Setelah malam berganti menjadi pagi, Lian terbangun dari tidurnya. Ia mengumpulkan kesadarannya sambil bersandar di tempat tidurnya. Lalu ia berpindah ke kursi roda lalu menuju balkon.
Lian teringat ucapannya pada Elena tadi malam. Lian sangat marah setelah melihat rekaman CCTV kamarnya saat Elena lancang membuka foto-fotonya dengan istrinya. Elena tidak tahu di sudut kamar ini terpasang kamera CCTV.
Lian tidak menyangka Elena akan sakit hati dengan tuduhannya. Jujur saja ia menyesal telah membuat Elena menangis kemarin malam.
Pintu kamar terbuka, Lian pikir itu adalah Elena yang mengantar sarapan. Tapi Lian harus kecewa karena Marialah yang datang membawakannya sarapan.
"Tuan, silahkan sarapan." ucap Maria. Setelahnya Maria pergi dari kamar. Lian ingin bertanya kemana Elena pergi, namun ia mengurungkannya.
Lian tidak menyangka Elena semarah ini padanya. Lian pikir Elena akan mengundurkan diri setelah ucapannya. Pria itu kehilangan selera makannya saat menyadari kesalahannya pada Elena.
Sudah tiga hari Elena tidak menampakkan diri di hadapan Lian. Jujur saja Lian mencari-cari Elena. Namun, jika Elena sudah pergi, mustahil membawanya kembali ke rumah ini. Gadis itu pasti sangat marah padanya.
Sementara, di rumah sederhananya, Elena sedang berkutat di dapur serbaguna milik Ibunya. Keringat mengucur di keningnya karena panas dari kuali berisi daging yanh direbus.
Sudah tiga hari Elena pulang ke rumah setelah mendapat telepon dari ibunya bahwa Ayahnya tengah sakit. Meski hanya sakit biasa, tetap saja Elena khawatir. Gadis itu akhirnya meminta libur pada Diana selama beberapa hari untuk melihat keluarganya.
Elena sedang membantu Ibunya mengerjakan pesanan catering di dapur. Sementara Ayahnya tengah bersantai di teras rumah sambil membaca korang. Pria paruh baya itu sudah mulai sehat dan memilih berjemur di bawah matahari pagi.
Beginilah aktivitasnya jika Elena di rumah, mereka tinggal bertiga karena adiknya tinggal di asrama dan pulang sebulan sekali.
"Ayah, minum ini selagi hangat." Elena membawakan Ayahnya, Timothe semangkuk sup daging.
"Terima kasih Nak." ucap Timothe sambil mengaduk supnya.
"Apakah enak Yah?"
"Tentu saja. Masakanmu tidak pernah gagal." puji pria itu. Elena duduk di samping sang ayah dan menemaninya makan.
"Elena, ayah ingin kau berhenti bekerja." ujar Timothe.
"Kenapa Ayah?"
"Ayah merasa bersalah padamu. Harusnya kau melanjutkan pendidikanmu, bukan bekerja."
"Tapi ayah, kondisi ekonomi kita masih belum stabil, untuk Elia saja masih kurang." Elena menolaknya, ia tidak bisa membayangkan melihat ayahnya semakin terbebani.
"Ayah akan bekerja lebih keras. Ayah yakin bisa mendapatkan lebih banyak uang." pria itu mengucapkannya tanpa ragu.
"Jangan ayah. Aku memang ingin melanjutkan pendidikanku, tapi nanti setidaknya sampai Elia selesai. Untuk sekarang aku akan membantu kalian dan mengumpulkan uang." terang Elena.
Timothe tidak kuasa menahan perasaannya, "Kemari Nak." ia memeluk putri sulungnya dengan hangat. Memiliki putri seperti Elena adalah hal yang sempurna baginya. Sejak kecil Elena tidak pernah menyusahkannya. Elena selalu membuatnya bangga dengan sifat baiknya dan prestasinya di sekolah. Elena adalah hartanya yang berharga.
Beberapa saat kemudian, Alice, ibu Elena datang membawa makanan. Mereka akan sarapan di teras rumah.
"Jangan terlalu memikirkan semuanya Yah, ingat kata dokter kondisimu akan memburuk jika terlalu stres." ucap Alice setelah mendengar percakapan suami dan putrinya.
"Dengar ayah. Kalau ayah sakit lagi ibu akan repot, apa ayah tidak kasihan?" Elena ikut menimpali.
"Ayah tenang saja, jalan hidup kita sudah diatur, kita jalani saja." ucap Alice. "Sudahlah, ayo kita makan. Ibu sudah lapar."
Keluarga kecil itu makan dengan hikmat. Meski tidak semewah makanan restoran, mereka menikmatinya penuh syukur.
Lian masuk ke dalam kamarnya setelah menghabiskan waktunya di balkon. Ia menatap layar ponsel yang jarang dipakai. Pria itu mendial nomor dan bicara di telepon.
Beberapa saat kemudian, pintu kamarnya terbuka, Diana datang dengan senyum manisnya.
"Ada apa sayang? Tumben sekali panggil Mama." sapa wanita itu. Diana duduk di sofa, dia senang putranya memanggilnya kemari.
"Ma, tolong bawa Elena kembali ke rumah ini." ucap pria itu.
Diana mengerutkan keningnya, "Kenapa?"
"Tolong sampaikan permintaan maafku padanya Ma, aku sudah sadar kesalahanku, jadi bawa Elena kembali ke rumah." tutur Lian. Lian sudah menahan dirinya selama beberapa hari ini. Kepergian Elena sangat terasa baginya. Biasanya gadis itu yang melakukan segalanya untuknya. Empat bulan bukanlah waktu yang sebentar, kepergian gadis itu sangat tiba-tiba.
Diana tersenyum miring, sepertinya putranya telah melakukan sesuatu pada Elena. Gadis itu sama sekali tidak memberitahunya.
"Sebelum Mama membawanya kembali, Mama ingin dengar darimu apa yang sudah kau lakukan pada Elena." jawab Diana, dia penasaran apa yang putranya lakukan pada gadis itu.
Lian sedikit terkejut, ternyata Elena tidak memberitahukan perbuatannya pada Diana. Akhirnya pria itu menceritakan semuanya.
Setelah tahu cerita yang sebenarnya, Diana cukup marah. Namun hal ini sudah biasa terjadi pada pelayan-pelayan sebelumnya, tapi kali ini lebih parah.Tapi dengan begini kini Diana tahu kalau Lian sudah bergantung pada Elena.
"Elena tidak mengundurkan diri." ucap Diana.
"Apa?" Lian terkejut, ekspresinya membuat Diana terkekeh. Sudah lama putranya menunjukkan ekspresi ini.
"Waktu itu, ibunya menghubunginya, ayahnya sakit. Elena sangat mengkhawatirkan mereka, jadi dia minta libur selama beberapa hari." jelas Diana sambil memperhatikan reaksi putranya. Lian terlihat lega setelah mendengar kebenaran itu.
Lian mengarahkan pandangannya ke arah lain. Ia sangat malu saat ini. Reaksinya tadi telah menunjukkan bahwa dia tidak mau Elena pergi.
"Minta maaflah padanya saat dia pulang. Dan jangan bersikap seperti kemarin. Elena tulus merawatmu, tidak usah curiga padanya. Mama sudah menyelidikinya sebulan bekerja di sini. Keluarganya memiliki etika yang baik dan tidak sembrono."
Lian mendengarnya, mengiyakan dalam hati. Dia berjanji akan memperlakukan gadis itu dengan baik.
Diana memeluk Lian, "Kau ini tidak pernah berubah, kau beruntung bertemu dengan gadis seperti Elena."
"Sesekali keluarlah dari kamarmu, lihat dunia sekitar. Saat Elena pulang kalian harus pergi keluar, oke. Kalau tidak, Mama akan membuat Elena pergi dari rumah." ancam Diana yang membuat Lian mengangguk samar.
"Ya sudah, Mama keluar dulu. Kalau bosan temui Papa, kalian sudah lama tidak bicara."
"Tunggu Ma. Kapan Elena pulang?"
Diana mengangkat bahunya, "Entahlah, Mama tidak tanya kemarin. Mama tidak bisa membatasi hari liburnya. Kalau mau tahu tanya saja sendiri, Mama akan kirim nomornya." Diana berlalu begitu saja, wanita tersenyum geli dengan raut muka Lian.
Lian yang ditinggalkan begitu saja merasa kecewa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Monica
Lian galau😁
2024-03-01
1