"Bagaimana kondisi nya dok?"
"Lebih baik, bahkan urat-urat nya tak ada masalah. Seperti nya perlu sedikit akupuntur agar sarafnya kembali bekerja. Minggu depan tuan bisa membawa nona ke sini lagi."
"Apa yang harus saya lakukan agar saya cepat sembuh dok?"
Tanya Aurel tiba-tiba karena ia ingin cepat sembuh. Aurel tak mau terus terjebak di rumah Adam Hawa itu.
"Nona bisa sedikit-sedikit menggerakkan kakinya. Jika sakit jangan terlalu di paksa karena itu sangat bahaya. Tuan nanti bisa membantunya juga agar cepat dalam pemulihan."
"Baik, dok saya mengerti. Terimakasih atas penjelasannya."
"Sama-sama tuan,"
Sudah selesai Malik mendorong kursi roda Aurel keluar rumah sakit.
"Maaf!"
Malik langsung menggendong Aurel masuk kedalam mobil. Setiap kali Malik akan menggendong Aurel memang Malik selalu minta maaf sambil memalingkan tatapannya.
Aurel masa bodo karena ia sudah biasa tubuhnya di peluk laki-laki. Sudah merasa Aurel nyaman Malik langsung menutup pintu mobil dan memasukan kursi roda di bagasi.
Sebelum menjalankan mobilnya Malik membalas pesan dari Raja.
"Apa lo gak kerja?"
"Kerja!"
"Maksud nya?"
Malik tak menjelaskan ia memilih menyalakan mobil dan segera meninggalkan rumah sakit karena setelah ini Malik harus pergi lagi.
Mereka berdua sama-sama diam tak ada yang bicara lagi. Namun pikiran Aurel tak tenang ia sangat penasaran apa pekerjaan Malik. Bagaimana bisa Malik menghidupi semua biaya anak-anak jika tak bekerja. Bahkan mobil yang di pakai Malik harganya sangat fantastis. Entah apa pekerjaan Malik seperti nya punya jabatan tinggi di perusahaan. Tapi jika bekerja di perusahaan harusnya Malik pergi pagi-pagi atau Malik punya usaha sendiri.
Sungguh Aurel sangat penasaran namun ego membuat Aurel bungkam apalagi masih kesal karena Malik tak adil dalam memberi uang jajan anak-anak.
Aurel sangat membenci ketidak Adilan di muka bumi ini karena rasanya sakit walau dalam bentuk hal apapun.
"Nanti kamu bisa mempraktekan ucapan dokter. Gerakan pelan-pelan saja jangan terlalu di paksakan. Hari ini aku tak bisa membantumu nanti ada pengasuh yang membantu mu."
"Lo mau kemana, bukankah gue tanggung jawab lo. Gue gak mau dengan orang lain."
Ketus Aurel enak saja ia harus di urus oleh orang lain. Aurel tak suka tubuhnya di pegang orang lain. Ini tanggung jawab Malik maka Malik yang harus melakukannya.
"Ada urusan mendesak,"
"Gue gak mau tahu, gue mau sama lo, titik."
Malik menghela nafas berat mengerti jika Aurel tak suka di sentuh oleh orang lain. Bahkan Malik pun waktu pertama sulit membantu Aurel karena hanya ada penolakan.
Aurel seperti sedang membentengi diri sendiri seolah tak percaya dengan orang lain. Selagi percaya Aurel akan percaya pada orang itu.
"Aku ada sedikit pekerjaan mengertilah, aku harus menghidupi anak-anak dan sekarang aku juga harus bertanggung jawab atas mu. Jika aku tak bekerja bagaimana aku bisa membayar biaya pengobatan mu!"
Malik berusaha menjelaskan agar Aurel tak tersinggung. Sungguh Aurel sulit sekali di atur.
Aurel terdiam memang ada benarnya apa yang di katakan Malik. Andai saja Aurel bisa menggunakan kartu kreditnya ia tak perlu repot di biayai oleh Malik. Tapi masalahnya Aurel sedang menyembunyikan diri, jika Malik tahu siapa dirinya bisa-bisa Malik membalikan dirinya ke rumah.
"Tapi gue tetap gak mau. Lo tahu gue tak suka di pegang orang lain!"
"Apa kamu tak mau sembuh?"
"Mau!"
"Jadi menurut lah."
"Tidak! Gue cuma percaya sama lo!"
Malik terdiam frustasi entah harus bagaimana mana lagi meyakinkan Aurel. Sungguh sendari pertama sikap Aurel selalu saja menguji kesabarannya.
"Ok .. Ok ., aku akan menemanimu tapi nanti ya. Hari ini Aku ada urusan?"
"Hm!"
Sikap keras kepala Aurel terbentuk karena sendari kecil ia tak pernah mendapatkan apa yang ia inginkan walau banyak uang. Hingga sikap Aurel sangat keras ketika menginginkan sesuatu dan itu harus terkabul. Dan baru kali ini Aurel mendapatkannya dari Malik orang asing yang tak sengaja ia kenal akibat kesengajaannya. Namun lihatlah Malik bertanggung jawab atas semuanya.
Selain dari sahabat-sahabat kini Malik selalu sabar dan menurut apa maunya. Itulah yang membuat Aurel merasa nyaman dan percaya pada Malik.
"Ya sudah, kamu istirahat ya. Aku harus segera pergi!"
Aurel mengangguk patuh tanpa membantah lagi membuat Malik menghela nafas lega.
Aurel hanya bisa melihat kepergian Malik di depan pintu.
Malik sedikit terkejut ketika mendapati Aurel ada di depan pintu Malik pikir Aurel akan langsung masuk kedalam kamar.
Sudah kepergian Malik Aurel tak langsung masuk kedalam kamar. Aurel menatap ke setiap penjuru ruangan.
Rumah yang cukup besar dan Aurel tak menyangka ia akan berada di sini.
Entah apa yang Aurel pikirkan, ia segera masuk kedalam kamar. Lebih baik ia menunggu Malik di dalam kamar saja.
Hanya Malik yang Aurel kenal dan bisa di andalkan saat ini. Seperti nya Aurel harus sabar sampai kakinya sembuh.
Aurel menatap kaki kirinya berusaha menggerakkan namun terasa ngilu. Sungguh ini sangat sakit sekali.
Aurel terus mencoba menggerakkan namun semakin mencoba kakinya semakin sakit membuat Aurel menyerah.
Aurel merasa bosan tak ada yang ia lakukan rumah juga nampak sepi.
Aurel belum tahu apa-apa tentang di sini membuat Aurel bosan. Aurel tak bisa melakukan apa yang ia mau.
Anak-anak sekolah sungguh Aurel sangat pusing sekali. Hidupnya benar-benar berubah di sini. Biasanya Aurel akan menghabiskan waktu dengan teman-teman nongkrong atau ke mall. Kini Aurel harus menahan itu dan itu sangat menyiksa.
Dari pada bosan Aurel memilih tidur saja sambil menunggu Malik pulang. Aurel berharap Malik tak lama perginya karena ia belum terbiasa dengan yang lain.
Aurel mencoba memejamkan kedua matanya namun tak bisa karena Aurel tak biasa tidur siang yang ada malah baru bangun di jam segini.
Sungguh kebiasaan yang sangat berbeda dan itu menyiksa Aurel.
Karena tak bisa tidur lebih baik Aurel melihat-lihat saja. Mungkin Aurora akan pulang lebih awal.
Dan benar saja ketika Aurel keluar kamar Aurora baru pulang sekolah bersama pengasuhnya.
"Kak Aurel!"
Aurora berlari ke arah Aurel lalu mencium punggung tangannya.
"Sayang, ganti baju dulu ya?"
"Baik,"
"Kakak, Aurora ganti baju dulu ya sama Sus?"
"Ya!"
Aurora memang memanggil Sus pada pengasuhnya yang hanya akan membantu keperluan penting Aurora saja.
Tak lama Aurora kembali menghampiri Aurel ketika sudah selesai ganti baju.
"Sus mau kebelakang ya, Aurora sama kak Aurel dulu?"
"Baik Sus."
"Mohon titip, Nak?"
Aurel hanya mengangguk saja menanggapi ucapan Sus. Wanita yang sudah cukup umur Aurel baru melihat ya.
Ya, pengasuh di rumah Adam Hawa memang tak dua puluh empat jam memerhatikan anak-anak. Mereka ada terlihat ketika membantu anak-anak saja setelahnya akan kembali ke belakang. Karena anak-anak selalu di ajarkan mandiri.
"Kaki kakak masih sakit ya?"
"Sedikit."
"Nanti kalau kakak udah sembuh Aurora akan ajak jalan-jalan."
"Ya!"
"Ya, nanti Aurora juga akan ajak kakak berenang di kolam belakang."
Celetuk Aurora antusias, Aurel hanya menanggapi dengan senyum kaku karena tak tahu harus bersikap bagaimana.
Aurel tak tahu bagaimana cara memperlakukan anak kecil karena dulu Aurel pun tak pernah di perlakukan baik oleh kedua orang tuanya yang super sibuk.
Bersambung ...
Jangan lupa Like, Hadiah, komen, dan Vote Terimakasih ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 160 Episodes
Comments