Episode 17

"Jadi kita sudah sepakat ya mas Januar" ucap Pak Rudi.

"Iya Rudi, semoga kerja sama kita kali ini sukses besar" sahut Pak Januar.

Keduanya pun berjabatan tangan dengan sumringah, karena sudah mencapai kesepakatan antara kedua belah pihak.

"Makanan sebentar lagi akan di antarkan Pak," ucap sekertaris Jo dengan sopan.

"Baiklah, terimakasih Jo" Pak Januar pun tersenyum puas pada sekertarisnya itu.

"Saya bawa bekal, ini buatan menantu saya mas Januar." ungkap Pak Rudi sumringah.

"Loh menantu, Rudi. Fatir kamu sudah menikah" tanya Pak Januar.

"Iya om," jawab Fatir sambil mengeluarkan kotak bekal dari sang istri.

"Nanti mas Januar pas resepsinya, jadi bakal di undang semuanya. Cuman ya namanya mamanya anak anak, pernikahan anak satu satunya pula. Ada aja yang di mau, jadi butuh waktu mas Januar" jelas Pak Rudi.

"Iya Rudi, ya begitulah para ibu ibu kan mau yang terbaik pasti" sahut Pak Januar yang membuat keduanya terkekeh.

"Fatir kok gak undang undang gue si lu. Durhaka banget lu, Tir. Wanita mana yang bisa bisa nya kepincut ama lu" tanya Dafa dengan hebohnya.

"Lu berisik amat si Daf, gue cocol juga ni mulut, lemes amat. Yakan nanti pas resepsinya, pasti di undang. Lagi di siapin, sabar napa lu. Lagian ni kuping ada gunanya kagak si, tadi kan bokap gue dah ngomong. Dasar bocah puber lu" sewot Fatir, sambil menjawil mulut Dafa dengan tidak imutnya.

"Kenapa jadi merepet si ni aki aki, kek mak mak dah" lirih Dafa sambil komat kamit.

"Jo, liat kelakuan bos lu kek dukun noh komat kamit kagak jelas" ucap Fatih memandang sinis ke arah Dafa, sedangkan sekertaris Jo hanya dapat menahan senyuman nya. Tentu karena dia masih mau bekerja.

"Jo kalo sampek lu senyum, kaga jadi gue kasih lu bonus bulan ini" kalimat yang baru saja di ucapkan Dafa, langsung membuat raut wajah sekertaris Jo berubah datar, sedatar datarnya. Yang mana membuat mereka tertawa lucu.

"Kalian ini berdua kalo ketemu berantem trus, kenapa ndak bisa akur gitu" ucap Pak Rudi.

"Iya lo, kalo sama sama berantem, kalo lagi jauh jauhan di tanyain mulu" ucap Pak Januar.

Keduanya pun hanya bisa cengengesan, sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal. Tak berapa lama makanan pesanan sekertaris Jo, sudah di hidangkan oleh pramusaji.

"Alhamdulillah, mari ayo di makan" ucap Pak Januar.

Mereka memulai makan siang dengan hikmat bersama sama. Sampai..

"Wih enak tu kayaknya, bagi dikit napa" celetuk Dafa yang melihat bekal yang Fatir bawa.

"Enak aja lu, ini bikinan bini gue. Kalo lu mau cari aja bini sono" dengan sigap Fatir langsung mengamankan bekalnya.

"Dih bilang aja lu yang pelit. Ketimbang nyoba dikit. Om Rudi liat, tuh Fatir pelit banget om" adu Dafa

"Fatir"

"Iya Pa,"

"Nih, dasar bocah puber kang ngadu" Fatir memberikan sedikit lauk nya di piring Dafa, sambil memutar bola matanya malas.

"Makasih Om Rudi" sumringah Dafa, yang mendapat lirikan tajam dari Fatir.

"Wih ini masakan enak banget, beuh Pa, ini enak banget sumpah Dafa gak bohong. Kayaknya nanti kita makan malam di rumah Om Rudi aja deh Pa" ucap Dafa dengan senyum cerah.

"Iya mas Januar makan malam di rumah kami saja, sudah lama kita tidak berbincang bincang bersama" ucap Pak Rudi.

"Wah boleh itu Rudi, nanti kita kesana sama mamanya anak anak" sahut Pak Januar.

Mereka pun melanjutkan makan dengan tenang. Setelah makan siang, akhirnya mereka berpisah untuk kembali ke perusahaan masing masing.

"Pa, papa ke perusahaan duluan saja sama Rio. Fatir masih ada urusan sebentar" ucap Fatir saat mereka sudah sampai di parkiran mobil.

"Ya baiklah, cepat kembali ke perusahaan. Hati hati saat pulang. Ayo Rio" ucap Pak Rudi

"Iya Pa"

"Baik Pak"

Fatir segera melipir masuk kembali ke dalam Restaurant Raung. Karena tadi dia melihat Vania sedang mengawasinya, juga menunjukkan foto mesra mereka.

"Vania, apa yang kamu lakukan di sini. Dan untuk apa kamu membawa foto foto kita seperti ini" Fatir segera menegur Vania.

"Kamu yang kenapa, memutuskan aku secara sepihak. Tidak dapat di hubungi sama sekali. Segala komunikasi kamu blokir, kenapa kamu melakukan ini padaku. Kamu bilang kamu mencintaiku, akan menikahiku. Tapi, apa ! sekarang kamu membuangku seperti sampah" ucap Vania sesenggukan, melampiaskan semua emosi pada Fatir.

"Vania, dengarkan aku baik baik. Hubungan kita memang salah, dan tidak dapat di lanjutkan. Aku sudah menikah dengan Reina, maafkan aku Vania. Kita harus berakhir, aku ini suami orang" jelas Fatir mencoba selembut mungkin menjelaskan agar Vania mengerti.

"Tapi, kamu bilang kamu akan segera menceraikan perempuan itu. Kamu bilang kamu mencintaiku saja, dan hanya akan menjadikan aku satu satunya Nyonya Muda Fatir. Dan sekarang kamu mencampak kan aku seperti ini, kamu fikir aku ini barang bekas yang mudah di buang. Mas Fatir, laki laki harus dapat di pegang omongannya, dan menepati janji janjinya" Vania terlihat semakin emosional. Dengan menangis tersedu, Vania memukul dada Fatir nelangsa.

"Vania tolong jangan seperti ini, maafkan aku. Sudah jangan menangis lagi, maafkan aku" Fatir segera menangkap tangan Vania, lalu menghapus lelehan air mata di pipi sang mantan itu.

"Mas aku tidak mau seperti ini, aku mencintaimu, sangat. Kamu sudah berjanji pada ku mas Fatir, tega sekali kamu mas. Menghancurkan perasaanku seperti ini mas. Di mana cinta kamu yang dulu mas, di mana" dengan mata berkaca kaca Vania memandangi Fatir dengan tatapan dalam.

"Maaf kan aku Vania, kita tidak akan pernah bisa bersatu. Aku sudah menikahi Reina sebagai istriku, kini aku sadar sebagai suami harusnya aku tidak melakukan kesalahan seperti ini. Maafkan aku bila sudah menghancurkan perasaanmu, cobalah melupakan aku. Masih banyak laki laki yang jauh lebih baik dari aku Vania. Aku harus pergi" jelas Fatir, yang kemudian beranjak pergi.

"Tidak mas, mas Fatir" Vania berusaha mengejar Fatir.

Vania benar benar sudag ke habisan akal, Fatir bahkan tidak lagi luluh dengan tangisannya. Vania pikir Reina benar benar seorang jal*ng yang ulung. Bagaimanapun caranya Vania akan berusaha merebut kembali apa yang seharusnya menjadi miliknya itu. Hanya itu lah yang ada di otak Vania, tanpa fikir panjang. Vania langsung menarik tangan Fatir dan berpura pura pingsan.

"Astaga Vania, Vania sadar, Vania" dengan pelan Fatir menepuk nepuk Vania yang berada dalam dekapannya. Tanpa ada pilihan lain, akhirnya Fatir sendiri lah yang mengantarkan Vania kembali ke apartement nya. Hal itu membuat Vania yang pura pura pingsan, diam diam tersenyum puas.

'Kamu masih mencintaiku kan mas, kamu bahkan peduli padaku, dan mengantarkan aku pulang sekarang' batin Vania.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!