Setelah percakapan mereka malam itu, Elena tidak berani lagi membahas apapun kepada Lian. Ia menjalankan tugasnya seperti biasa. Sejak malam itu juga, Lian selalu ikut makan malam bersama orangtuanya di meja makan, membuat meja makan yang selalu sepi kini ada sedikit kebahagiaan melingkupi.
Pagi ini Elena sedang membantu Lian mandi. Kali ini Lian sedang ingin berendam di bath up selama tiga puluh menit, sehingga Elena memutuskan untuk menunggu di kamar.
Elena menyusuri kamar, tidak banyak barang di ruangan ini. Hanya ada satu lemari besar dan beberapa lukisan di dinding. Bahkan tidak ada satu pun foto pria itu.
Elena merasa bosan, ia berjalan di ranjang dan mencoba merasakan empuknya ranjang Lian.
"Sangat nyaman." gumamnya. Elena tidak mau terlena di atas tempat tidur itu.
Ia melihat lemari nakas terbuka dan berniat menguncinya. Namun sesuatu di dalam lemari kecil itu menarik perhatian Elena. Elena sangat penasaran dengan sosok Lian, hingga akhirnya ia memutuskan mengambil beberapa lembar foto dari sana.
"Woow..." Elena berdecak kagum melihat foto pernikahan Lian. "Ternyata istri Tuan Lian sangat cantik." gumam Elena sambil melihat beberapa lembar foto lagi. Ternyata Lian memiliki banyak kenangan dengan istrinya, pantas saja Lian susah melupakannya.
Sebelum Lian tahu kelancangannya yang telah menyentuh barang pribadinya, Elena menyimpan foto iti kembali lalu mengunci lemari nakas. Setelah tiga puluh menit, ia masuk ke kamar mandi dan membantu Lian.
"El, apakah kau berniat bekerja lebih lama di sini?" tanya Maria saat mereka sedang membantu Ernie memotong sayur dan rempah-rempah.
Gadis itu menaikkan bahunya, "Entahlah. Jika aku sudah mendapat cukup uang untuk biaya sekolah adikku, aku akan berhenti." jawabnya.
"Kau pasti mendapatkannya, karena Bu Diana selalu memberimu lebih." timpal Ernie
Elena menatap Maria dan Ernie satu per satu, "Tapi kalian tidak sakit hati karena Bu Diana memberiku lebih banyak gaji?" Elena khawatir kedua wanita itu menyimpan perasaan kesal padanya.
Maria terkekeh, "Untuk apa kami iri, pekerjaanmu lebih sulit dibanding pekerjaan kami. Menghadapi Tuan Lian sangat sulit, aku saja sangat tertekan saat menggantikanmu waktu itu." jawab Maria.
"Begitu ya."
Elena memperhatikan Maria, ia baru menyadari sesuatu tentang temannya tersebut. Maria adalah gadis yang cantik sebenarnya dibalik baju longgar dan rambut cepolnya.
"Maria, aku sedikit penasaran denganmu. Kau masih muda, umur kita hanya beda empat tahun, kenapa kau mau menjadi asisten rumah tangga, alih-alih melanjutkan karir di luar sana." tanya Elena.
Maria tertegun mendengar pertanyaan itu. Luka lama kembali menyayat hatinya, tanpa sadar membuat air mata mengembun di pelupuk matanya.
"Aku...."
Maria menceritakan kisah hidupnya pada Elena. Ternyata dua tahun yang lalu Maria pernah diperkosa oleh laki-laki tidak dikenal. Laki-laki itu menghilang dan Maria bahkan tidak tahu siapa yang telah mengambil kesuciannya. Ketika orang tuanya tahu, bukannya memeluk putrinya yang sedang terpuruk, mereka malah mengusir Maria dari rumah.
Malam hari tepatnya, Maria berjalan tanpa arah di jalan raya, hingga akhirnya kakak sulung Lian tidak sengaja menabraknya. Kakak sulung Lian bertanggungjawab dan membawa Maria ke rumah ini. Keluarga ini mengetahui malapetaka yang menimpanya, sehingga Bu Diana menampung Maria di rumah ini.
Awalnya Maria tidak dijadikan sebagai pelayan, namun gadis itu tahu diri sehingga ia bersikukuh bekerja di rumah itu sebagai balas jasa mereka.
Elena juga tanpa sadar menitikkan air mata setelah mendengar cerita menyedihkan itu. Maria bahkan lebih menderita dari pada dirinya yang hanya memiliki masalah ekonomi.
Elena memeluk Maria yang terisak kala peristiwa itu kembali berputar di kepalanya. "Maafkan aku. Harusnya aku tidak menanyakan hal itu."
"Tidak apa-apa. Wajar kalau kau heran kenapa aku berakhir di rumah ini." ucap Maria. Maria adalah sosok gadis yang kuat, dia sanggup menyimpan penderitaan itu selama bertahun-tahun.
Keduanya saling menatap dan tersenyum, "Aku baru kali ini melihatmu menangis. Ternyata kau jelek kalau menangis." celetuk Elena membuat Ernie dan Maria tertawa.
"Sudah nangisnya, makanlah ini." Ernie meletakkan sepiring gorengan panas di atas meja.
"Terima kasih Bu Er." ucap mereka bersamaan.
Saat mereka menyantap gorengan buatan Ernie, alarm Elena berbunyi, Lian sedang membutuhkannya.
"Aku ke kamar Tuan dulu ya." pamitnya.
"Semangat ya." Maria mengacungkan jari jempolnya.
Elena masuk ke dalam kamar Lian. "Ada apa Tuan?" tanya Elena pada Lian yang duduk membelakanginya. Tidak ada jawaban dari pria itu.
Ketika manik Elena tertuju pada lemari nakas yang terbuka, gadis itu seketika cemas. Mungkinkah Lian memanggilnya karena ia ketahuan melihat barang pribadinya. Hal itu yang gadis itu terka.
Namun, bisa saja tidak. Lagi pula tidak ada yang Elena ambil dari sana. Dia menyimpannya seperti semula.
"Tuan?" Elena memanggilnya lagi namun masih belum ada jawaban.
Sampai akhirnya Lian memutar kursi rodanya, wajah suram menyambut Elena.
"Sepertinya aku sudah terlalu baik padamu sampai kau berani menyentuh barang-barang pribadiku!" ucapan itu penuh penekanan dan tegas.
Ternyata tebakan Elena benar, dia ketahuan. "Maafkan saya Tuan, saya tidak bermaksud."
"Tidak bermaksud bagaimana?" Lian memotong, "Pertama kau ikut campur mengomentari masa laluku, kedua kau membujukku untuk melakukan pengobatan dan sekarang kau lancang menyentuh barang pribadiku. Apa hakmu melakukan itu semua! Kau hanya pelayan, bukan keluargaku. Kau orang luar di rumah ini!" bentak Lian dengan suara baritonnya.
Elena memejamkan matanya, jatungnya berdetak kencang oleh bentakan itu dan air mata mulai mengalir.
"Ibuku saja tidak pernah melakukan apa yang sudah kau lakukan. Sebenarnya apa tujuanmu, aku yakin kau punya niat buruk padaku, kau pasti mengharapkan harta keluargaku!" tuduh pria itu tanpa pikir panjang.
"Tuan..." seru Elena, dia tidak terima dengan tuduhan itu.
"Kenapa? Jelas aku curiga padamu. Kau berjuang untukku sementara kau hanya perawat. Katakan padaku, kenapa kau sangat peduli padaku, sampai repot-repot melakukan semua ini?!" cecar Lian.
Elena juga bingung menjawab pertanyaan itu. Meski sebenarnya ia melakukannya hanya karena kepeduliannya. Namun alasan itu tidak masuk akal bagi Lian.
Elena mengusap air matanya, "Tuan, saya juga tidak tahu kenapa saya peduli pada anda. Tetapi satu hal yang harus anda tahu, saya tidak pernah mengharapkan harta anda selain upah yang harusnya saya dapatkan!" ucap Elena dengan tegas sambil berlinang air mata.
"Saya pergi dulu." ucapnya dan berlalu begitu saja.
Elena menutup pintu dan berjalan cepat menuju kamarnya sambil terisak. Ucapan Lian sudah kelewat batas menudingnya. Meski ia butuh uang, mengambil yang bukan haknya adalah haram baginya. Ia lebih baik bekerja mati-matian dari pada melakukan hal jahat itu. Ucapan Lian membunuh harga dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments