Sementara di supermarket terdekat, Lewi dan Elena sedang berada di barisan bahan-bahan masak. Elena merasa masih canggung bersama Lewi. Hari ini mereka membeli lebih banyak kebutuhan dapur dibandingkan barang rumah tangga lainnya.
"El, kau tahu kan makanan yang biasa dimakan keluarga ini? Tante kenal Diana dan anak-anaknya, mereka itu lebih suka makanan Indonesia. Jadi hari ini kita akan membeli bahan-bahan yang biasa dibeli di sana." ucap Lewi.
Elena mengangguk, dia mulai memilih bahan-bahan yang biasa ia beli dengan Ernie. Sembari memilih, Lewi menanyakan beberapa hal tentang kehidupan pribadinya. Elena menjawabnya dengan sopan. Dan benar, Lewi memiliki ketertarikan pada gadis sederhana ini.
Sebenarnya Lewi tinggal di Indonesia, tetapi menantu sulungnya yang tinggal di sini sedang melahirkan makanya dia datang ke London. Mungkin dalam beberapa hari ke depan, ia akan pulang bersama kakak perempuan dan iparnya, Diana dan Sinclair. Keluarga ini memang sudah akrab dengan negara Inggris. Karena mereka memiliki perusahaan di sini, maka anak-anak mereka bertugas mengelola perusahaan tersebut.
Setelah selesai memilih barang-barang, keduanya pulang. Di rumah, Lewi dan Elena akan memasak untuk makan siang. Elena lebih banyak mengambil tugas karena Lewi mempercayakannya.
Keterampilan Elena dalam memasak tentu menarik perhatian Lewi. Elena seolah sudah terbiasa melakukannya. Dan yang paling penting, ketika ia mencicipi masakannya, Lewi tidak bisa berkata-kata.
"El, masakanmu enak sekali, Tante suka." sanjung Lewi yang beralih mengambil piring. "Tante jadi lapar, Tante makan masakanmu boleh kan?"
Elena tersenyum, "Tentu, silahkan Tan."
Elena duduk di depan Lewi yang mulai menyantap makanannya padahal belum masuk waktunya makan siang.
"El tidak makan?"
"Tante duluan saja. Saya akan makan setelah Tuan Lian."
Lewi mengangguk, "Kau belajar masak dari siapa El? Tante tidak menyangka gadis muda sepertimu pandai memasak." lagi-lagi pujian Lewi membuat Elena tersanjung.
"Ibu saya punya usaha catering, sejak kecil saya yang membantu Ibu kalau ada pesanan. Makanan ini saja adalah resep dari Ibu." terang Elena.
"Benarkah? Sepertinya untuk acara-acara di rumah, Tante pikir akan pesan catering dari Ibumu saja. Boleh kan?"
Elena mengangguk kecil, "Tante akan menghubungimu."
Beberapa hari di London dengan cuaca ekstrim membuat Elena sedikit merindukan tanah kelahirannya. Sejak semalam Lian sudah mulai menjalani terapi dengan dokter Fredy. Elena juga ikut menyaksikan hari pertama Lian memulai. Diana dan Sinclair akan pulang ke Indonesia setelah Elena terbiasa di sana, karena perusahaan mereka di Indonesia juga perlu campur tangan Sinclair.
Siang itu, di taman belakang tempat Lian sering menghabiskan waktu. Elena datang membawa buah kesukaan Lian. "Tuan mau buah apa?" tanya gadis itu.
Lian melihat buah apel, jeruk dan anggur di piring buah. "Jeruk saja."
Elena mengangguk, ia mengupas jeruk dan memberikannya pada Lian. "Tidak mau apel?"
"Tidak usah. Nanti malah jarimu yang kau potong." sarkas Lian membuat Elena mengerucutkan bibirnya.
"Tuan, bagaimana perasaanmu sekarang?" tanya Elena.
"Menurutmu bagaimana perasaanku?" bibir Lian tertarik sebeleh dengan senyum penuh arti.
Elena juga mendengar penjelasan dokter Fredy kemarin. Lian memiliki harapan besar untuk sembuh.
"Anda pasti senang?"
Lian mengangguk, "Kau benar. Tapi aku merasa sangat menyesal karena tidak melakukannya dari dulu."
"Sudahlah Tuan, tidak ada yang perlu disesali. Hati setiap orang berbeda-beda ketika mendapat cobaan dalam hidup."
Lian membalas senyuman tulus Elena. Sudah beberapa hari Lian melihat gadis itu dengan balutan baju-baju cantik yang pas di badannya. Elena terlihat berbeda di sini. Cuaca yang selalu dingin membuat pipi gadis itu merah merona. Apalagi pagi ini, hari terakhir salju mulai berhenti turun dan sinar matahari mulai melelehkan gumpalan salju di setiap sudut kota London. Juga ikut menyinari Elena dengan begitu indahnya. Wajah gadis itu berseri-seri apalagi ketika tersenyum.
Tanpa sadar, tangan nakal Lian terangkat menyentuh pipi merona itu. Jari telunjuknya bergerak lembut mengusap pipi halus yang sangat menggoda untuk dicium.
Elena terpaku, tubuhnya seperti tersengat listrik ketika Lian menyentuhnya. "Tuan?" panggilnya.
"Hem?" Lian hanya menjawab dengan gumaman. "Saya beruntung bertemu denganmu El. Kalau kita tidak bertemu, mungkin sekarang saya masih di dalam kamar saya menangis dalam kesepian. Tapi kau datang menantang semua yang saya lakukan. Kau melakukan yang bahkan tidak pernah orang tua saya lakukan." Jari pria itu semakin liar, mulai menyelipkan anak rambut Elena ke belakang telinganya.
Lian menjauhkan tangannya, "El, saya tidak bermaksud lancang. Saya ingin memelukmu sebagai ucapan terima kasih." manik pria itu memelas.
Gadis itu jelas terkejut akan permintaan Lian. Ia menjadi gugup, namun Lian membuka tangannya untuk menyambutnya dalam dekapannya.
Entah mendapat bisikan dari mana, Elena melakukan apa yang Lian mau. Tubuhnya bergerak mendekat dan begitu dekat, Lian menarik Elena hingga terjatuh di pelukannya.
"Terima kasih El." Lian mengusap rambut Elena sambil merasakan kelembutannya. Cukup lama keduanya hanyut dalam pelukan itu. Sampai akhirnya Lian melepasnya dengan perlahan tanpa mengikis jarak mereka. Lian masih menahan kepala Elena agar tetap dekat.
Kedua tangan pria itu membungkus wajah Elena sambil mengusap pipinya. Lian mulai mengikis jarak wajah mereka. Dan dalam hitungan detik bibir ranum milik gadis itu sudah terjebak di dalam bibirnya. Keduanya memejamkan mata dan saling merasakan terpaan hangat dalam ciuman itu.
Lian tidak tinggal diam, Elena yang semula duduk di kursi kini berpindah di atas pangkuannya. Tidak hanya wajah gadis itu yang Lian kuasai, tapi tubuh Elena tidak luput dari sentuhannya. Ciuman hangat itu semakin memanas ketika tangan Lian berhasil menyentuh kulit punggung Elena langsung. Elena tersentak, tangan hangat Lian berhasil melumpuhkan pertahanannya.
"Elena..."
"El... Bangun."
Elena tersadar akan panggilan itu. Matanya terbuka begitu saja. Tapi apa yang ia pihat ketika membuka mata. Hanya langit-langit kamarnya dan Lian yang sudah ada di dekat tempat tidurnya.
"Tuan?" Elena segera duduk dan memperbaiki rambut berantakannya. Gadis itu berusaha sadar dari mimpi yang menghanyutkan itu.
"Kau tadi sedang bermimpi ya?" Lian tersenyum geli melihat tingkah aneh gadis itu.
Elena melebarkan matanya, dia menggeleng cepat, Tidak Tuan."
"Lalu kenapa lama bangun? Tidak biasanya jam segini kau tidak adw di meja makan, makanya saya ke sini melihatmu."
"Maaf Tuan, tadi malam saya tidur terlalu larut." Elena tidak berani menatap Lian. Mimpinya barusan terasa nyata membuat perasaannya aneh ketika melihat Lian.
"Ya sudah, kalau begitu cepat bersihkan diri. Kita sarapan bersama di taman. Salju sudah mulai habis, akan menyenangkan sarapan di bawah matahari pagi."
"Apa?" tanpa sadar gadis itu menaikkan nada bicaranya.
"Kenapa El?"
"Tidak apa-apa Tuan. Saya akan bersiap-siap dan segera ke sana." gadis aneh itu segera bangun dari tempat tidur dan masuk ke kamar mandi terbirit-birit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Uus
cs
2024-03-04
1
Uus
sccss ce
2024-03-04
0
Niaa🥰🥰
😂😂😂
2024-02-09
1