Lian belum pernah merasakan pengalaman hal ini sebelumnya. Ketika anak-anak yatim piatu itu melihatnya pertama kali, ada rasa cinta yang mereka berikan untuknya. Meski kondisinya seperti ini, tidak satu pun dari mereka mencemooh dan menghinanya seperti orang-orang yang ia kenal di luar sana.
Saat ini anak-anak panti sedang melakukan sharing and caring bersama relawan dari luar kota. Elena dan Lian juga turut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.
Elena sepertinya sudah akrab dengan anak-anak, gadis itu sudag berbaur dan bermain dengan anak-anak.
Lian memperhatikan Elena, tanpa sadar ia tersenyum. Mengingat apa yang Elena lakukan padanya telah berhasil merubahnya sedikit demi sedikit.
Elena adalah gadis yang ceria, pemberani dan pantang menyerah. Tapi saat bersamanya, Elena tidak menunjukkan sifat aslinya. Gadis itu menahan diri, meski sesekali tidak bisa menguasai dirinya ketika Lian menekannya.
"Kakak tampan, kenapa tidak bergabung dengan kami?" seorang anak laki-laki berusia enam tahun menghampiri.
Lian tersenyum, dia sedikit gugup karena belum pernah bicara dengan anak kecil sebelumnya.
Anak itu mengetuk lutut Lian dengan telunjuknya, "Apakah kakimu sakit?"
Lian mengangguk, "Tapi tidak ada darah dan kakimu sangat kuat." kalimat itu muncul begitu saja dari anak polos itu.
Lian terkekeh, dia mengacak rambut bocah itu, "Siapa namamu anak kecil?"
"Lian, Cillian." jawab bocah itu membuat kening Lian berkerut.
"Benarkah? Tapi itu namaku." balas Lian.
"Jadi nama kakak Cillian?"
Lian mengangguk, "Siapa yang memberimu nama itu?"
"Kata ibu panti Mama yang memberi namaku melalui surat yang diselipkan di popokku saat aku masih bayi. Mama meninggalkanku di depan gerbang panti." jawab anak itu tanpa ada lagi kesedihan di wajahnya.
Lian tertegun, membayangkan hal itu berhasil membuat hatinya sakit. Bayi yang tidak diminta dilahirkan harus ditelantarkan oleh orang tua yang tidak bertanggungjawab. Lian bisa membayangkan bagaimana perasaan anak ini.
Pria itu memperhatikan puluhan anak panti. Itu artinya semua anak-anak ini mengalami nasib yang sama. Mereka pasti sangat ingin bertemu orang tua mereka dan merasakan kasih sayangnya.
"Lian kau bermain dengan temanmu dulu, Kakak ingin ke kamar mandi." ucap Lian.
Anak itu mengangguk. Kian memutar kursi rodanya menjauh dari ruangan itu. Ia berhasil menemukan toilet setelah bertanya pada pengurus panti.
Di toilet, Lian membasuh wajahnya. Ia menatap wajahnya di cermin. Tanpa sadar air mata telah menggenang di pelupuk matanya.
Ternyata dia sudah menghabiskan waktunya dengan sia-sia. Ia terlalu sibuk memikirkan orang yang sudah meninggalkannya karena kekurangannya. Orang itu bersenang-senang di luar sana, sementara ia tersiksa batin maupun fisik.
Dan ketika melihat anak-anak itu, Lian merasa sangat lemah. Anak malang itu telah dicampakkan oleh orangtuanya, tapi mereka masih memiliki semangat yang besar untuk hidup.
Dan dirinya sendiri, dia masih punya orang tua yang mencintainya. Mereka berjuang untuknya agar ia memiliki semangat untuk hidup lagi. Tapi yang ia lakukan hanyalah larut dalam kegelapan.
Di tengah pergumulan hatinya, pintu kamar mandi diketuk, "Tuan, anda di dalam. Tuan tidak apa-apa kan?"
Lian segera menetralkan hatinya, ia membuka kamar mandi dan melihat Elena sedang cemas.
"Saya tidak apa-apa." ucapnya.
"Benarkah? Kalau mau ke kamar mandi harusnya panggil saya saja."
"Tidak apa-apa, kau sedang asik bermain dengan anak-anak. Saya tidak mau mengganggu."
"Ya sudah, apakah anda ingin pulang?" tanya Elena.
Lian mengangguk, lalu Elena membawa Lian menuju ruangan tadi dan pamit pada anak-anak dan ibu panti.
"Terima kasih sudah membawa saya ke tempat itu." Lian membuka percakapan saat perjalanan pulang.
Elena mengangkat alisnya, dia merasa Lian senang berada di panti. Tentu saja ia memperhatikan setiap reaksi Lian di panti.
"Sama-sama Tuan. Apakah anda masih mau ke sana lagi?"
"Tentu saja. Kita akan pergi lagi."
"Sepertinya anda menyukai mereka?"
"Memangnya siapa yang tega membenci anak-anak polos itu? Ngomong-ngomong, bicaralah dengan pengurus panti. Saya ingin memberikan dana untuk pengembangan panti dan membuat anak-anak itu mendapat pendidikan yang lebih layak." tutur Lian.
"Wah..." Elena membelalak, tidak menyangka Lian memiliki hati yang besar. "Anda serius Tuan?"
Lian mengangguk, "Terima kasih banyak Tuan. Kau sangat dermawan." gadis itu memekik senang.
Lian yang melihatnya ikut tersenyum, Elena berhasil membuatnya merubah pandangannya terhadap dunia walau sedikit demi sedikit.
Setelah sampai di rumah, Elena membawa Lian ke kamar dan mengganti pakaiannya menjadi pakaian rumahan.
"Tidak usah mengantar makananku nanti malam." ujar Lian saat Elena pamit keluar dari kamar.
"Kenapa Tuan?"
"Saya akan ikut makan malam di meja makan." jawabnya.
Elena mengangkat alisnya, jelas dia terkejut mendengarnya. Lian yang melakukan hampir seluruh kegiatannya di dalam kamar, tiba-tiba ingin bergabung di meja makan.
Elena mengangguk, "Baik Tuan, saya akan menjemput anda." Elena sangat bersemangat, dia senang tuannya sudah mulai berubah. Selain itu Diana dan Sinclair pasti akan sangat senang.
Dan ketika makan malam tiba, Diana dan Sinclair sudah berada di meja makan. Pasangan itu sudah terbiasa makan berdua saja. Terkadang meja makan akan ramai jika anak sulung mereka pulang bersama istri dan anak-anaknya.
Sebelum mereka mulai menyantap makan malam, kemunculan putra bungsu mereka berhasil membuat mereka melongo.
"Lian, ada apa? Kenapa kau turun?" tanya Diana.
Elena yang membawa Lian mengatur posisi pria itu di meja makan.
"Bu, Pak Tuan Lian ingin makan malam bersama kalian." ucap Elena.
Diana menutup mulutnya dengan tangannya, maniknya berkaca-kaca, "Benarkan?"
Lian mengangguk namun ekspresinya masih datar. Diana tertawa senang, "Lian, Mama senang sekali mendengarnya. Mama senang bisa makan malam denganmu lagi." Diana tidak ingin bertanya alasan Lian tiba-tiba mau bergabung makan malam bersama mereka. Yang penting ia sangat bahagia malam ini. Begitu juga dengan Sinclair, pria paruh baya itu turut senang dengan perubahan putranya.
Elena mengambil tempat dua langkah di belakang Lian, ia akan menunggu sampai mereka selesai makan malam.
"Elena, kenapa kau berdiri di sana? Ayo duduk di samping Lian." ajak Sinclair.
"Ah, jangan Pak. Saya di sini saja." jawab Elena dengan kikuk, sebab ia yang hanya pelayan segan berada satu meja bersama majikannya.
"Elana, silahkan duduk. Saya juga ingin bicara denganmu." kali ini Diana yang bicara membuat Elena tidak bisa menolak. Dengan pelan ia mengambil tempat di samping Lian.
"Ayo dimakan, jangan sungkan-sungkan." ucap Sinclair.
Malam itu, mereka berempat makan malam dengan perasaan bahagia. Meski Lian masih enggan menunjukkan ekspresinya mereka tetap senang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Mainah Inah
pelan2 ellena
2024-03-27
0
SRI HANDAYANI
mungkinkah bisa jalan lagi ???...💪💪💪
2024-03-05
2
Denni Siahaan
semoga lian cepat sembuh
2024-02-06
2