Menjadi Beban

"Manajer, maksut sekertaris Jo itu apa sih?" tanya Tania

"Mana aku tahu"

"Mending kita ikutin aja yuk!"

"Untuk apa? Kita kan harus ke tempat anak anak itu?"

"Sebentar saja. Lagi pula kan sekertaris Jo juga sudah memberikan makanan sebanyak ini untuk mereka. Jadi kita tidak usah beli lagi"

"Terserah kau saja"

"Okey. Ayo cepat! Keburu kehilangan jejak nanti"

Karena rasa penasaran yang tinggi, Tania dan Manajer Han pun berjalan mengikuti jejak Sekertaris Jo.

Sebenarnya mereka berdua tak ada rencana pergi malam ini, tapi karena tadi sore Renata meminta tolong untuk mengirimkan makanan kepada anak anak jalanan itu, akhirnya mau tak mau keduanya pun harus keluar rumah di malam dingin seperti ini.

"Manajer, itu kan Renata.." bisik Tania saat melihat arah pandang sekertaris Jo dan Tuan Radika

Manajer Han hanya diam. Namun jauh dari lubuk hati yang paling dalam, ia sangat merasa teriris kala melihat orang yang di cintainya meringkuk di emperan toko bersama dengan para gelandangan.

Rasa ingin merangkul dan membahagiakan wanita pujaan. Namun semua itu akan mustahil jika Renata tak mau menerimanya.

Akhirnya ia hanya diam dan memendam sendiri perasaan yang ada demi menjaga hati lain agar tak tersakiti. Mungkin hubungan dalam persahabatan akan lebih baik untuk mereka bertiga. Begitu pikirnya.

Setelah mobil Sekertaris Jo pergi, Tania dan manajer Han langsung berlari mendekati Renata. Sungguh miris saat melihat keadaan Renata dari dekat. Namun mereka tetap mencoba untuk bersikap biasa.

"Re.. Bangun"

Mendengar ada yang memanggil, Renata segera membuka mata. Ia sangat terkejut saat mendapati dua sahabatnya tengah berada di depannya.

"Tania, Manajer, kenapa kalian ada disini? Bukankah seharusnya kalian ada di kontrakan anak anak itu? Kasihan mereka, pasti mereka belum makan karena menunggu makanan dariku"

"Re, kenapa kau bisa tidur disini? Apa yang sebenarnya terjadi?"

"Eh, kalian sudah membeli makanannya ya?" Renata meraih salah satu kresek yang ada di tangan Tania dan membuka plastik itu lalu mengintip isi di dalamnya.

"Maaf ya, aku merepotkan kalian. Sebenarnya bisa saja aku kesana sendiri. Tapi ternyata aku tak lagi memiliki uang untuk membeli makanan. Aku sudah terlanjur janji pada mereka akan membawakan makan malam. Sayangnya aku tak tega jika aku harus mengabarkan pada mereka kalau aku sedang tidak bisa. Makanya aku minta tolong pada kalian"

"Oh, tapi tenang saja.Aku menganggapnya sebagai hutang kok. Nanti kalau aku sudah bekerja dan memiliki uang lagi, aku akan membayar semua hutang hutangku pada kalian" sambung Renata mencoba mengalihkan pertanyaan.

"Renata Rahelia, jangan mengalihkan pembicaraan"

Deg

Renata terdiam. Namun air mata yang jatuh sudah mewakili jawaban dari pertanyaan Tania.

"Jangan menangis. Ada aku, Ada manajer Han yang akan selalu ada di pihakmu. Kita akan selalu mensupport apapun yang kamu lakukan Re. Percayalah, kau akan baik baik saja"

"Terima kasih Tania"

"Sepertinya tubuhmu merasa kelelahan. Apa ada sesuatu yang kamu rasakan?"

"Tidak"

"Kamu yakin? Atau kita perlu ke rumah sakit?"

"Jangan berlebihan. Tafi pagi kan aku baru pulang dari rumah sakit, masa iya mau ke rumah sakit lagi"

"Ya gak papa kan? Jangan jangan kamu mikir bagaimana cara bayar biaya rumah sakit lagi?"

"Gak kok. Kenapa aku harus bingung mikirin itu? Aku kan punya dua sahabat baik yang siap menolongku kapanpun dan dimanapun"

"Tapi aku lihat kau terus memegang perutmu?"

Merasa diperhatikan oleh Tania, Renata pun segera melepaskan genggaman pada perutnya.

"Aku beneran gak papa kok"

"Renata jujurlah wajahmu itu terlihat sangat pucat"

"Iya kah?" Renata meraba wajahnya "mungkin ini efek dari kedinginan. Karena jujur saja ya, tidur beralaskan kardus itu rasanya nggak enak banget deh!" ucap Renata diiringi dengan sela tawa ringan.

"Baiklah kalau begitu. Tapi jika ada sesuatu yang kau butuhkan jangan sungkan untuk bilang pada kita ya"

"Siap bos"

"Ya udah, mendingan Sekarang kita ke tempat anak-anak itu ya" ajak Tania.

Akhirnya mereka bertiga pun memutuskan untuk mengunjungi anak-anak jalanan itu dan memberikan makanan pemberian Sekertaris Jo kepada anak anak tersebut.

...****************...

Dua Minggu Kemudian.

Renata yang sedang merasakan kegerahan malam ini memutuskan untuk keluar. Ia ingin mencari sejuknya angin malam dari teras rumah. Namun saat ia hampir sampai, rupanya ia di kejutkan oleh percakapan dari kakak beradik yang lebih dulu berada di teras itu.

"Kak, gimana? Apa kakak sudah punya uang buat bayar semesteranku?

"Maaf sayang, kakak belum punya"

"Tapi kan kakak udah janji mau bayar semester kuliah aku di akhir minggu ini? Kenapa kakak ingkar janji?"

"Iya sayang, Kakak minta maaf banget. Kamu kan tahu sebenarnya kakak juga udah punya uangnya, hanya saja.."

"Hanya saja Kakak lebih mementingkan teman kakak itu daripada aku, adik kandung kakak. Begitu kan maksud kakak?"

"Vania! Jaga bicara kamu! Tidak ada yang lebih Kakak pentingkan dari kalian berdua"

"Tapi buktinya, kakak lebih memilih menggunakan jatah uang semester kuliah aku untuk membelikan kebutuhan teman kakak yang sedang hamil itu ketimbang membayarkan uang yang semestinya memang menjadi hak milikku"

"Vania, kakak minta buka sedikit saja pintu hati kamu. Kasian kak Renata. Dia hanya punya kakak. Dan sebagai seorang sahabat, kakak berkewajiban untuk membantunya. Kamu paham kan maksud kakak?"

"Aku selalu paham maksud kakak. Tapi sayangnya kakak tidak pernah bisa memahamiku"

Vania segera masuk. Ia menghentakkan kakinya meninggalkan Tania yang masih terpaku di teras rumah. Dari cara Vania pergi, Tania tahu bahwa adiknya itu sedang marah kepadanya.

Ya, Tania sadar bahwa dirinya memang bersalah. Ia sudah menggunakan uang jatah bayar semester kuliah Vania untuk memeriksakan kandungan Renata dan untuk membelikan beberapa potong baju hamil untuk sahabatnya itu.

Sebenarnya Vania tak mau memberikan uang itu kepada kakaknya, namun karena kakaknya terus mendesak dan berjanji akan mengembalikan uang itu dalam jangka satu minggu, akhirnya Vania pun mau tak mau harus merelakan uang kuliahnya digunakan terlebih dahulu.

Dan setelah dua minggu berlalu, uang itu tak juga kembali, wajar kan jika Vania marah?"

Tania menqhela nafas panjang, dirinya lantas masuk ke kamar yang di dalamnya ternyata ada sang sahabat yang masih terjaga di alam nyata nya.

"Re, kamu belum tidur?"

"Belum. Kamu dari mana?"

"Aku habis dari luar, cari angin. Kenapa kamu belum tidur? Begadang gak baik loh buat ibu hamil? Tidur yuk?"

Renata mengangguk dan tersenyum menatap Tania yang meringkuk di dalam selimut. Ia sengaja terjaga, menunggu sahabatnya agar tertidur pulas.

Dan setelah Tania tertidur pulas, Renata pun bergegas pergi meninggalkan rumah yang sudah ia tempati selama dua minggu ini.

Terimakasih Tania.

.

.

Terpopuler

Comments

Ramini

Ramini

up donk kk lagi seru"nya eh hbis hahah

2024-02-05

1

sukahati

sukahati

lnjut thor

2024-02-03

1

sholeha

sholeha

hiduplah sendiri re sama anakmu masak kmu repotin orng mulu buktikan klo kamu bisa

2024-02-03

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!