun, kalau nggak aku yang kasih. Kamu juga nggak boleh komplain aku pakai uang itu untuk apa. Dan jangan tidur sama aku. Kita bisa saja suami istri, tapi kamu tidur di kamar Gadis, dan aku tidur sama Gadis."

Zaki mengangguk-anggukkan kepalanya. "Siap. Pokoknya uang bensin uang kuota aku bakal minta sama kamu. Aku janji nggak akan minta serabi kamu, asal tetap hidup di sini sama kamu."

Soraya tersenyum miring. "Lepas. Aku mau tidur." Zaki menurut. Lantas ia memperhatikan istri cantiknya itu pergi, meninggalkan dirinya di sana sendirian. Sampai saat istrinya itu sudah tak terlihat, ia lalu melangkahkan kakinya dengan lemah ke arah kamar tamu. Begitu akan masuk, ia memandangi foto keluarga kecil mereka, foto pertama yang di buat saat Gata baru berusia satu bulan.

"Semoga secepatnya kamu bisa maafin aku, Ra." ujar Zaki yang netranya fokus pada wajah cantik istrinya. "Aku benar-benar nggak bisa diginiin sama kamu. Kamu istri yang baik, nggak pernah nuntut apapun, setiap uang yang aku kasih kamu gunakan untuk hal yang penting. Maaf aja nggak cukup untuk menebus kesalahan aku selama ini. Jika memang kamu maunya gitu, aku akan turutin semuanya, Ra. Aku janji." sambung pria itu.

"Maaf dan makasih, Ra. Maaf untuk kesalahan aku dan almarhum Lana. Dan terimakasih karena udah menyayangi Gadis kayak kamu sayang sama Gata," pria itu masih setia memandangi foto keluarga itu.

Setelahnya, ia menoleh ke arah kamar sang putra, ia juga merasa sangat bangga pada anak pertamanya itu. "Makasih juga ya, Ta. Ayah yakin, suatu saat kamu akan menemukan wanita sebaik Soraya. Wanita yang memiliki cinta dengan begitu besar untukmu, sayang yang tak bisa di ukur, dan kesabaran yang seluas samudera," katanya pada pintu yang tak terlalu jauh dari pandangannya.

Setelahnya, dengan pelan ia membuka kamar tamu. Lagi-lagi ia kagum pada istrinya, bagaimana tidak saat ia mendapati kamar tamu kini berubah menjadi kamar anak perempuan. "Gadis, kamu akan bahagia hidup dengan ibu Soraya," ucap pria itu tergugu.

Percayalah Zaki menangis setelah menutup pintu kamar tamu, ia lantas memandangi kamar itu dengan senyum dan tangis. Bagaimana bisa istrinya itu sebaik ini? Ia benar-benar beruntung, bukan.

Sayangnya, terkadang manusia tak pernah merasa cukup dengan apa yang Tuhan berikan. Sampai-sampai maruk dan berjalan ke arah yang buruk.

Terpopuler

Comments

Aqil Aqil

Aqil Aqil

klu sy mau liat zaki uring-uringan krn cmburu ayo thor.buat zaki cmburu biar tau rasa sizakix ,kesel sy sm zizaki ap cb seandax lana tdk mnggl mngkn sisoraya dipoligami,brengsk mmng sizaki😈

2024-01-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!