"Dasar anak tengik, dari mana saja kamu, hah !" Bu Aina berkata dengan geram, setelah melihat Fatir baru saja sampai di rumah, hampir tengah malam.
"Kemari, cepat" Pak Rudi berkata dengan ekpresi datar.
Fatir di buat ketar ketir, dia fikir mama dan papa nya sudah terlelap. Ternyata mereka malah menunggui dirinya pulang, hingga selarut ini.
"Maaf Ma, Pa, aku...
"Kamu ini dasar tidak bertanggung jawab. Istrimu sakit bukannya di tunggui, di urusi, di sayangi. Malah pergi entah kemana. Dengar ya, kalau mama yang jadi istrimu, sudah mama gantung terbalik kamu di depan pintu rumah. Suami tidak tahu diri" Bu Aina segera memotong kata kata Fatir, dengan repetan omelan panjangnya.
"Bagaimana kamu bisa menjadi laki laki Fatir, papa kecewa sekali padamu" Pak Rudi berucap lalu meninggalkan mereka begitu saja. Tapi, sebait kata dari sang papa menjadi cambukan keras bagi Fatir.
"Ingat Fatir jangan pernah bermain gila, kamu akan memanen apa yang kamu tanam. Mama jauh lebih kecewa padamu, bagaimana mungkin aku melahirkan anak tak bertanggung jawab seperti mu." Bu Aina pun segera melenggang pergi, meninggalkan Fatir di ruang tamu yang termangu sendirian.
"Ya ma, pa, aku memang laki laki lalai" dengan lesu, Fatir mulai menaiki tangga sambil merenungi apa yang telah dia lakukan.
Saat memasuki kamar Fatir melihat Reina tengah terbaring disana, ia pun segera mendekat sekedar ingin melihat kondisi sang istri. Namun yang ia dapati dengan jelas adalah sisa sisa air mata di pipi Reina, dengan mata sembabnya yang terpejam.
"Maaf kan aku dek. Aku sudah menyakitimu, mengecewakan mama dan papa ku. Tapi, aku tidak bisa meninggalkan Vania, aku mencintainya" lirih Fatir, menghapus jejak air mata di pipi Reina dengan lembut.
Dengan wajah frustasi Fatir mulai membaringkan diri di sebelah Reina, meskipun matanya sama sekali tidak bisa terpejam. Ia berfikir semalaman suntuk, tentang semua ini.
Pada pagi harinya, Fatir terbangun kesiangan, ia tak mendapati Reina tertidur di sampingnya. Dengan cepat Fatir segera ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
"Aaaaaaaahhkkk, mas Fatir" teriak Reina ketika Fatir tiba tiba masuk ke kamar mandi, padahal ia tengah mandi. Reina buru buru menggapai apapun, yang bisa ia gunakan untuk menutupi tubuhnya.
"Hah... Maaf, maaf, maafkan aku dek" Fatir segera berbalik badan, lalu keluar dari kamar mandi, dengan dada yang berdentum dentum. Dia baru saja melihat sang istri mandi. 'Astaga badannya bagus sekali' batin Fatir panas dingin di depan pintu kamar mandi.
Baru kali ini dia melihat langsung. Sebelumnya Fatir, memang tipikal laki laki yang amat menjaga pasangan juga dirinya. Dia tak akan berani macam macam jika belum menikah. Sebagai laki laki yang normal tentu pemandangan seperti itu, akan membuatnya panas dingin seperti sekarang. Apalagi sang istri halal baginya.
"Mas maaf, aku tadi sedang mandi" dengan canggung Reina berbicara setelah keluar dari kamar mandi, dan mendapati Fatir masih berdiri di depan pintu itu, membelakanginya.
"Dek, hem" Fatir berbalik melihat Reina, yang ternyata masih mengenakan handuk. Itu membuat Fatir menelan ludah gusar. Ada yang memberontak dalam dirinya, ingin segera keluar dari rasa sesak itu.
"Kenapa mas, apa mas membutuhkan sesuatu" melihat gelagat Fatir yang tidak seperti biasanya, Reina segera bertanya.
"Dek kemari dulu, mari kita duduk" dengan segera Fatir membawa Reina duduk di tepi ranjang mereka.
"Dek, mas minta maaf. Kemarin tidak datang lagi ke rumah sakit, juga tidak menjemput kamu dan menemanimu. Ada hal lain yang mas kerjakan di luar, lalu mas terlelap karena lelah. Tolong maafkan mas ya" dengan tutur katanya yang lembut Fatir segera meminta maaf. Tapi tentu saja dia tak akan jujur bahwa urusan itu adalah Vania.
"Tidak apa apa mas, aku mengerti" Reina tersenyum mendapat penjelasan seperti itu dari sang suami.
"Dan untuk wanita yang bersama mas di supermarket itu, namanya Vania. Mas kenal dia suda lama hampir 3 tahunan. Mas memang memiliki hubungan khusus dengan Vania sudah 2 tahunan ini. Dan ketika papa dan mama, meminta untuk menerima perjodohan ini, mas tidak bisa menolak. Tapi, mas juga belum bisa melepaskan Vania. Mas minta maaf atas ke egoisan mas dek" jelas Fatir dengan lembut sambil menatap mata Reina dalam.
"Iya mas aku mengerti, perasaan memang tidak bisa di paksakan. Tapi, memang sebaiknya jika mas belum selesai dengan masa lalu mas, mas bilang. Agar tidak menyakiti pihak lain. Sekarang aku adalah istri sah mas. Mas juga harus memikirkan tentang rumah tangga kita" Reina menghela nafas pelan, kemudian mulai berkata dengan lembut dan tersenyum tipis pada Fatir.
"Maaf kan mas ya dek" Fatir terlihat menyesal, jujur ia masih sangat mencintai Vania. mana mungkin meninggalkan wanitanya itu. Tapi, di sisi lain Reina adalah istrinya sekarang.
"Mas, mari kita bina rumah tangga kita mas. Kita sudah menikah, status mas adalah suamiku. Mas berjanji dengan Ijab yang mas ucapkan di depan Allah swt. Ingat tanggung jawab mas sebagai suami" Dengan berkaca kaca Reina berkata sambil memegang erat tangan Fatir.
Fatir pun segera kembali mengenggam tangan Reina, mencium kening sang istri lama.
"Mari kita mulai dari awal, mas akan putuskan hubungan mas dengan Vania segera dek" Bergetar hati Fatir saat mencium kening Reina lama, dengan hati mantap ia pun dengan sadar mengucapkan hal itu.
Reina terseyum mendengar penuturan Fatir dengan tangis haru, ia percaya sesuatu yang sudah menjadi ketetapannya. Pasti akan ada hikmah di balik itu semua.
Fatir tiba tiba meletakkan tanganya di pucuk kepala Reina, dengan doa doa yang mengalun dari bibirnya. Menyadari doa apa yang di baca sang suami, Reina langsung panas dingin.
"Dek kamu adalah istri mas, mari kita lakukan ritual malam pertama kita yang tertunda. Kamu cantik dek, kamu baik, mas menginginkan mu" dengan lembut Fatir berkata sambil mengelus lembut pipi Reina yang bersemu.
Mata mereka bertemu satu sama lain seakan berbicara, wajah keduanya semakin dekat. Hingga tak ada jarak, bibir itu saling bertemu. kecupan manis dan hangat saling bersahutan.
Semakin menggebu seolah ingin lebih dan lebih, secara naluriah mereka merasakan itu semua. Memadu kasih dengan panasnya gairah yang membara. Hingga tak ada sehelai kain pun, yang dapat menghalangi penyatuan keduanya.
"Ah mas sakit" rintih Reina ketika ia merasakan sakit dan perih di area sensitifnya.
Yang mengeluarkan darah, pertanda bahwa mahkota yang ia jaga selama ini, telah ia serahkan pada sang suami.
"Tidak apa sayang, ah tenang dulu, hem" dengan suara serak Fatir mulai melembutkan ritme gerakan tubuhnya, membuat Reina rileks terlebih dahulu. Suara keduanya pun bersahut sahutan, meraih puncak kenikmatan halal yang membawa pahala.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments