Setelah Lian sadar, Diana masih di kamarnya. Pria itu memegang kepalanya yang masih sakit.
"Nak, lebih baik berbaring dulu. Kata dokter kondisi tubuhnya kurang vit karena sering begadang." ucap Diana.
Lian menurut, kalau duduk kepalanya akan sakit. "Elena sudah pulang Ma?" tanya Lian.
"Sudah. Dia yang menemukanmu tadi pagi dan mengompres kepalamu." jawab Diana sambil menahan senyum.
"Lalu dimana dia?"
"Saya di sini Tuan." Elena tiba-tiba keluar dari kamar mandinya sambil menyandang pakaian kotor yang menumpuk di kamar mandi.
Pria itu terkejut dan wajahnya merah padam. Tubuh Lian yang pucat sangat kentara dengan wajah merah padamnya. Pria itu malu karena Elena tahu dirinya mencari gadis itu. Lian menjadi canggung yang mengundang tawa kecil dari Diana.
"El, tolong bawa makanan, hari sudah hampir siang, Lian perlu mengisi perutnya." ucap Diana.
"Baik Bu." Elena pergi melakukan tugasnya.
"Ma, kenapa tidak bilang Elena ada di sini?" Lian menunjukkan kekesalannya.
Diana hanya terkekeh, membuat Lian menjadi murung.
"Lian, Mama ingin tanya sesuatu. Bagaimana menurutmu tentang Elena?" entah kenapa wanita itu bertanya.
Lian tidak langsung menjawab, dia membayangkan gadis yang merawatnya selama empat bulan ini.
"Biasa saja." jawabnya singkat.
"Hanya itu saja?" Diana tidak puas dengan jawaban itu.
"Lalu apa Ma?"
"Lian..." tatapan Diana sangat memaksa agar ia mendeskripsikan Elena dengan baik.
"Oke Ma. Elena gadis yang baik. Dia tulus padaku dan aku beruntung bertemu dengannya." ujar Lian meski dengan sedikit gengsi.
Diana tersenyum, "Apakah Elena cantik?"
"Hem Elena cantik." acuh tak acuh.
"Do you like her?"
"Yes i like her.." kening Lian berkerut akan tatapan aneh Diana.. "No, Ma... Maksudku bukan begitu, aku menyukai Elena karena dia baik, bukan sebagai wanita." Lian mengklarifikasi namun Diana tetaplah Diana.
"Iya, Mama tahu kok. Kalau memang tidak suka tidak usah emosi begitu. Lagian Mama senang kok punya menantu seperti Elena. Mama bisa melihat ada banyak kelebihan dalam dirinya." tutur Diana tanpa peduli tatapan dingin Lian.
"Ma, aku tidak akan menikah lagi!" pria itu menegaskan prinsipnya.
Diana mendelik, "Memangnya Mama akan menjodohkan Elena denganmu?"
"Maksudmu Mama, Mama akan menjodohkan Elena dengan Kak Leon. Mah, Kak Leon udah punya istri."
"Kau pikir Mama sejahat itu? Mama berencana ingin mengenalkan Elena dengan sepupumu Aksa. Mama dengar tantemu itu sedang mencari menantu, sepertinya Elena cocok dengan Aksa yang baik hati." ucap Diana sambil mempelajari reaksi Lian.
"Terserah Mama saja. Lian tidak peduli." pria itu acuh sambil mengalihkan pandangannya.
"Ya sudah. Tunggu Elena mengantar makananmu. Ingat bersikap baik padanya, kalau Mama berhasil Elena akan jadi adik iparmu." Diana memanas-manasi putranya.
"Maa..." Lian meninggikan suaranya.
Diana tertawa keras, "Baiklah. Mama pergi dulu." rasanya senang menggoda putranya. Sudah lama ia dan Lian tidak bicara sesantai ini.
Beberapa saat setelah sang ibu pergi, Elena masuk ke dalam kamar. Ia meletakkan nampan makan di nakas, kemudian mengatur meja makan mini di hadapan Lian yang sedang bersandar.
"Silahkan dimakan Tuan."
Lian mengangguk, pria itu juga tergugah seleranya setelah mencium aroma masakan Ernie.
"Saya akan keluar, jika Tuan masih butuh sesuatu, silahkan panggil saya." ucap Elena.
"Jangan pergi. Ambil kursimu dan temani saya makan." perintah Lian yang tidak bisa dibantah gadis itu.
Gadis itu duduk di dekat tempat tidur dan menunggu Lian makan, sesekali ia memperhatikan Lian dan menelusuri ruangan yang kosong.
"Bagaimana kabarmu?" tanya Lian disela makannya.
"Kabar baik Tuan." Elen hanya menjawab singkat.
"Bagaimana ayahmu, apakah sudah sehat?" Lian meletakkan alat makannya dan malah fokus pada gadis itu.
"Sudah Tuan." entah kenapa Elena tidak tertarik dengan Lian. Padahal dulu obrolan mereka selalu berlanjut.
Dan Lian menyadari perubahan sikap Elena padanya. Mungkinkah gadis itu masih mengingat sikapnya tempo hari.
"Elena, kau masih marah dengan saya?" Lian memastikannya.
Elena menggeleng, "Tidak Tuan. Kita sudah membahasnya di telepon. Kita sudah damai." Elena mengingatkan, tetapi Lian merasa Elena tetap berubah. Namun ia tidak bisa memaksakan gadis itu bersikap seperti biasanya, mungkin saja Elena memiliki sedikit masalah.
"Baiklah. Saya berpikir berlebihan."
"Saya sudah selesai makan. Bawakan saya buah."
Elena segera berdiri dan mengambil meja mini dari depan Lian. "Baik Tuan."
Waktu terus berjalan, hari-hari Lian dipenuhi banyak pertanyaan. Pasalnya Elena tidak seperti Elena yang dulu. Elena bersikap seperti pelayan yang kaku dan tunduk akan semua perintahnya. Elena tidak pernah lagi berceloteh kepadanya. Hal itu mengganggu Lian. Hari-harinya tidak berwarna jika Elena tetap seperti ini.
Elena melempar alarmnya yang telah berbunyi sepuluh kali sepanjang siang ini. Gadis itu mendengus kesal karena Lian cukup merepotkannya akhir-akhir ini. Pria itu memanggilnya ke kamar untuk mengerjakan hal yang tidak penting sama sekali. Seperti kemarin, Lian menyuruhnya memindahkan lukisan ke sisi lain kamarnya. Dan tadi pagi Lian menyuruhnya memasang lukisan baru di kamarnya. Padahal itu bukan tugasnya.
Maria dan Ernie terkekeh dengan wajah cemberut Elena, "Sepertinya Tuan sedang mengerjaimu El." timpal Ernie.
"Entahlah Bu Er. Aku tidak mengerti pikirannya." gadis itu berjalan dengan malas menuju kamar Lian.
"Ada apa Tuan?" suara Elena tidak seramah seperti biasanya, ada nada emosi di dalamnya.
"Kenapa berteriak El?" tanya Lian.
Gadis itu segera menggeleng, ia tidak sadar bicara dengan majikannya.
Lian menyipitkan matanya, menelisik ekspresi wajah gadis itu. "Kemarilah." ia menyuruh Elena duduk di sofa.
"El, beberapa hari ini saya memikirkan saran darimu." ujar pria itu.
Elena mencoba mengingat, "Saran yang mana?" ia sudah terlalu banyak memberikan pria ini saran untuk bangkit.
"Saya ingin bisa berjalan lagi."
Elena menatap Lian lekat, tidak menyangka pria itu memikirkan pendapatnya meski awalnya menolak.
Elena memberikan senyuman tipis untuk Lian, "Syukurlah kalau Tuan berubah pikiran. Tapi kenapa memanggil saya Tuan? Harusnya anda memanggil Bu Diana dan Pak Sinclair, karena mereka yang akan mengurus pengobatan Anda?"
Reaksi Elena tidak sesuai dengan ekspektasi Lian, hal itu membuatnya gundah.
"El?" Lian menatapnya lekat. "Kau yang membuat saya sadar. Saya ingin berterima kasih padamu."
"Tidak usah terlalu dipikirkan Tuan, untuk apa berterima kasih. Saya hanya memberikan pendapat saya, bukan membiayai semua pengobatan anda."
Tiba-tiba Lian memegang tangan Elena. Lian mengunci manik Elena yang mencoba mengalihkan pandangannya.
"El, kenapa kau seperti ini? Waktu itu kau kekeuh agar saya berubah. Kau susah payah membangkitkan semangat hidup saya. Tapi kenapa sekarang kau jadi begini. Kau akhir-akhir ini mengabaikan saya." Kenapa El?"
Elena merasa gugup dengan tatapan tersebut. Jantungnya melayang-layang di dalam sana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Mainah Inah
waiting tresno jalaran Soko kulino
2024-03-27
0
Monica
karepmu piye to Lian...gawe anak perawan bingung wae😒
2024-03-01
0
Iges Satria
lihat cctv disana pasti kamu tau Lian kenapa Elena berubah ( ngigau nama orang lain yg dipeluk El 😔 )
2024-02-14
4