Acara pengajian sudah selesai, satu persatu orang-orang berangsur pulang.
Malik dan Raja menemani rombongan ustadz untuk jamuan makan. Di sana juga ada keluarga Mawar. Karena setiap acara memang keluarga Mawar selalu menyempatkan waktu untuk hadir.
Sudah selesai jamuan rombongan ustadz pulang. Begitu pun dengan keluarga Mawar.
Malik dan Raja membereskan semuanya di bantu oleh para pengasuh dan anak-anak. Tentu Mawar juga ada karena tak mungkin tak membantu walau keluarganya sudah pulang.
Malik belum sadar akan ketidak adanya Aurel. Karena Malik masih sibuk membereskan semuanya.
Sudah selesai mereka semua istirahat dan Malik mengintruksikan sisanya pada para perawat.
"Alhamdulillah acara kita berjalan dengan lancar!"
Ucap Malik tersenyum puas karena acaranya sesuai dengan apa yang ia inginkan.
"Ya, Alhamdulillah. Semua berkat mba Mawar juga."
Celetuk Raja tersenyum manis menatap Mawar penuh puja. Mawar hanya tersenyum kaku sambil menundukkan pandangannya.
"Ya, mba Mawar memang yang terbaik."
Cetus Bima ikut menimpali membuat Mawar semakin salah tingkah.
"Alhamdulillah semua berkat kerja sama kita!"
"Ya, betul. Terimakasih anak-anak kalian hari ini sudah bekerja keras."
"Maaf mas Malik, mas Raja, anak-anak saya pamit pulang."
"Ya, silahkan mba, Terimakasih untuk hari ini!"
Ucap tulus Malik membuat Mawar mengangguk kaku.
"Ini sudah sore, biar saya yang antar?"
Tawar Raja bangkit dengan penuh semangat mengantar sang pujaan hati.
"Ya, mba di antar sama kak Raja saja!"
Celetuk Marsel mengedipkan sebelah matanya pada Raja.
"It--"
"Tidak apa mba, tenang kami ikut kok agar terjauh dari fitnah."
Seloroh Ara nyengir kuda membuat Mawar tak bisa berkata apa-apa lagi. Sungguh yang Mawar harapkan Malik mengantarnya. Astaghfirullah, batin Mawar.
"Apa tak merepotkan mas Raja?"
"Alhamdulillah tidak, mari nanti takut ke magrib-an!"
Mawar pasrah saja dan ia pun tak bisa menolak toh ada Ara dan juga Marsel yang ikut.
Mawar pamit pada anak-anak lain karena ia harus pulang.
Malik sibuk saja dengan ponselnya entah apa yang ia kerjakan.
Bahkan Malik tak melirik sedikitpun dimana kepulangan Mawar.
"Kak Malik?"
Panggil Sinta dengan wajah paniknya. Membuat Malik merasa heran.
"Ada apa Sinta kenapa berteriak begitu?"
"Maaf kak, Sinta hanya khawatir keadaan kak Aurel?"
Deg ...
Malik terkejut bahkan sampai berdiri dari duduknya mendengar nama Aurel di sebut.
"Ceritakan, ada apa? Emang kenapa dengan kak Aurel?"
"Dari pengajian tadi Kak Aurel menangis pas keluar dari kamar mandi. Sinta pikir kak Aurel sedang sakit perut. Ini Sinta mau bawain makan dan obat tapi sendari tadi tak ada sahutan dari kak Aurel bahkan pintu kamarnya di kunci!"
Jelas Sinta sangat takut terjadi sesuatu pada Aurel.
Bahkan Aurora menangis di depan pintu karena ingin bertemu Aurel tapi pintunya tak di buka.
Malik langsung berlari tanpa menjawab apa-apa. Malik khawatir sampai terjadi sesuatu pada Aurel apalagi memang tadi Malik melihat Aurel tidak tenang.
Dan benar saja pintu kamar Aurel di kunci dari dalam.
Tok .. Tok ...
"Assalamualaikum Aurel, kamu baik-baik saja?"
Ucap Malik sedikit keras namun masih belum ada sahutan dari dalam membuat Malik cemas apalagi Sinta mengatakan Aurel sakit perut.
"Aurel!"
Masih belum ada sahutan membuat Malik semakin gusar.
"Kak, apa kak Aurel baik-baik saja?"
Tanya Aurora dengan Isak tangisnya sungguh Aurora sangat menyayangi Aurel apalagi Aurel selalu memeluknya kalau tidur.
"Aurora tenang ya sayang, kak Aurel baik-baik saja kok!"
"Kak, apa kita dobrak saja!"
Usul Sinta karena takut terjadi sesuatu pa Aurel apalagi mata Aurel bengkak tadi.
"Baiklah, kalian mundur!"
Malik ancang-ancang akan mendobrak pintu kamar Aurel.
Cklek ...
Namun pintu dari dalam terbuka membuat Malik langsung menahan tubuhnya dan berjongkok.
"Kamu baik-baik saja? Kenapa tak menjawab panggilan ku. Kata Sinta kamu sakit perut?"
Aurel menatap Malik dengan keterkejutannya karena akan mendobrak pintu kamarnya. Bahkan Aurel menatap Malik intens yang terlihat cemas akan keadaan nya.
Padahal Aurel sendari tadi kesal karena tidurnya terganggu terpaksa Aurel ke kamar mandi dulu guna mencuci muka agar bengkak di matanya tidak terlalu terlihat.
"Hey, kenapa diam? Apa kamu benar-benar sakit?"
Cemas Malik karena Aurel malah diam apalagi terlihat jelas mata Aurel membengkak.
"Kalau sakit, kita ke rumah sakit ya?"
"No!"
"Kakak!"
Isak Aurora mendekat membuat Aurel menautkan kedua alisnya.
"Sayang, kamu kenapa menangis?"
Tanya Aurel benar-benar bingung dengan semua orang. Apalagi Aurora menangis.
"Kata kak Sinta kakak sakit perut. Aurora takut!"
Cicit Aurora sesenggukan membuat Aurel faham akan semuanya. Jadi ini yang membuat mereka bersikap aneh, batin Aurel.
Jujur saja hati Aurel menghangat mengetahui jika mereka sangat mengkhawatirkan nya apalagi Malik. Aurel tak menyangka jika Malik akan bersikap lebih.
"Perut kakak sudah baik-baik saja kok. Aurora jangan nangis lagi ya."
Aurora mengangguk gemas sambil mengusap air matanya.
"Kakak belum makan?"
ucap Sinta membuat Aurel menatap Sinta.
"Terimakasih dek, tapi kakak belum lapar."
"Kamu harus makan, bukankah kata Sinta perut kamu sakit?"
"It--"
"Ayo makan!"
Tegas Malik mendorong kursi roda Aurora menuju meja makan. Aurel ingin menolak namun melihat wajah cemas Malik membuat Aurel urung. Apalagi Sinta dan Aurora mencemaskannya juga.
"Makanlah?"
"Ayo kak makan, kalau kakak sakit Aurora tak bisa tidur bareng kakak."
"Iya kak, jangan di biarkan nanti perutnya semakin sakit."
Mau tak mau Aurel makan walau tak mau. Tapi melihat wajah Malik, Sinta dan Aurora membuat Aurel tak tega.
Aurel juga tak bisa jujur sebenarnya ia tak sakit. Namun karena tak mau nantinya Malik bertanya lebih, lebih baik Aurel memilih makan saja.
Aurel menghentikan kunyahannya karena merasa tak enak di perhatikan.
"Kami tak lihat kok, ayo lanjut makan?"
Cetus Malik mengalihkan pandangannya begitu pun Sinta dan Aurora kompak. Aurel mengulum senyum geli melihat tingkah tiga orang berbeda usia dan jenis gender.
Aurel yang tadinya tak emut makan sekarang malah jadi lahap karena melihat perhatian Malik.
Mungkin perhatian ini tak akan lagi Aurel rasakan jika ia sudah pergi dari rumah Adam Hawa.
Apalagi kaki Aurel sudah bisa berdiri walau belum bisa berjalan setidaknya Aurel tak usah menggunakan kursi roda lagi hanya perlu tongkat.
"Alhamdulillah!"
Ucap Aurel terbiasa mengikuti setelah makan anak-anak selalu mengucap hamdalah walau doa sesudah makannya Aurel belum hapal mungkin Aurel akan menghafalnya.
Sinta dengan sigap membersihkan bekas makan Aurel.
"Terimakasih dek?"
"Sama-sama kak."
"Aurora sayang, kakak mau bicara sama kak Malik. Aurora main dulu ya di luar sama Sus?"
"Baik kakak, jangan sakit lagi ya nanti Aurora nangis!"
"Iya."
Aurel tersenyum sungguh sangat bahagia di perhatikan oleh Aurora. Bocah itu sangat imut dan menggemaskan.
"Ada apa? Apa perutnya masih sakit?"
Aurel menggeleng cepat dengan jantung berdebar sungguh perhatian Malik membuat Aurel salah tingkah.
"Wajah kamu memerah, jangan bohong. Katakan jika masih sakit?"
Rasanya Aurel ingin tenggelam saja mendengar penuturan Malik. Apa memerah, sungguh sangat memalukan, batin Aurel benar-benar malu kenapa wajahnya merona.
"Tidak! Tapi terimakasih sudah mengkhawatirkan gue."
"Sama-sama. Kalau kamu sakit, aku juga yang repot."
"Jadi loe gak mau kerepotan?"
"Becanda!"
"Cih!"
Aurel berdecak sebal hampir saja ia baper. Tapi, Malik malah menyebalkan.
Bersambung ...
Jangan lupa Like, Hadiah, komen dan Vote Terimakasih ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 163 Episodes
Comments