Memutuskan Pergi

"Hhhoooooaaam" Tania masih mengumpulkan nyawa agar bisa benar benar terbangun dari tidurnya.

Saat ia berhasil membuka mata, ia sudah tak mendapati Renata disampingnya. Tak ada pikiran aneh, karena biasanya Renata memang selalu bangun pagi dan memasak makanan untuk sarapan mereka.

Setelah rapi dan berganti pakaian kerja, Tania pun bersiap untuk sarapan sebelum berangkat kerja. Ia mengerutkan keningnya saat tak mendapati Renata diantara adik dan ibunya.

"Bu, Renata dimana?"

"Loh! Bukankah dia masih ada di kamar? Ibu kira malah belum bangun"

"Gak ada bu, Renata itu udah gak ada di kamar sejak aku bangun tadi"

"Kamu tau Van dimana kak Renata?" tanya Tania pada adiknya

"Mana aku tau. Palingan juga dia udah sadar kalau kehadirannya disini hanyalah menjadi beban untuk keluarga kita. Makanya dia pergi"

"Vania! Jaga bicaramu!"

"Kenapa? Bukankah semua ucapanku itu memang benar adanya? Bukankah keuangan keluarga kita jadi berantakan semenjak ada dia?"

Brak!

Tania menggebrak meja pelan. Ia sungguh tak suka mendengar adiknya menyalahkan Renata. Ia tak menyangka jika di balik sifat pendiam sang adik tersimpan keberanian tinggi dalam menuangkan berpendapatnya.

Melihat Tania yang sudah di liput emosi dan hampir meluap, Vania pun memutuskan untuk segera berangkat kuliah.

"Vania! berhenti kamu!" Tania mengikuti adiknya keluar rumah yang ternyata sudah lebih dulu berlari dan memasuki angkutan umum.

Bertepatan dengan itu, datang seorang laki laki yang menaiki motor dan berhenti tepat di depannya. Tania hanya memandang laki laki itu yang berjalan ke arahnya sembari membawa sebuah kotak kecil di tangannya.

"Permisi, apa benar ini kediaman Tania Salsabila?"

"Iya, saya sendiri"

"Ini ada paket untuk anda"

"Paket? Tapi saya tidak sedang berbelanja online"

"Saya tidak tau. Tapi disini tertera nama anda sebagai penerima"

"Oh, iya, kalau begitu saya terima ya pak"

"Baiklah, saya permisi"

"Terimakasih pak"

Setelah pengantar paket itu pergi, Tania masuk kembali ke dalam rumah. Ia tak berani membuka paket itu karena tidak ada nama pengirimnya disana.

"Paket apa nak?"

"Gak tau bu. Gak ada nama pengirimnya"

"Dibuka saja dari pada kamu penasaran"

"Tapi bu.."

"Disitu tertera namamu, pasti paket itu ya ditujukan untukmu"

Tania mengangguk pelan. Perlahan ia membuka paket itu dan alangkah terkejutnya ia saat melihat apa yang ada di dalam kotak tersebut.

"Uang?" Sang ibu ikut terkejut

"Uangnya banyak banget bu"

"Ini ada suratnya, ayo cepat baca!" Ucap sang ibu saat melihat sebuah kertas terjatuh dari tumpukan uang tersebut.

*

Dear Tania.

Sahabat terbaikku.

Maaf jika selama dua minggu ini aku terus merepotkanmu dan keluargamu.

Aku sangat berterimakasih karena kau sudah membantu menyambung nyawaku dan anakku. Aku tak bisa bayangkan akan seperti apa aku kemarin jika tak ada kamu disisiku.

Aku sangat berterimakasih karena kau sudah berkorban banyak untuk memenuhi kebutuhan kehamilanku.

Maaf aku tak berpamitan padamu, Tapi aku sudah putuskan untuk mencari jalan hidupku sendiri.

Dengan datangnya suratku ini, mungkin aku sudah pergi jauh dari kalian semua. Tapi percayalah, doaku selalu menyertai.

Oh ya, Aku ada sedikit uang untuk bantu bayar semesteran Vania. Dan tolong sampaikan maafku padanya ya, gara gara aku, dia harus telat bayar semesteran.

Jangan hawatirkan keadaanku. Aku janji padamu, aku akan baik baik saja.

Dari Sahabatmu,

Renata Rahelia.

*

Tania mendekap selembar kertas itu. Air matanya menetes begitu saja kala mengingat bagaimana keadaan sahabatnya jika jauh dari dirinya. Siapa yang akan membantu dia jika sewaktu waktu penyakitnya kambuh?

...****************...

Sementara itu, di ruas jalan yang berbeda, seorang wanita tengah berjalan gontai dengan memegang perutnya yang sedikit terlihat semakin membuncit.

Ya, ia adalah Renata. Setelah mendengar percakapan antara Tania dan Vania, ia sadar bahwa tak selamanya orang akan senang demgan kita.

Contohnya, saat pertama kali Renata datang dan menginap di rumah sahabatnya, Vania sangat antusias dan bahkan terlihat senang dan sangat menerima kehadirannya. Namun hanya dalam kurun waktu dua minggu, sikapnya berubah, benar benar berubah drastis.

Vania yang semula ramah kepadanya, saat itu berubah acuh, cuek, bahkan adik sahabatnya itu tak segan untuk mengatainya sebagai manusia benalu.

Apakah dikatakan seperti itu tak membuat Renata sakit hati?

Tentu saja Renata merasa sakit hati, namun ia tak bisa berbuat apa apa pada saat itu karena keadaannya yang terlampau lelah dan lemah. Ia juga tak menceritakan pada sahabatnya tentang kejadian dimana ia sempat di caci adiknya.

Tak ada seorang pun yang bisa menolongnya selain Tania. Bahkan pernah waktu itu ia ingin kembali pada suaminya dan ingin memohon agar penyakitnya diobatkan.

Namun belum sempat berbicara jujur soal penyakitnya, Radika lebih dulu murka padanya, bahkan hanya dengan bertatap muka saja emosinya sudah meluap.

Radika malah tega menghina dirinya habis habisan. Termasuk menghina bentuk fisiknya yang semakin membengkak.

Tidak sampai disitu saja. Yang lebih menyakitkan dari semua adalah dimana Suaminya itu dengan lantang menyuruhnya untuk menjual diri saja agar bisa mendapatkan uang yang banyak. Sungguh menyakitkan bukan?

Dan sejak saat itulah, Renata tak lagi berharap apapun pada suaminya, pada keluarga Mahesa.

Baginya, sudah cukup sampai disini pengorbanan, pengabdian, dan balas budi yang ia berikan untuk keluarga Mahesa, keluarga yang sangat berjasa atas hidupnya.

Nasib baik masih tak berpihak kepadanya. Ia yang sudah yakin untuk memilih kembali tinggal bersama dengan Tania ternyata bukanlah sebuah keputusan yang tepat.

Semalam saat Renata memutuskan untuk pergi dari rumah Tania, ia tak membawa apapun, termasuk pakaian yang di belikan oleh sahabatnya itu.

Dengan tekat yang kuat, ia berjalan menyusuri gelap dan padatnya suasana malam di ibukota.

Beruntunglah di jari manis Renata masih melingkar sebuah cincin berlian pemberian nyonya Sarah yang di berikan semalam sebelum pernikahan dengan putranya di lakukan.

Renata pun langsung menjual berlian tersebut ke salah satu toko perhiasan yang masih buka. Ia tak menyangka jika harga sebuah cincin akan semahal ini. Ia sangat senang, setidaknya setelah ia mengembalikan uang milik Tania, masih ada sisa uang untuk ia gunakan modal hidup kedepannya.

"Mau kemana neng?" tanya salah satu pemotor yang sedang mangkal di pinggir jalan

Renata tak menjawab, ia hanya menunduk dan tersenyum tipis lalu melanjutkan perjalanannya yang entak akan kemana ia akan berlabuh.

Namun baru beberapa langkah ia berjalan, seorang tadi langsung berlari kearahnya dan menepuk pundaknya, hingga mampu membuat Renata menghentikan langkah kakinya seketika.

"Nona, disini jalanan yang sangat rawan kalo malam. Apalagi untuk seorang wanita. Memangnya malam malam begini Nona mau kemana?"

"Saya.."

"Mari saya antar"

"......."

.

.

Terpopuler

Comments

sukahati

sukahati

thor klo bisa update nya tiap hari dong kasian si renata mna lagi hamil/Sob/

2024-02-06

5

sholeha

sholeha

aduh jgn bikin renata sengsara mulubdong thor dah penyakitan di tanbah hamil lgi

2024-02-05

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!