Bertemu Jaya lagi.

Di rumah dua lantai yang menjadi kediaman Harsa. Lelaki itu merasa bahunya terkulai lemah.

Istrinya tidak ada lagi, Harsa merasa hampa. Semangat Harsa nyaris tidak ada. Merasa hatinya patah jadi dua.

Menjelang siang Bapaknya mengirim pesan, meminta Harsa pulang ke rumah beliau.

Dengan langkah gontai Harsa membawa kendaraannya menuju rumah orang tuanya.

"Kusut amat, Le? " suara Murti menyambut Harsa.

"Jangan ledek anak kita, Murti!" suara tegas Paramudya ikut terdengar.

Harsa melihat mata sembab ibunya, sepertinya sang Ibu baru saja menangis.

Harsa duduk dengan loyo, berkas perceraian sudah selesai, menurut orang tuanya Harsa harus bergerak cepat, setelah masa idah selesai Harsa harus mencari laki-laki untuk menikahi Rumi.

Saat Harsa memejamkan mata di sofa berniat istirahat sejenak, gelegar suara Bapaknya mengagetkannya.

"Kalau kamu nekat pulang ke rumah ibumu jangan anggap aku suamimu! Pergi kamu Murti! Keluar dari sini jangan bawa apa-apa! " mengerikan sekali kemarahan Bapaknya, membuat Harsa merinding.

"Kamu pilih orang tuamu jangan datang kalau aku mati! Kamu mati pun aku tidak perduli, Murti!"

Harsa tersentak, pria yang dihormatinya ternyata sekeras itu.

Pantas saja Harsa mudah terpancing emosi. Turunan dari bapaknya rupanya. Mudah pula ia mengayunkan tangan sebagai pembuktian kekuatan.

Entah apa yang membuat orang tuanya bertengkar, beban pikirannya saja sudah bertumpuk Harsa tidak ingin ikut campur.

Suara tangis ibunya membuat mata Harsa kembali terpejam. Mengapa dia jadi mengingat perlakuannya pada Rumi. Apakah Rumi dan ibunya mengalami hal yang sama? Terjebak di dalam keras kepalanya seorang suami.

Harsa terpaksa meninggalkan rumah orangtuanya. Malas saja menambah beban pikiran. Dia ingin mengunjungi Rumi untuk melepas rasa rindunya.

Harsa memang sama persis seperti bapaknya, tempramental, dia mudah marah hanya karena hal-hal kecil. Jika Rumi menganggap Harsa hanya bersikap kejam padanya saja, itu salah besar. Harsa hanya bisa mengontrol kemarahannya jika sedang berada di hadapan banyak orang, tapi dibelakang itu kemarahannya tetap akan mudah terpancing. Para stafnya tau akan hal itu, bahkan mereka jadi bulan- bulanan kemarahan Harsa ketika menghadapi masalah rumah tangga nya dengan Rumi.

******

Di lingkungan baru, Rumi sudah mulai nyaman, para tetangga mengenalnya sebagai menantu sang kepala desa yang ramah dan tidak neko-neko.

Kabar keretakan rumah tangga Rumi dan Harsa sudah mulai menyebar, tapi mereka tidak berani mengomentari. Mereka tahu sekejam apa Paramudya Pradaya sang kades.

"Belanja mba, Rumi? " tanya ibu-ibu yang bertubuh tambun.

"Iya, Bu. Untuk makan malam nanti." jawab Rumi sopan dan tidak berlebihan.

"Mba Rumi ini beda ya, biar jadi mantu Pak kades tetap aja mau berbaur dengan kira-kita! " seru ibu lainnya yang ikut mencomot kangkung di gerobak sayur.

"Bu, nggak ada istilah orang penting atau orang biasa menurut saya. Semua manusia itu sama nilainya. Tergantung gimana sikap yang bikin mereka akan dipandang sesuai sikapnya."

Rumi menatap ibu-ibu yang terpesona akan jawabannya. "Ada yang kepingin terlihat penting dan bagus di luar, tapi begitu mengenal pribadinya pandangan itu langsung berubah, benar bukan?" tambah Rumi dengan nada jenaka.

Jawaban Rumi seperti perjalanannya sendiri mengenal Harsa, awalnya Rumi mengagumi laki-laki anak pak kades tersebut, tapi setelah mengenal lebih jauh, penilaian diawal itu berbanding jauh dari penilaian selanjutnya.

Dulu, sebelum mengenal keluarga Harsa, rasanya bangga bisa masuk ke keluarga mereka, keluarga mampu yang baik dan ramah ke orang-orang, tapi begitu mengenal aslinya rasa respect dan hormat itu perlahan hilang.

"Jaya?" seruan Rumi menarik perhatian semua orang.

Selepas tiga hari memberi tahu nama, Jaya kembali bertemu dengan Rumi. Setiap kali ketemu Rumi akan memanggilnya, wanita itu juga kerap mengulurkan sesuatu seperti permen atau jajan ciki. Tak lupa kalimat lembut serta usapan kepala menggerakkan Jaya dari alam tak sadarnya.

"Jaya hebat! " pujian itu terdengar tatkala Jaya membawakan barang bawaan Rumi yang lumayan banyak, seperti sayur mayur dan kebutuhan lainnya.

Kali ini, Jaya menemukan pemandangan yang berbeda. Rumi dengan senyum teduhnya tapi dengan kilatan sendu, berganti dengan binar mata indah yang sejuk di pandang.

Entah bagaimana Jaya bisa menilainya. Tapi setelah beberapa hari Rumi pindah ke rumah kost, kebahagiaan yang terpancar di wajahnya tampak lebih nyata.

Ternyata selama ini Rumi memang sangat terkekang hidup dengan Harsa. Tapi barang kali wanita 20 tahun itu tidak menyadarinya.

Rumi sudah memberikan sebuah susu kotak untuk Jaya, saat hendak menutup pintu kontrakan tiba-tiba Jaya bersuara.

"Mba Rumi sudah bercerai dari anak kades itu?"

Mengernyit, Rumi menatap lelaki yang telah ia anggap teman, atau adik. Entahlah, tinggal di desa ini membuatnya hanya tahu sekilas bahwa Jaya termasuk anak yang istimewa. Sepertinya. Namun, kenapa tanya itu terdengar asing.

Tatapan Jaya yang menembus menyadarkan Rumi.

"Kenapa tanya seperti itu?"

"Tidak tahu!"

Ucapan itu hanyalah pengalihan dari keriuhan hati. Jaya yang dipandang sebelah mata beberapa tahun terakhir entah mengapa mulai menemukan dirinya. Setiap di dekat Rumi, Jaya selalu merasa dihargai. Bersama Rumi Jaya merasa tak dibedakan.

Sebenarnya, Jaya... Sempurna. Hanya saja banyak misteri di balik tubuh serta jiwanya.

Rumi baru saja akan menjawab, tetapi kedatangan Harsa membuat suaranya kembali tenggelam.

"Rum, ngapain sih suka main sama orang idiot ini?" datang-datang Harsa langsung menunjuk-nunjuk muka Jaya.

Jaya yang dikatai seperti itu mulai menunduk. Bola matanya kembali memanas, membuatnya ingin segera kabur dari laki-laki angkuh suami dari teman baiknya.

"Mas..." Rumi tidak suka dengan julukan yang di berikan Harsa untuk Jaya, terkesan merendahkan martabat seseorang, Rumi tidak suka itu.

Dengus Harsa membuat Rumi mengalah. Rumi mengelus lengan Jaya dengan lembut.

"Jaya.. Terima kasih kamu sudah bantuin aku, Sekarang Jaya boleh pulang. Kapan-kapan aku bawain permen yupi."

Melihat kedekatan istrinya dengan laki-laki abnormal itu membuat Harsa muak.

Tanpa memperdulikan Jaya, Harsa gegas menarik pergelangan tangan Rumi masuk kedalam rumah dan menutup pintu dengan di banting keras.

Rumi mengelus dada, Harsa tetap tidak berubah. Angkuh dan tempramental.

"Ngapain kamu kesini, Mas?" tanya Rumi menatap awas laki-laki yang sudah mendorongnya pergi beberapa hari yang lalu.

"Kangen, Rum!"

"Astaghfirullah!! Kita sudah bukan suami istri Mas."

"Aku akan melakukan apapun untuk menjadikanmu istriku lagi, Rum. Aku nggak bisa hidup tanpa kamu."

"Mas, eling!" Rumi mendorong dada Harsa yang tanpa rasa malu ingin memeluknya.

"Kamu yang harusnya eling! Tanpa keluarga ku kamu ini bukan siapa-siapa, pasrah aja kenapa sih Rum? Lakoni aja sesuai keinginanku, habis masa Iddah nanti aku carikan laki-laki yang akan menikahi mu, setelah itu kita rujuk!"

Tubuh Rumi gemetaran mendengar ucapan Harsa.

Mengapa laki-laki ini egois sekali? Dia bukan barang.

#####

Eling\= ingat.

Lakoni\= jalani.

######

Tolong semangatnya jangan lupa.

Banyak like dan komen buat author semangat ngetiknya.

Terpopuler

Comments

bibi

bibi

up

2024-03-05

0

Hanipah Fitri

Hanipah Fitri

sebenarnya yg idiot EQ nya itu adalah Harsa dan bapak nya sang kades

2024-02-07

0

faridah ida

faridah ida

ooh Jaya teman nya Harsa dulu nya ... jadi pengen tahu kisah Harsa dan Jaya ... dan kenapa Jaya jadi orang gila ....🤔🤔🙄

2024-02-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!