Stasiun Kereta

"Iya"

Renata pun mengikuti arahan pemuda itu untuk segera membonceng motornya.

"Anda mau diantar ke mana nona?"

"Antarkan saya ke stasiun kereta saja"

"Baiklah"

Akhirnya pemuda itu pun segera melajukan motornya dengan pelan, melewati pepohonan yang begitu lebat dan jalanan yang gelap juga suasana yang semakin sepi.

Saat mereka melampaui setengah perjalanan tiba-tiba dari arah yang berlawanan terlihat segerombolan orang-orang yang menaiki motor dengan suara knalpot yang menyakitkan telinga.

Sang pemotor yang ia bonceng ini seketika berhenti saat segerombolan orang itu tengah menghadang jalannya.

"Mau apa kalian?" Tanya sang pemotor itu

"Ternyata anda tuan?" Sahut mereka serentak

"Ya"

"Maaf Tuan, siapa wanita yang sedang bersama anda?" Tanya salah satu dari mereka.

"Dia adik sepupuku. Kenapa?"

"Tidak apa apa tuan. Kami hanya bertanya saja"

"Lalu kenapa kalian masih berada disini? Cepat pergi!"

"Iya tuan" Sahut mereka sembari pergi dengan cepatnya

Renata hanya menatap heran pada laki laki yang memboncengnya tadi. Rasa hawatir, rasa takut, rasa waspada pun kini mulai singgah pada dirinya.

Jika para preman yang sangar seperti tadi saja takut dan tunduk padanya, berarti laki laki yang sedang bersamanya ini memiliki kekuasaan yang cukup berpengaruh. Terutama di tempat ini. Begitu pikir Renata.

"Nona, kau Kenapa?"

Renata tak menjawab. Detik ini juga dirinya mulai merasa sangat ketakutan. Langkahnya semakin mundur, perlahan namun pasti. Ia ingin sekali segera melarikan diri. Tapi saat kakinya baru saja tiga kebelakang, Pemuda itu langsung mencekal pergelangan tangannya.

"Aaaa" Renata mulai histeris dan berteriak. Ia mencoba melepaskan tangannya namun tak bisa. Genggaman tangan laki laki ini sangatlah kuat.

"Hey, nona, tenanglah! Saya tidak akan berbuat jahat pada anda"

Deg

"Saya hanya ingin menolong anda, tidak lebih!"

Fyuh...

Renata bisa bernafas lega mendengar ucapan orang itu. Ia pun mulai diam dan bersikap lebih tenang.

"Apa anda berfikir bahwa saya adalah orang jahat?"

Renata mengangguk lemah.

"Haha.. (tertawa ringan ). Anda salah nona. Saya hanyalah seorang yang tulus ingin membantu anda. Daerah ini rawan penjahat. Karena anda seorang gadis yang berjalan sendirian, saya tahu jika hal seperti tadi paati akan terjadi pada anda"

"Kenapa anda bisa tahu? Dan kenapa mereka seperti takut pada anda?"

"Bermula dari kejadian sepuluh tahun yang lalu. Dimana adikku harus meregang nyawa karena berusaha untuk melindungi dirinya dari pelecehan yang di lakukan oleh mereka, para preman tak berhati"

"Adikmu meninggal di tangan preman preman itu?"

"Lebih tepatnya di tangan sang ketua geng"

"Lalu kenapa mereka bisa tunduk padamu?"

"Semua terjadi karena aku sudah membunuh ketua geng itu di depan mereka semua dengan tanganku sendiri"

"Membunuhnya?"

"Ya. Dan sebab itulah aku harus merasakan dinginnya sel jeruji besi selama hampir delapan tahun"

"Jadi karena itulah mereka tunduk padamu" "Tapai dengan alasan apa kau mau menolongku? Kita kan tidak saling kenal sebelumnya?"

"Setelah aku keluar dari sel, aku bertekat akan membantu siapapun yang melewati jalan ini. Terutama seorang perempuan yang sendirian agar mereka tak bernasib tragis sama seperti adikku"

"Kau sangat baik. Semoga Tuhan membalas semua perbuatan baikmu"

"Amin"

Akhirnya pemuda itu pun mengantarkan Renata ke stasiun yang ada di daerah situ.

"Nona ini Stasiun kereta jurusan ke kota S. Apa Anda yakin akan pergi ke sana?"

"Ya saya yakin. Terima kasih banyak sudah mau Mengantarkan saya sampai ke sini"

"Apa perlu saya temani untuk membeli tiket?"

"Ah, tidak perlu kak, terima kasih sebelumnya. Saya tidak enak sudah merepotkan Anda. Saya akan membelinya sendiri"

"Anda yakin?"

"Ya. Anda bisa kembali sekarang"

"Baiklah, hati hati nona. Tenang saja, Stasiun ini aman kok"

Renata mengangguk antar senyum simpul. Ia masih tak menyangka jika di zaman sekarang masih ada laki-laki yang berniat membantu dengan tulus dan ikhlas tanpa pamrih sedikitpun.

Dan seketika itu juga air mata Renata menetes begitu saja kala menatap kepergian laki-laki itu. Bukan karena sesuatu, tapi dirinya hanya heran dan tak habis pikir dengan kehidupan yang ia jalani.

Bagaimana tidak? Seorang laki-laki yang tak pernah kenal sebelumnya saja begitu memikirkan tentang keselamatan dirinya, sedangkan laki-laki yang sah menjadi suaminya malah sama sekali tak mempedulikan dirinya, bahkan nyawanya pun tak ada harganya di mata sang suami. Sungguh miris bukan?

Renata segera menghapus sisa air mata. Ia membuka tas selempang kecil yang ia bawa. Hanya ada satu buah ponsel, tujuh lembar uang seratus ribuan, satu lembar uang lima puluh ribuan, dua lembar uang dua puluh ribuan, dan tiga lembar uang dua ribuan. Jika di total keseluruan uang ada 796.000.

Ya, itu adalah sisa uang yang Renata miliki saat ini. Karena ia sudah memberikan semuanya pada Tania. Bahkan ia juga memberikan kelebihan uang dari yang pernah ia pakai pada sahabatnya itu.

Setelah mengambil uang dan membeli tiket kereta, Renata memilih untuk duduk di kursi tunggu yang paling dekat dengan pemberhentian kereta, karena menurutnya, ini akan mempermudah langkahnya nanti saat akan masuk ke dalam kereta. Mengingat dirinya yang sedang mengandung, jadi ia tak mungkin bisa untuk berlari ataupun berjalan secara cepat.

Tenggorokannya sangat kering, Perutnya sejak tadi pun ikut berdendang tak karuan. Lapar dan dahaga mulai melilit dalam tubuhnya. Ya, Renata ingat jika dirinya belum makan apapun sejak siang tadi.

Beruntunglah ada pedagang asongan yang lewat di depannya. Dibeli satu botol air mineral dan satu potong roti kecil untuk mengganjal perutnya yang sudah terasa kosong.

Saat Renata asik menikmati makanannya, saat itu pula ia di kejutkan oleh dua orang yang kini sudah berdiri di depannya.

"Dokter Alex? Dokter Hana?" lirih Renata

"Renata, apa yang kau lakukan disini? Kau mau kemana?"

"Aku.."

"Apa kau akan pergi dari kota ini? Meninggalkan suami dan anakmu?" tanya Dokter Alex

"Suamiku tak membutuhkanku"

"Dan anakmu?"

"Dia masih kecil. Dia akan terbiasa tanpa kehadiranku nanti"

"Tapi bagaimana keadaanmu jika kau pergi seorang diri? Apa kau bisa merawat dirimu sendiri?"

"Iya nona, kenapa anda tak memilih tinggal bersama sahabat anda saja?" lanjut Dokter Hana.

"Saya sudah terlalu banyak merepotkan Tania"

"Re, ingat! kondisi tubuhmu masih harus tetap terpantau oleh pihak medis"

"Dokter, percayalah, saya akan baik baik saja"

"Baiklah kalau itu sudah menjadi final keputusanmu, semoga kau mendapatkan kebahagiaan setelahnya"

"Terimakasih dokter"

Dokter Alex baru saja mendatangi mansion Radika guna menemani dokter Hana untuk menandatangani surat pemberhentian kontrak kerjanya.

Namun saat perjalanan pulang, ia melihat seorang yang sedang di bonceng motor yang ia yakini adalah pasiennya. Dan benar saja setelah ia ikuti, ternyata adalah Renata.

Awalnya mereka ingin meminta Renata untuk bertahan. Tapi setelah Renata bercerita dan mereka tau yang sebenarnya, keduanya pun kompak mendukung keputusan Renata.

Dan saat meteka tengah berbincang serius, datanglah seorang yang tak di undang.

Deg

Sekertaris Jo?

.

.

Terpopuler

Comments

Hasian Marbun Ian ayurafanisa

Hasian Marbun Ian ayurafanisa

lanjut donk

2024-02-10

2

kak mana update nya😔 dah berapa hari gak ada lanjutan nya. semangat yok🥳🥳

2024-02-10

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!