NovelToon NovelToon

Laki-laki Pilihan Suamiku.

Kehidupan Rumi.

Menjadi cantik adalah impian. Namun, bagi Ananta Gayatri Rumi tidak. Ia dibullly karena menurut teman-temannya seperti orang Jepang bukan khas gadis Jawa. Ia kerap mendapat pelecehan sejak usianya menginjak remaja Ya Tuhan, Ananta Gayatri Rumi kadang bertanya kenapa ia harus menjadi wanita.

"Cantik," siulan dan nada menggoda sering Rumi dapatkan mana kala ia pulang dari bekerja.

Padahal, Rumi tidak pernah berhias diri, hanya pakaian sederhana yang kerap ia kenakan, sebuah kaos oblong dengan celana panjang dan jaket yang membungkus tubuhnya, rambut panjangnya di ikat tinggi dan tanpa hiasan apapun.

Rumi berpikir setelah ia menikah semua akan berubah, tetapi ternyata justru tambah parah. Lingkungan tempat tinggalnya bersama sang suami adalah pedesaan padat penduduk.

Jabatan sang mertua sebagai seorang kepala desa mewajibkan Rumi selalu tampil rapi di setiap waktu.

Nahasnya, suami Rumi adalah laki-laki pencemburu dan juga tempramental.

Dewa Lakeswara Madaharsa adalah anak semata wayang kepala desa tersohor di desa tersebut.

Pernikahan itu juga bisa terjadi atas paksaan Harsa, laki-laki itu pernah menyelamatkan Rumi ketika mendapatkan pelecehan, pelaku tersebut dihajar habis-habisan oleh Harsa. Tetapi karena kejadian tersebut Harsa menuntut balas budi pada Rumi, dengan mau menikah dengannya.

Rumi yang sudah lelah mendapatkan pelecehan dan hinaan lantas menyetujui untuk menikah dengan Harsa, Rumi berharap hidupnya akan jauh lebih baik, tapi sayang, Harsa laki-laki yang keras kepala dan tidak segan untuk menyakiti Rumi jika wanita itu melakukan kesalahan.

"Jangan lupa, besok kita di undang Bapak dan Ibu ke rumah!" Harsa memperingati Rumi tentang acara esok hari.

"Iya, Mas. Rumi ingat, Rumi juga sudah siapkan pakaian untuk kita kenakan besok." jawab Rumi dengan senyum teduh.

"Suruh Bu Laras datang lebih awal! Aku nggak suka nunggu lama kamu dandan!" titah Harsa sambil menatap tajam istrinya.

Helaan napas panjang Rumi hembuskan perlahan. Selalu seperti ini, hidupnya diatur sesuai keinginan Harsa, dari segala yang dia kenakan sampai yang harus ia lakukan.

Mungkin di luaran sana, kehidupan terkekang hanya dirasakan oleh wanita-wanita bertahta tinggi, seperti istri CEO atau pemimpin negara.

Tapi ternyata hal itu juga dialami Rumi. Menjadi menantu kepala Desa, Rumi di tuntut tampak sempurna tanpa cela, segala sesuatu tentangnya menjadi pusat perhatian, seolah tidak boleh ada cela sedikitpun, harus paripurna, harus terlihat luar biasa.

Hari melelahkan bagi Rumi datang juga. Habis subuh dia sudah di dandani oleh Bu Laras, wanita pemilik salon ternama di desanya, padahal acaranya masih setengah sepuluh. Tapi Rumi sudah di tuntut untuk berias begitu pagi.

Rambutnya sudah di sasak, sanggul kecil sudah di pasang di rambutnya, Rumi di dandani layaknya putri keraton setiap ada acara resmi di kediaman mertuanya.

Pakaian yang dikenakan bukanlah dress tetapi kebaya modern.

Jam 8 pagi Harsa baru bangun. Laki-laki itu melirik sekilas istrinya yang masih di dandani dan berlalu begitu saja untuk memakan sarapannya.

"Badan mba Rumi bagus bener, MasyaAllah." puji Bu Laras ketika membantu Rumi memasang kembennya.

Rumi tersenyum manis, "Nanti kalau sudah jadi ibu pasti melar juga Bu." jawabannya sambil tertawa kecil.

"Jangan ngomong yang enggak-enggak, aku belum mau punya anak, Rumi!" suara Harsa memudarkan senyum Rumi.

Dua tahun pernikahan mereka Harsa masih terus memaksa Rumi untuk menggunakan alat kontrasepsi, laki-laki 27 tahun itu belum mau menjadi seorang Ayah.

Dewa Lakeswara Madaharsa bekerja di kelurahan sebagai Kasi pemerintahan. Sikapnya arogan dan banyak tidak disukai oleh warga desa, tapi setiap orang tidak berani mengkritik karena Harsa seseorang yang tempramental.

Di bantah seperti itu didepan orang lain membuat Rumi kehilangan kepercayaan diri, diam-diam air mata jatuh dan segera di hapus dengan tisu di tangannya.

Bu Laras merasa iba pada Rumi, perempuan itu berusaha menenangkan Rumi dengan mengelus punggungnya.

"Sabar, Mbak Rum.." bisiknya begitu Harsa masuk kedalam kamar mandi.

Jam 9 tepat. Rumi dan Harsa sampai ke rumah orang tua Harsa . Pramudya Pradaya dan Arindita Harimurti sudah menunggu mereka.

Kedua orang tua Harsa terlihat mengenakan pakaian yang seragam dengan yang dikenakan anak dan menantunya.

Itukan!

Semua sudah diatur.

"Cantik mantu ibu." ucap Murti memuji Rumi.

Senyum manis Rumi suguhkan, buah tangan di berikan pada asisten rumah tangga mertuanya.

Ramah tamah terjadi begitu saja, semua hanya sebagai formalitas, tidak tentang pernikahan yang dia jalani tapi juga kehidupan kedua mertuanya. Rumi sadar itu.

Acara berlangsung lancar, Rumi dan Harsa menjadi pusat perhatian dan bahan pembicaraan mereka, tamu-tamu yang hadir memuji keharmonisan keluarga sang kepala desa, menantu yang cantik paripurna dan anak yang bisa dibanggakan orang tuanya. Sungguh begitu sempurna keluarga sang kepala desa.

Rumi dan Harsa kembali ke rumah.

Rumi menghela napas lega. Agenda yang mengekang itu terlewati juga.

Rumah tangga yang dijalani Rumi sebenarnya cukup bahagia, Harsa laki-laki yang bertanggung jawab, serta royal, hanya saja Harsa suka bermain fisik apabila Rumi melakukan kesalahan yang membuatnya tidak suka.

"Aku sedang ingin, goda aku Rum, aku ingin dilayani dengan baik dan benar!"

Malam itu Rumi yang sedang menyisir rambutnya di hampiri oleh Harsa. Suaminya itu berbisik lirih dengan titah yang tidak bisa di bantah.

Detik itu juga Rumi mencari pakaian dinas kesukaan Harsa, menyemprotkan parfum ke seluruh tubuh dan juga mengoleskan krim di tempat-tempat tertentu yang menjadi favorit suaminya.

Malam itu, bulan menjadi saksi bisu sepatuh apa seorang istri pada suaminya. Harsa terlelap dengan wajah terpuaskan, sementara Rumi termenung memperlihatkan suaminya.

******

Rumi tengah menyirami tanaman di depan rumah saat alarm yang sudah di setel berbunyi.

Rumi gegas mematikan keran dan berjalan ke dapur untuk membuatkan teh susu untuk Harsa.

"Di taruh mana ya, susunya sama Mba?" gumam Rumi. Rumi tampak sibuk mencari susu campuran teh untuk suaminya. Satu persatu lemari kabinet dapur ia periksa, tapi susu itu tak kunjung ditemukan.

Rumi mulai panik, tidak kurang dari 15 menit lagi Harsa pulang. Harsa harus minum teh susu hangat seperti rutinitas sehari-hari.

Rumi mencoba menghubungi asisten rumah tangganya yang izin hari ini, tapi berkali-kali menghubungi nomor itu tak menjawab.

Terpaksa Rumi memilih untuk beli di pasar tak jauh dari rumahnya. Rumi bergegas mengambil dompet dan pergi setelah sebelumnya mengunci rumah terlebih dahulu.

Rumi tidak tahu jika kala sore, toko-toko di pasar tradisional banyak yang tutup. Rumi jarang sekali jalan, setiap kali berpergian Rumi akan ditemani Harsa.

Ini pertama kalinya, karena Rumi takut suaminya akan memukulnya lagi jika pelayanannya lagi-lagi tidak memuaskan laki-laki itu.

Sekecil apapun Rumi tidak boleh melakukan kesalahan.

Rumi yang tergesa-gesa meninggalkan ponselnya. Kini ternyata alam tak ingin bersahabat dengan Rumi, hujan tiba-tiba turun dengan derasnya.

Rumi ketakutan, suara guntur saling bersahutan. Waktu terus berjalan hingga waktu pulang Harsa berlalu jauh.

Kumandang azan terdengar dari musholla, tapi hujan tak juga reda.

Rumi terperanjat ketika tangannya tiba-tiba ditarik oleh orang tak dikenal.

Tiga laki-laki dengan pakaian basah kuyup melihatnya dengan tatapan lapar.

"Sendirian aja nih, mbak." tangan pemuda itu dengan kurang ajar mencolek lengan Rumi.

Beruntungnya, ada tetangga Rumi melihat kejadian itu. Rumi memiliki trauma, takut para laki-laki itu melakukan hal laknat seperti yang pernah ia alami.

Kedatangan tetangganya itu membuat para pemuda itu kabur dan Rumi diantarkan pulang.

Semerbak sesak membelenggu. Saat Rumi turun dari motor laki-laki yang mengantarnya.

Di tengah hujan lebat Rumi bisa melihat tatapan mata Harsa yang seperti akan menelannya hidup-hidup.

'Plak!

Bukan lagi suami istri.

Menikah tidak hanya menyatukan dua hati agar saling mengikat.

Lebih dari itu sebuah hubungan harus berlandaskan kejujuran, kesetiaan dan komitmen yang dibangun sejak awal.

Bagi Harsa, kejujuran adalah hal penting lalu diikuti oleh kesetiaan dan komitmen.

Namun, jika satu waktu Harsa mendapati hilangnya kejujuran dan kesetiaan dari istrinya Rumi, ia tak akan bisa mengendalikan emosinya.

Satu tamparan mendarat di pipi Rumi yang pulang dalam keadaan basah kuyup setelah turun dari motor laki-laki yang dibenci oleh Harsa.

"Dasar pelacur! Tidak usah pulang sekalian, pergi saja kamu! Istri tidak berguna... Kamu... " Harsa menghentikan kalimatnya sejenak, sebelum tangannya terulur guna menarik dagu Rumi ke atas.

Berbagai prasangka buruk tidak bisa Harsa cegah hingga dikuasai emosi.

"Ananta Gayatri Rumi binti Mahmudin, aku ceraikan kamu dengan talak tiga! Cerai. Cerai. Cerai.. Puas kamu? Sekarang angkat kaki dari sini, perempuan penggoda! Pantas saja kamu begitu pintar diatas ranjang, ternyata begini kelakuanmu di belakang ku."

Rumi terduduk lantaran kalimat yang ia lontarkan. Saat matanya melihat sudut bibir sang istri berdarah, baru saat itu Harsa di dera rasa bersalah.

Tidak biasanya Rumi pergi tanpanya, tidak biasanya Rumi pergi di jam dia pulang kerja, perempuan itu bahkan meninggalkan ponselnya, dan kini fakta istrinya turun dari motor laki-laki lain membuat Harsa dibutakan oleh emosi.

"Rum.. " Harsa berjongkok untuk membantu Rumi yang terduduk sebab syok dengan apa yang baru saja dia alami.

Rumi sudah ketakutan setengah mati mengetahui dia tak mendapatkan apa yang di cari, ditambah melihat Harsa sudah berada di rumah, di tambah lagi dengan tatapan tajam Harsa ketika melihatnya pergi tanpa pamit, kini... darah merembes dari sudut bibirnya sebab tamparan Harsa, dan kalimat yang baru saja Harsa ucapan lebih menakutkan dari suara guntur yang sejak tadi mengiringi derasnya hujan.

Tubuh Rumi menggigil, tatapan tajam Harsa memudar yang digantikan dengan tatapan kekhawatiran.

Selalu seperti ini.

Rumi kerap di sakiti oleh Harsa karena sang suami yang tidak bisa menahan emosi. Sikap tempramen Harsa seolah sudah mendarah daging. Dan Rumi selalu menjadi sasaran empuk, bahkan seringkali kesalahannya tidak setimpal dengan luka yang harus Rumi terima lahir dan batin.

Rumi pikir masa lalunya yang suram sudah berlalu. Setelah menikah harusnya dia sudah move-on dan melupakan kenangan pahit itu, lalu melanjutkan hidup bahagia bersama Harsa.

Namun siapa yang menyangka, kalau takdir mempertemukannya dengan Harsa hanya akan berakhir dengan luka yang sama. Merasakan di remehkan dan dipandang hina.

Bahkan telinga Rumi tidak tuli untuk mendengar kata yang keluar dengan lantang soal talak yang dijatuhkan Harsa. Kini bukan sekedar harga diri Rumi saja yang jatuh, tapi tubuhnya juga ikut luruh dengan rasa sakit yang membelenggu.

Sementara Harsa yang melihat Rumi lemas bergegas meraih tubuh ringkih itu kedalam dekapannya.

Sesungguhnya Harsa sedang merasa panik sekaligus menyesali apa yang sudah terucap dari bibirnya.

Setan apa yang memasukinya hingga dia secara frontal bisa menjatuhkan talak tiga pada Rumi?

Kini tentu apa yang sudah terucap tidak bisa di tarik kembali, kenyataannya dia sudah menjatuhkan talak tiga pada Rumi.

Dan Harsa benar-benar menyesal. Laki-laki itu gegas membawa isinya masuk kedalam rumah.

Dengan tangannya sendiri Harsa membersihkan noda darah di sudut bibir Rumi, dengan tangannya sendiri Harsa menganti baju basah sang istri dan dengan kesadaran yang butuh Harsa menciumi wanita yang sudah di cerai secara hukum itu.

Mata Rumi terbuka ketika malam sudah larut. Rumi melirik di sisi kirinya dimana ada Harsa yang tidur sembari menggenggam tangannya.

Biasanya mereka akan berbaikan setelah Rumi memaafkan Harsa. Seperti yang sudah-sudah, luka fisik yang Rumi terima tidak hanya kali ini, sudah sering. Bahkan terlalu sering hingga menimbulkan rasa trauma mendalam. Itu alasan mengapa hanya perkara susu yang tidak ada Rumi bisa sangat takut menerima kemarahan Harsa.Tapi sekarang keadaannya berbeda. Harsa sudah bukan lagi suaminya.

"Kamu bangun?" suara serak Harsa menyadarkan Rumi dari lamunan.

Tidak ada senyum di bibir Rumi, Rumi malah beringsut menjauhi Harsa.

"Ada apa, Rum? " tanya Harsa seolah lupa jika mereka sudah bukan lagi suami istri.

Rumi kembali beringsut, memilih mengigit bibit dan memeluk erat lutut sebagai pelampiasan kesedihannya. Bunuh diri adalah dosa, itu masih menjadi pegangannya. Rumi sudah pernah mencoba karena merasa frustasi dan kemudian gagal saat pikirannya sadar. Memendam masalah sendiri bukan berarti mandiri. Rumi ingin berbagi cerita, tetapi tak tahu pada siapa?

Mendapat penolakan dari Rumi membuat Harsa murka. Seisi kamar hancur lebur dalam hitungan menit.

Harsa juga langsung menghubungi kedua orang tuanya untuk membicarakan persoalannya.

Hingga kini Rumi tengah duduk di ruang tengah dengan Harsa dan kedua mertuanya.

Arindita Harimurti hanya bisa menatap iba menantunya. Murti baru sadar ternyata kedua lelaki kebanggaannya memiliki temperamen yang sama, kasar dan tidak segan menyakiti bahkan istrinya sendiri.

Murti juga mendapat perilaku yang sama dari Paramudya Pradaya. Hanya saja dia selama ini menahan segalanya sendiri. Tidak menyangka kini hal yang sama di alami Rumi.

"Pokoknya aku mau rujuk!"

"Tidak bisa Harsa! Kamu sudah menjatuhi Rumi talak tiga." suara Paramudya Pradaya tak kalah keras dari putra semata wayangnya.

Meskipun dia memiliki kedudukan yang tinggi di tengah masyarakat sekitar. Tapi soal agama, Paramudya tidak bisa main-main. Semua ada hukumnya.

Harsa harus menanggung apa yang sudah dia lakukan, untuk kali ini Paramudya tidak bisa membantu banyak.

"Sekarang kalian tidak bisa tinggal satu atap lagi, Rumi bukan lagi istrimu di mata agama." ucapan Paramudya mengambil alih perhatian Harsa.

Harsa sungguh menyesali perbuatannya. Kini konsekuensinya dia dan Rumi harus berpisah.

Di tempatnya duduk Rumi hanya terus menundukkan kepalanya. Bapak mertuanya bahkan langsung memanggil Kiai Salahudin untuk membicarakan kelangsungan rumah tangganya.

"Jika Mas Harsa Ingin rujuk kembali dengan istri setelah talak tiga dijatuhkan, maka si istri harus menikah dengan seorang muhallil. Setelah menikah dengan muhallil, lalu si istri yang dijatuhkan talak tiga itu cerai ba'da al dukhul dan harus melewati masa iddahnya."

Ucapan Kiai Salahudin sudah seperti bom di telinga Harsa. Melihat Rumi di bonceng laki-laki lain saja sudah membuatnya cemburu setengah mati apa lagi harus melihatnya menikah dengan laki-laki lain. Harsa tidak bisa membiarkan istrinya jatuh pada laki-laki lain. Untuk itu Harsa akan menyusun rencana, dia yang akan memilihkan laki-laki yang akan menikah dengan Rumi nanti.

*******

Harsa yang biasanya dingin kini berubah jadi lebih hangat pada Rumi. Tapi untuk apa semua sudah tidak sama.

Harsa mengantarkan Rumi ke kontrakan yang tak jauh dari kediaman mereka.

Mau tidak mau, Harsa harus rela meninggalkan Rumi di rumah kost tersebut. Sembari mencari laki-laki yang bakal dijadikan tumbal untuknya bisa rujuk dengan Rumi.

Dengan langkah berat Harsa meninggalkan Rumi, dengan setengah hatinya.

*******

Saat ini Rumi sedang berdiri di depan jendela kamarnya.

Sudah satu jam Harsa meninggalkannya sendirian di rumah ini.

Rumi memandang anak-anak kecil yang tengah bermain, awalnya Rumi hanya fokus pada ke empat anak tersebut sebelum lelaki familiar itu menarik perhatiannya.

Jaya duduk di dekat anak kecil yang sedang bermain tadi. Spontan semua anak-anak bersorak.

"Jaya orang gila! Jaya orang gila! Jaya orang gila!"

Semua bersikap bahwa laki-laki yang kerap kali tertawa dan menangis sendiri itu hanyalah orang gila. Lelaki yang fisiknya sempurna itu berbanding terbaik dengan otaknya. Begitu penilaian orang.

Jaya. Lelaki jangkung yang mendengar sorakan anak-anak itu bangkit dengan air mata tangisan.

Saat anak-anak mulai bertingkah kurang ajar, seperti menarik-narik bajunya, lelaki itu hanya menutup kepalanya dengan kedua tangan. Laki-laki itu terus memejamkan mata hingga cekalan lembut serta panggilan seseorang menariknya untuk membuka mata.

"Jaya."

Dia.... Satu-satunya perempuan cantik yang sudi mengajaknya bicara. Jaya tidak tahu siapa namanya. Hanya saja wanita itu kerap menolongnya dari lemparan batu kerikil anak-anak nakal.

Usapan di kepalanya membuat lelaki itu terkesiap. Rumi selalu membantunya tiap di bully.

"Jaya, kita bertemu lagi." senyum manis Rumi suguhkan, berlagak menjadi seorang penenang. Berbanding terbaik dengan riuhnya kepala Rumi. Rambutnya kusut masai, wajahnya sembab yang membuat Jaya sedikit heran.

"Rumi, namaku Rumi, kamu Jaya ya?"

######

Jangan lupa untuk tinggalkan jejak untuk author biar semangat ngetiknya...

Happy reading...

Bertemu Jaya lagi.

Di rumah dua lantai yang menjadi kediaman Harsa. Lelaki itu merasa bahunya terkulai lemah.

Istrinya tidak ada lagi, Harsa merasa hampa. Semangat Harsa nyaris tidak ada. Merasa hatinya patah jadi dua.

Menjelang siang Bapaknya mengirim pesan, meminta Harsa pulang ke rumah beliau.

Dengan langkah gontai Harsa membawa kendaraannya menuju rumah orang tuanya.

"Kusut amat, Le? " suara Murti menyambut Harsa.

"Jangan ledek anak kita, Murti!" suara tegas Paramudya ikut terdengar.

Harsa melihat mata sembab ibunya, sepertinya sang Ibu baru saja menangis.

Harsa duduk dengan loyo, berkas perceraian sudah selesai, menurut orang tuanya Harsa harus bergerak cepat, setelah masa idah selesai Harsa harus mencari laki-laki untuk menikahi Rumi.

Saat Harsa memejamkan mata di sofa berniat istirahat sejenak, gelegar suara Bapaknya mengagetkannya.

"Kalau kamu nekat pulang ke rumah ibumu jangan anggap aku suamimu! Pergi kamu Murti! Keluar dari sini jangan bawa apa-apa! " mengerikan sekali kemarahan Bapaknya, membuat Harsa merinding.

"Kamu pilih orang tuamu jangan datang kalau aku mati! Kamu mati pun aku tidak perduli, Murti!"

Harsa tersentak, pria yang dihormatinya ternyata sekeras itu.

Pantas saja Harsa mudah terpancing emosi. Turunan dari bapaknya rupanya. Mudah pula ia mengayunkan tangan sebagai pembuktian kekuatan.

Entah apa yang membuat orang tuanya bertengkar, beban pikirannya saja sudah bertumpuk Harsa tidak ingin ikut campur.

Suara tangis ibunya membuat mata Harsa kembali terpejam. Mengapa dia jadi mengingat perlakuannya pada Rumi. Apakah Rumi dan ibunya mengalami hal yang sama? Terjebak di dalam keras kepalanya seorang suami.

Harsa terpaksa meninggalkan rumah orangtuanya. Malas saja menambah beban pikiran. Dia ingin mengunjungi Rumi untuk melepas rasa rindunya.

Harsa memang sama persis seperti bapaknya, tempramental, dia mudah marah hanya karena hal-hal kecil. Jika Rumi menganggap Harsa hanya bersikap kejam padanya saja, itu salah besar. Harsa hanya bisa mengontrol kemarahannya jika sedang berada di hadapan banyak orang, tapi dibelakang itu kemarahannya tetap akan mudah terpancing. Para stafnya tau akan hal itu, bahkan mereka jadi bulan- bulanan kemarahan Harsa ketika menghadapi masalah rumah tangga nya dengan Rumi.

******

Di lingkungan baru, Rumi sudah mulai nyaman, para tetangga mengenalnya sebagai menantu sang kepala desa yang ramah dan tidak neko-neko.

Kabar keretakan rumah tangga Rumi dan Harsa sudah mulai menyebar, tapi mereka tidak berani mengomentari. Mereka tahu sekejam apa Paramudya Pradaya sang kades.

"Belanja mba, Rumi? " tanya ibu-ibu yang bertubuh tambun.

"Iya, Bu. Untuk makan malam nanti." jawab Rumi sopan dan tidak berlebihan.

"Mba Rumi ini beda ya, biar jadi mantu Pak kades tetap aja mau berbaur dengan kira-kita! " seru ibu lainnya yang ikut mencomot kangkung di gerobak sayur.

"Bu, nggak ada istilah orang penting atau orang biasa menurut saya. Semua manusia itu sama nilainya. Tergantung gimana sikap yang bikin mereka akan dipandang sesuai sikapnya."

Rumi menatap ibu-ibu yang terpesona akan jawabannya. "Ada yang kepingin terlihat penting dan bagus di luar, tapi begitu mengenal pribadinya pandangan itu langsung berubah, benar bukan?" tambah Rumi dengan nada jenaka.

Jawaban Rumi seperti perjalanannya sendiri mengenal Harsa, awalnya Rumi mengagumi laki-laki anak pak kades tersebut, tapi setelah mengenal lebih jauh, penilaian diawal itu berbanding jauh dari penilaian selanjutnya.

Dulu, sebelum mengenal keluarga Harsa, rasanya bangga bisa masuk ke keluarga mereka, keluarga mampu yang baik dan ramah ke orang-orang, tapi begitu mengenal aslinya rasa respect dan hormat itu perlahan hilang.

"Jaya?" seruan Rumi menarik perhatian semua orang.

Selepas tiga hari memberi tahu nama, Jaya kembali bertemu dengan Rumi. Setiap kali ketemu Rumi akan memanggilnya, wanita itu juga kerap mengulurkan sesuatu seperti permen atau jajan ciki. Tak lupa kalimat lembut serta usapan kepala menggerakkan Jaya dari alam tak sadarnya.

"Jaya hebat! " pujian itu terdengar tatkala Jaya membawakan barang bawaan Rumi yang lumayan banyak, seperti sayur mayur dan kebutuhan lainnya.

Kali ini, Jaya menemukan pemandangan yang berbeda. Rumi dengan senyum teduhnya tapi dengan kilatan sendu, berganti dengan binar mata indah yang sejuk di pandang.

Entah bagaimana Jaya bisa menilainya. Tapi setelah beberapa hari Rumi pindah ke rumah kost, kebahagiaan yang terpancar di wajahnya tampak lebih nyata.

Ternyata selama ini Rumi memang sangat terkekang hidup dengan Harsa. Tapi barang kali wanita 20 tahun itu tidak menyadarinya.

Rumi sudah memberikan sebuah susu kotak untuk Jaya, saat hendak menutup pintu kontrakan tiba-tiba Jaya bersuara.

"Mba Rumi sudah bercerai dari anak kades itu?"

Mengernyit, Rumi menatap lelaki yang telah ia anggap teman, atau adik. Entahlah, tinggal di desa ini membuatnya hanya tahu sekilas bahwa Jaya termasuk anak yang istimewa. Sepertinya. Namun, kenapa tanya itu terdengar asing.

Tatapan Jaya yang menembus menyadarkan Rumi.

"Kenapa tanya seperti itu?"

"Tidak tahu!"

Ucapan itu hanyalah pengalihan dari keriuhan hati. Jaya yang dipandang sebelah mata beberapa tahun terakhir entah mengapa mulai menemukan dirinya. Setiap di dekat Rumi, Jaya selalu merasa dihargai. Bersama Rumi Jaya merasa tak dibedakan.

Sebenarnya, Jaya... Sempurna. Hanya saja banyak misteri di balik tubuh serta jiwanya.

Rumi baru saja akan menjawab, tetapi kedatangan Harsa membuat suaranya kembali tenggelam.

"Rum, ngapain sih suka main sama orang idiot ini?" datang-datang Harsa langsung menunjuk-nunjuk muka Jaya.

Jaya yang dikatai seperti itu mulai menunduk. Bola matanya kembali memanas, membuatnya ingin segera kabur dari laki-laki angkuh suami dari teman baiknya.

"Mas..." Rumi tidak suka dengan julukan yang di berikan Harsa untuk Jaya, terkesan merendahkan martabat seseorang, Rumi tidak suka itu.

Dengus Harsa membuat Rumi mengalah. Rumi mengelus lengan Jaya dengan lembut.

"Jaya.. Terima kasih kamu sudah bantuin aku, Sekarang Jaya boleh pulang. Kapan-kapan aku bawain permen yupi."

Melihat kedekatan istrinya dengan laki-laki abnormal itu membuat Harsa muak.

Tanpa memperdulikan Jaya, Harsa gegas menarik pergelangan tangan Rumi masuk kedalam rumah dan menutup pintu dengan di banting keras.

Rumi mengelus dada, Harsa tetap tidak berubah. Angkuh dan tempramental.

"Ngapain kamu kesini, Mas?" tanya Rumi menatap awas laki-laki yang sudah mendorongnya pergi beberapa hari yang lalu.

"Kangen, Rum!"

"Astaghfirullah!! Kita sudah bukan suami istri Mas."

"Aku akan melakukan apapun untuk menjadikanmu istriku lagi, Rum. Aku nggak bisa hidup tanpa kamu."

"Mas, eling!" Rumi mendorong dada Harsa yang tanpa rasa malu ingin memeluknya.

"Kamu yang harusnya eling! Tanpa keluarga ku kamu ini bukan siapa-siapa, pasrah aja kenapa sih Rum? Lakoni aja sesuai keinginanku, habis masa Iddah nanti aku carikan laki-laki yang akan menikahi mu, setelah itu kita rujuk!"

Tubuh Rumi gemetaran mendengar ucapan Harsa.

Mengapa laki-laki ini egois sekali? Dia bukan barang.

#####

Eling\= ingat.

Lakoni\= jalani.

######

Tolong semangatnya jangan lupa.

Banyak like dan komen buat author semangat ngetiknya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!