Laki-laki Pilihan Suamiku.
Menjadi cantik adalah impian. Namun, bagi Ananta Gayatri Rumi tidak. Ia dibullly karena menurut teman-temannya seperti orang Jepang bukan khas gadis Jawa. Ia kerap mendapat pelecehan sejak usianya menginjak remaja Ya Tuhan, Ananta Gayatri Rumi kadang bertanya kenapa ia harus menjadi wanita.
"Cantik," siulan dan nada menggoda sering Rumi dapatkan mana kala ia pulang dari bekerja.
Padahal, Rumi tidak pernah berhias diri, hanya pakaian sederhana yang kerap ia kenakan, sebuah kaos oblong dengan celana panjang dan jaket yang membungkus tubuhnya, rambut panjangnya di ikat tinggi dan tanpa hiasan apapun.
Rumi berpikir setelah ia menikah semua akan berubah, tetapi ternyata justru tambah parah. Lingkungan tempat tinggalnya bersama sang suami adalah pedesaan padat penduduk.
Jabatan sang mertua sebagai seorang kepala desa mewajibkan Rumi selalu tampil rapi di setiap waktu.
Nahasnya, suami Rumi adalah laki-laki pencemburu dan juga tempramental.
Dewa Lakeswara Madaharsa adalah anak semata wayang kepala desa tersohor di desa tersebut.
Pernikahan itu juga bisa terjadi atas paksaan Harsa, laki-laki itu pernah menyelamatkan Rumi ketika mendapatkan pelecehan, pelaku tersebut dihajar habis-habisan oleh Harsa. Tetapi karena kejadian tersebut Harsa menuntut balas budi pada Rumi, dengan mau menikah dengannya.
Rumi yang sudah lelah mendapatkan pelecehan dan hinaan lantas menyetujui untuk menikah dengan Harsa, Rumi berharap hidupnya akan jauh lebih baik, tapi sayang, Harsa laki-laki yang keras kepala dan tidak segan untuk menyakiti Rumi jika wanita itu melakukan kesalahan.
"Jangan lupa, besok kita di undang Bapak dan Ibu ke rumah!" Harsa memperingati Rumi tentang acara esok hari.
"Iya, Mas. Rumi ingat, Rumi juga sudah siapkan pakaian untuk kita kenakan besok." jawab Rumi dengan senyum teduh.
"Suruh Bu Laras datang lebih awal! Aku nggak suka nunggu lama kamu dandan!" titah Harsa sambil menatap tajam istrinya.
Helaan napas panjang Rumi hembuskan perlahan. Selalu seperti ini, hidupnya diatur sesuai keinginan Harsa, dari segala yang dia kenakan sampai yang harus ia lakukan.
Mungkin di luaran sana, kehidupan terkekang hanya dirasakan oleh wanita-wanita bertahta tinggi, seperti istri CEO atau pemimpin negara.
Tapi ternyata hal itu juga dialami Rumi. Menjadi menantu kepala Desa, Rumi di tuntut tampak sempurna tanpa cela, segala sesuatu tentangnya menjadi pusat perhatian, seolah tidak boleh ada cela sedikitpun, harus paripurna, harus terlihat luar biasa.
Hari melelahkan bagi Rumi datang juga. Habis subuh dia sudah di dandani oleh Bu Laras, wanita pemilik salon ternama di desanya, padahal acaranya masih setengah sepuluh. Tapi Rumi sudah di tuntut untuk berias begitu pagi.
Rambutnya sudah di sasak, sanggul kecil sudah di pasang di rambutnya, Rumi di dandani layaknya putri keraton setiap ada acara resmi di kediaman mertuanya.
Pakaian yang dikenakan bukanlah dress tetapi kebaya modern.
Jam 8 pagi Harsa baru bangun. Laki-laki itu melirik sekilas istrinya yang masih di dandani dan berlalu begitu saja untuk memakan sarapannya.
"Badan mba Rumi bagus bener, MasyaAllah." puji Bu Laras ketika membantu Rumi memasang kembennya.
Rumi tersenyum manis, "Nanti kalau sudah jadi ibu pasti melar juga Bu." jawabannya sambil tertawa kecil.
"Jangan ngomong yang enggak-enggak, aku belum mau punya anak, Rumi!" suara Harsa memudarkan senyum Rumi.
Dua tahun pernikahan mereka Harsa masih terus memaksa Rumi untuk menggunakan alat kontrasepsi, laki-laki 27 tahun itu belum mau menjadi seorang Ayah.
Dewa Lakeswara Madaharsa bekerja di kelurahan sebagai Kasi pemerintahan. Sikapnya arogan dan banyak tidak disukai oleh warga desa, tapi setiap orang tidak berani mengkritik karena Harsa seseorang yang tempramental.
Di bantah seperti itu didepan orang lain membuat Rumi kehilangan kepercayaan diri, diam-diam air mata jatuh dan segera di hapus dengan tisu di tangannya.
Bu Laras merasa iba pada Rumi, perempuan itu berusaha menenangkan Rumi dengan mengelus punggungnya.
"Sabar, Mbak Rum.." bisiknya begitu Harsa masuk kedalam kamar mandi.
Jam 9 tepat. Rumi dan Harsa sampai ke rumah orang tua Harsa . Pramudya Pradaya dan Arindita Harimurti sudah menunggu mereka.
Kedua orang tua Harsa terlihat mengenakan pakaian yang seragam dengan yang dikenakan anak dan menantunya.
Itukan!
Semua sudah diatur.
"Cantik mantu ibu." ucap Murti memuji Rumi.
Senyum manis Rumi suguhkan, buah tangan di berikan pada asisten rumah tangga mertuanya.
Ramah tamah terjadi begitu saja, semua hanya sebagai formalitas, tidak tentang pernikahan yang dia jalani tapi juga kehidupan kedua mertuanya. Rumi sadar itu.
Acara berlangsung lancar, Rumi dan Harsa menjadi pusat perhatian dan bahan pembicaraan mereka, tamu-tamu yang hadir memuji keharmonisan keluarga sang kepala desa, menantu yang cantik paripurna dan anak yang bisa dibanggakan orang tuanya. Sungguh begitu sempurna keluarga sang kepala desa.
Rumi dan Harsa kembali ke rumah.
Rumi menghela napas lega. Agenda yang mengekang itu terlewati juga.
Rumah tangga yang dijalani Rumi sebenarnya cukup bahagia, Harsa laki-laki yang bertanggung jawab, serta royal, hanya saja Harsa suka bermain fisik apabila Rumi melakukan kesalahan yang membuatnya tidak suka.
"Aku sedang ingin, goda aku Rum, aku ingin dilayani dengan baik dan benar!"
Malam itu Rumi yang sedang menyisir rambutnya di hampiri oleh Harsa. Suaminya itu berbisik lirih dengan titah yang tidak bisa di bantah.
Detik itu juga Rumi mencari pakaian dinas kesukaan Harsa, menyemprotkan parfum ke seluruh tubuh dan juga mengoleskan krim di tempat-tempat tertentu yang menjadi favorit suaminya.
Malam itu, bulan menjadi saksi bisu sepatuh apa seorang istri pada suaminya. Harsa terlelap dengan wajah terpuaskan, sementara Rumi termenung memperlihatkan suaminya.
******
Rumi tengah menyirami tanaman di depan rumah saat alarm yang sudah di setel berbunyi.
Rumi gegas mematikan keran dan berjalan ke dapur untuk membuatkan teh susu untuk Harsa.
"Di taruh mana ya, susunya sama Mba?" gumam Rumi. Rumi tampak sibuk mencari susu campuran teh untuk suaminya. Satu persatu lemari kabinet dapur ia periksa, tapi susu itu tak kunjung ditemukan.
Rumi mulai panik, tidak kurang dari 15 menit lagi Harsa pulang. Harsa harus minum teh susu hangat seperti rutinitas sehari-hari.
Rumi mencoba menghubungi asisten rumah tangganya yang izin hari ini, tapi berkali-kali menghubungi nomor itu tak menjawab.
Terpaksa Rumi memilih untuk beli di pasar tak jauh dari rumahnya. Rumi bergegas mengambil dompet dan pergi setelah sebelumnya mengunci rumah terlebih dahulu.
Rumi tidak tahu jika kala sore, toko-toko di pasar tradisional banyak yang tutup. Rumi jarang sekali jalan, setiap kali berpergian Rumi akan ditemani Harsa.
Ini pertama kalinya, karena Rumi takut suaminya akan memukulnya lagi jika pelayanannya lagi-lagi tidak memuaskan laki-laki itu.
Sekecil apapun Rumi tidak boleh melakukan kesalahan.
Rumi yang tergesa-gesa meninggalkan ponselnya. Kini ternyata alam tak ingin bersahabat dengan Rumi, hujan tiba-tiba turun dengan derasnya.
Rumi ketakutan, suara guntur saling bersahutan. Waktu terus berjalan hingga waktu pulang Harsa berlalu jauh.
Kumandang azan terdengar dari musholla, tapi hujan tak juga reda.
Rumi terperanjat ketika tangannya tiba-tiba ditarik oleh orang tak dikenal.
Tiga laki-laki dengan pakaian basah kuyup melihatnya dengan tatapan lapar.
"Sendirian aja nih, mbak." tangan pemuda itu dengan kurang ajar mencolek lengan Rumi.
Beruntungnya, ada tetangga Rumi melihat kejadian itu. Rumi memiliki trauma, takut para laki-laki itu melakukan hal laknat seperti yang pernah ia alami.
Kedatangan tetangganya itu membuat para pemuda itu kabur dan Rumi diantarkan pulang.
Semerbak sesak membelenggu. Saat Rumi turun dari motor laki-laki yang mengantarnya.
Di tengah hujan lebat Rumi bisa melihat tatapan mata Harsa yang seperti akan menelannya hidup-hidup.
'Plak!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Soraya
mampir thor
2024-05-20
0
Hanipah Fitri
aku .mampir thor
2024-02-07
0
faridah ida
salam kenal thorr ...🙏🙏
2024-02-06
1