Kemudian Elena berdiri, ia mendorong kursi roda ke sudut ruangan yang tidak terkena amukan Lian.
Elena meletakkan tangannya di pinggang sambil menelusuri ruangan yang berantakan. "Lihatlah kekacauan ini." ucapnya.
Elena mulai mengumpulkan barang-barang yang berserak di lantai. Membereskan kekacauan satu per satu hingga ruangan ini tidak sekacau tadi.
Lian memperhatikan Elena melakukannya. Pria itu masih tidak percaya apa yang baru saja terjadi. Elena baru saja mengaturnya dan melampaui batas aturan yang telah ada. Gadis itu sangat berani padanya, tidak ada lagi kepatuhan yang ditunjukkan gadis itu.
Tapi entah kenapa Lian mau saja diperlakukan seperti tadi. Ia seperti tidak punya kekuatan membantah Elena.
Lian mengerutkan keningnya ketika Elena dengan mudah mengumpulkan pecahan kaca dan vas bungan dengan tangannya. Gadis itu sama sekali tidak takut terluka.
Tiga puluh menit berlalu, Elena sudah selesai membereskan kekacauan itu. Kemudian ia membawa Lian ke dekat tempat tidur.
"Tuan, apakah kau ingin berbaring?" Elena bertanya dengan sopan, seolah lupa dengan kejadian tadi.
Lian tidak menjawab, tatapannya masih saja dingin membuat Elena terkekeh kecil. "Tuan, jangan menatap seperti itu. Mungkin saya tidak takut, tetapi orang lain pasti takut. Kalau begitu saya keluar dulu." Elena berlalu begitu saja.
Elena pergi ke dapur. Ernie dan Maria belum muncul juga, sementara makan siang Lian belum disiapkan. Akhirnya Elena turun tangan, ia mulai memasak makan siang untuk Tuannya. Ia cukup lihai dalam memasak sebab ia sering membantu ibunya saat ada pesanan catering.
Elena memasak makanan yang biasa Lian makan dan mungkin rasanya akan sedikit berbeda dari masakan Bu Ernie. Hampir satu jam Elena berkutat dengan masakannya. Ia kemudian menata di atas nampan lalu mengantarnya menuju kamar Lian.
Di kamar, Elena melihat Lian sudah berpindah tempat di depan jendela. Pria itu sedang melamun dan tersadar ketika Elena masuk ke dalam kamar.
"Tuan, saya membawa makan siang Anda." ucapnya meski Lian tidak menghiraukannya. Merasa diabaikan, Elena memilih pergi dari sana.
Di dapur ia menghembuskan nafasnya dengan kasar. Elena sendiri tidak menyangka ia berani berkata dengan tegas pada Lian. Elena tidak tahu apa yang akan terjadi padanya selanjutnya.
Sudah lima belas menit, Elena ingin memastikan Lian memakan makan siangnya. Tapi ketika ia masuk ke dalam kamar, masakannya belum tersentuh sama sekali. Elena berusaha untuk tidak peduli dengan pria ini. Kalau pria itu tidak makan juga tidak ada untungnya baginya.
Tetapi ia tidak bisa, rasa pedulinya sangat besar pada semua orang. Termasuk pada Liam, apalagi ini adalah bagian dari pekerjaannya.
Meski ragu, Elena mendorong meja makan Lian ke depan jendela, tepat di samping Lian.
"Maaf kalau saya lancang Tuan. Saya tahu anda sedang sedih. Tapi anda juga harus makan." ucap Elena dengan lembut.
Lian bahkan tidak melirik, "Aku tidak lapar. Bawa itu kembali!" perintah Lian.
Tapi Elena yang keras kepala tidak menyerah, "Tuan, saya adalah perawat anda. Tugas saya adalah memastikan anda sehat. Jadi tolong makan makanan ini."
Belum juga Elena menyelesaikan ucapannya, makanan di atas meja sudah melayang dan jatuh di lantai. Elena terkesiap karena sup yang masih panas itu. Gadis itu menggigit bibirnya karena menahan rasa sakit di kakinya.
"Sudah kubilang aku tidak mau! Lagi pula kau bukan siapa-siapa berani memerintahku. Ingat kau ini hanya pembantu!" bentak Lian tanpa berperasaan.
Manik Elena memanas, air matanya hampir terjun bebas di pipinya. Bukan karena siraman sup panas di kakinya, melainkan ucapan Lian yang tidak berperasaan sama sekali.
"Pergi dari sini! Dan jangan berani masuk ke dalam ruanganku!" kali ini raut wajah Lian sangat menakutkan.
Elena menurut, dia berlalu dari sana dan berlari menuju kamarnya. Elena menumpahkan air matanya di sana. Ia menyesal karena telah peduli pada Lian, karena yang dia dapat hanyalah penghinaan.
Elena mengusap air matanya dengan tangannya, "Dasar laki-laki jahat. Kau pikir aku mau jadi pembantu!" gerutu Elena.
Begitu ia menenangkan hatinya, kini berganti rasa sakit menjalar di kakinya.
"Sial! Sakit sekali!" Elena mengambil posisi dan memegang kakinya yang melepuh. Gadis itu memutuskan pergi ke dapur untuk mengompres kakinya menggunakan air es.
"Laki-laki jahat. Semoga otakmu yang bodoh itu cepat disadarkan Tuhan!" cebiknya ketika rasa perih ketika air es bereaksi.
Setelah itu, Elena masuk ke dalam kamar dan merebahkan tubuhnya di tempat tidurnya. Mengingat ucapan Lian, Elena sudah siap meninggalkan rumah ini besok.
Saat Elena mencoba tidur ponselnya berbunyi, sebuah pesan dari ibunya membuatnya bersandar di tempat tidur. Ia dan ibunya bertukar kabar. Lalu Ibunya mengatakan bahwa adiknya membutuhkan biaya besar bulan ini. Sementara hasil dari usaha catering ibu dan pekerjaan ayahnya masih pas-pasan.
Elena mengerti maksud ibunya, mereka sedang meminta pertolongannya. Elena memastika pada mereka bahwa ia akan mengirimkan uang yang dibutuhkan.
Setelah bertukar pesan, Elena tertidur. Dan ketika ia bangun di sore hari, Diana, Sinclair dan dokter sudah ada di kamarnya. Dokter sedang memasang perban di kakinya.
"Kau sudah bangun." ucap Diana. Pasangan suami istri itu terlihat cemas. Elena mengangguk lalu meringis kesakitan saat dokter memegang lukanya.
"Kakimu jangan terkena air sampai lukanya mengering. Perbannya bisa diganti sekali dua hari." ujar dokter. Setelah dokter meresepkan obat minum Elena, ia memberikan catatan pada Diana.
"Ini resep obat yang harus diminum agar lukanya cepat kering dan mengurangi rasa sakit Bu Diana." ujar dokter.
"Terima kasih dokter." ujar Diana.
"Saya permisi dulu." Dokter mengangguk lalu pergi.
Elena heran kenapa Diana dan Sinclair tahu kakinya sedang sakit, "Bu bagaimana kalian tahu saya..."
"Kami sudah menebaknya. Maaf kami lupa memberitahumu sebelumnya." ucap Diana dengan perasaan bersalah.
"Memberitahu apa Nyonya?"
"Sebenarnya hari ini adalah hari dimana Lian dan istrinya kecelakaan. Setiap tahun pada tanggal ini Lian akan histeris di dalam kamarnya. Tidak ada yang boleh menganggunya, termasuk kami. Karena itu kami semua pergi dari rumah. Harusnya kau juga, tapi kami malah melupakanmu, dan ternyata kau terkena amukan Lian." jelas Diana dengan perasaan bersalah.
"Maafkan Lian Elena." Sinclair menyahut.
Elena tersenyum, "Tidak apa-apa Bu, Pak. Saya mengerti bagaimana perasaan Tuan Lian, dia pasti sangat terpukul." sebenarnya ini hanya pencitraan, padahal dia merutuki pria itu sampai sekarang.
"Elena, kami ingin tahu apakah kau berniat mengundurkan diri setelah ini?" tanya Diana.
Elena tertawa canggung, setelah apa yang Lian lakukan, ia ingin pergi dari rumah ini, tapi setelah mendapat pesan dari ibunya, ia mengubur niatnya itu.
Elena menggelengkan kepala, "Kalau Bu Diana masih mengizinkan, saya masih ingin kerja di sini."
Diana dan suaminya tersenyum, mereka cukup lega mendengar jawaban Elena.
"Terima kasih Elena. Kalau kau pergi kami sudah tidak tahu lagi mencari perawat baru." ujar Diana.
"Kau gadis yang baik dan juga gigih." Sinclair mengusap kepala Elena.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
My sói
Mantap betul!
2024-01-15
5