Hari ini jadwal Aurel kembali kontrol kaki kirinya.
Malik hanya diam saja melihat dari luar ruangan di mana dokter sedang membantu Aurel berdiri.
Malik hanya menyemangati lewat luar tatkala Aurel melirik ke arahnya.
Sang dokter di bantu oleh dua perawat berjaga-jaga takut sewaktu-waktu Aurel terjatuh.
"Jangan terlalu di paksa nona?"
Malik hampir saja menerobos masuk melihat Aurel yang hampir terjatuh. Untung ada dua perawat yang menahannya.
Malik kembali berdiri tegap menatap Aurel yang terus berusaha menahan tubuhnya sendiri. Seperti nya cukup bisa melihat semangat Aurel yang menahan rasa sakitnya.
Bahkan Malik terlihat tidak tenang sendiri melihat bagaimana Aurel berusaha menahan kakinya.
Ekspresi Malik seperti seseorang yang takut kekasihnya kesakitan. Entahlah reaksi tubuh Malik refleks melakukan itu mungkin karena sudah terbiasa.
Malik berdiri tegap tepat di depan pintu ketika Aurel sudah selesai melakukan terapi ya.
Aurel di dorong oleh salah satu perawat keluar.
"Bagaimana dok?"
Tanya Malik langsung pada sang dokter atas kondisi Aurel.
"Cukup bagus untuk hari ini, semangat sembuh nona Aurel begitu bagus membuat ia bisa menahannya. Saya rasa penyembuhannya akan semakin cepat melihat kondisinya sekarang. Tapi ingat! Jangan terlalu di paksa, perlahan saja!"
"Alhamdulillah jika begitu, terimakasih dok?"
"Sama-sama!"
Sang dokter dan dua perawat meninggalkan Malik dan Aurel yang nampak tersenyum cerah karena kakinya sebentar lagi akan sembuh. Aurel hanya butuh semangat agar kakinya kembali normal.
"Kita pulang?"
"Ya!"
Malik mendorong kursi roda Aurel santai sambil sedikit mengobrol.
"Stop!"
Deg ...
Tubuh Malik menegang dan juga terkejut atas apa yang Aurel lakukan.
Tiba-tiba Aurel menyuruhnya berhenti lalu menarik tangannya membuat Malik berjalan ke samping Aurel dengan cepat Aurel memeluk kakinya. Gerakan cepat bahkan membuat Malik linglung sendiri.
"A-au--"
"Diam lah!"
Malik terdiam bingung dengan apa yang Aurel lakukan bahkan Aurel semakin mengeratkan pelukannya pada kaki Malik.
Malik menahan nafas berat sungguh apa yang Aurel lakukan membuat Malik tak nyaman.
Tak lama Aurel melepaskan pelukannya sambil membenarkan rambutnya.
"Ayo pulang?"
"Ah, iya!"
Gugup Malik sungguh di buat tak berdaya dengan apa yang Aurel lakukan.
"Ada apa? kenapa kamu tiba-tiba memeluk kaki ku?"
Kenapa om Aga ada di sini, siapa yang sakit?
Apa mama?
Hampir saja om Aga melihat ku. Untung saja dengan cepat aku bersembunyi.
Batin Aurel bernafas lega ketika Aga tak melihat dirinya.
Malik mendengus kesal melihat Aurel malah melamun. Dari tadi Malik mengajak bicara Aurel dan bertanya. Pantas saja tak ada sahutan ternyata Aurel malah melamun.
"Aurel!"
"Hah, apa?"
Gagap Aurel terkejut akan tepukan Malik pada pundaknya.
"Dari tadi aku mengajak mu bicara, kenapa melamun. Apa ada yang kamu pikirkan?"
"Ah, tidak ... Tidak .. Ayo kita pulang?"
Malik menatap tajam Aurel seolah ada sesuatu yang di sembunyikan Aurel. Tapi apa? Malik tak tahu, jika Malik memaksa Aurel pasti tak akan mau bicara.
Tanpa berkata lagi Malik menggendong Aurel masuk kedalam mobil. Lalu menyimpan kursi roda di bagasi. Sudah selesai Malik masuk, lagi-lagi Malik mendapati Aurel melamun membuat Malik heran.
Perasaan tadi baik-baik saja kenapa sekarang malah melamun, ada apa sebenarnya? batin Malik.
"Aurel?"
Bahkan Aurel tak merespon apapun panggilan Malik membuat Malik benar-benar heran.
Malik menjalankan mobilnya saja dari pada kesal dengan sikap Aurel yang tiba-tiba berubah.
Malik sesekali melirik kearah Aurel namun Aurel masih melamun. Entah apa yang terjadi dan apa yang Aurel pikirkan.
Malik menghentikan mobilnya tepat di sebuah jalan sepi.
"Aurel?"
"Aurel?"
"Apa!"
Pekik Aurel terperanjat mendengar teriakan Malik. Aurel menatap Malik tajam karena telinganya jadi sakit.
"Kenapa lo berteriak hah, dan kenapa malah berhenti?"
Kesal Aurel menatap Malik horor. Harusnya di sini Malik yang marah kenapa malah berbalik.
"Maaf, aku hanya merasa heran kenapa kamu tiba-tiba berubah?"
"Siapa yang berubah, lo jangan ngada-ngada!"
Elak Aurel membuat Malik menghela nafas berat. Seperti nya Malik harus mengalah lagi, entah kenapa dengan sikap Aurel hari ini.
Tadi baik-baik saja bahkan masih tersenyum tapi sekarang malah marah-marah.
"Ya sudah, apa yang sedang kamu pikirkan?"
"Tak ada."
"Baiklah jika tak mau cerita!"
Malik kembali menjalankan mobilnya, seperti nya tak baik jika terus bertanya yang ada mereka malah akan berdebat.
Walau Malik penasaran apa yang membuat Aurel tiba-tiba berubah. Malik tahu ia bukan siapa-siapa bagi Aurel tapi entah kenapa melihat Aurel yang diam membuat rasa penasaran Malik semakin membuncah.
"Apa kamu mau pergi bekerja?"
"Iya, kenapa? apa ada sesuatu yang kamu inginkan?"
Aurel menggeleng membuat Malik semakin di buat penasaran. Apalagi tak biasanya Aurel bertingkah seperti ini.
"Kenapa? Jika ada sesuatu yang kamu inginkan katakan saja. Aku akan mengabulkannya?"
Aurel menatap Malik laki-laki asing yang selalu baik padanya. Bahkan Malik tak pernah bertanya tentang kehidupannya. Malik menerima ia apa adanya tanpa meminta lebih. Bahkan mereka hanya orang asing dan pertemuan mereka pun tak bagus.
"Kenapa lo baik pada gue?"
"Maksudnya!"
Bingung Malik akan pertanyaan Aurel tiba-tiba.
"Lo dan gue orang asing, kenapa lo baik. Padahal lo bisa saja pergi tak usah bertanggung jawab sendari awal gue tak butuh?"
"Entahlah, aku juga gak tahu!"
"Hey, kenapa lo jawab begitu!"
Kesal Aurel tak puas dengan jawaban Malik. Aurel menginginkan jawaban lebih dari itu.
"Hm, awalnya aku hanya ingin tanggung jawab atas apa yang terjadi. Aku laki-laki malu rasanya jika tak bertanggung jawab dengan apa yang aku lakukan terhadap mu walau kamu jujur kamu yang sengaja menabrak kan motor mu. Tapi bagiku aku tetap harus tanggung jawab karena aku juga lalai tak menghindar dari tabrakan itu. Terlebih dari rasa tanggung jawabku terhadap kecelakaan itu. Kau juga satu-satunya gadis yang menarik perhatian ku dengan segala ke jutek kan mu atau mungkin kamu sama seperti ku."
"Maksud nya?!"
"Lupakan lah, intinya aku hanya ingin kamu percaya jika Tuhan itu maha baik. Kembalilah pada dia sebelum terlambat!"
"Gue gak ngerti maksud lo!"
"Sudah jangan terlalu di pikirkan, nanti pusing."
Deg ...
Aurel terdiam kaku ketika Malik mengelus kepalanya lembut bak seorang ayah yang mengelus putrinya.
Sikap Malik yang dewasa membuat Aurel nyaman apalagi apa yang Malik lakukan membuat rasa kosong di hati Aurel perlahan terisi.
Rindu akan sosok ayah yang selalu memperlakukan putrinya dengan baik. Alih-alih mendapatkannya, Aurel hanya akan mendapatkan ketidak diakui. Tapi, Malik selalu bisa membuat Aurel tersentuh di setiap perlakuannya.
Aurel menatap Malik yang sedang fokus menyetir. Di lihat-lihat Malik sangat tampan bahkan sosok sempurna.
"Aku tahu aku tampan!"
Celetuk Malik membuat Aurel langsung memalingkan wajahnya. Malik hanya tersenyum tipis melihat tingkah Aurel yang sedikit berbeda.
Lebih banyak diam dari pada nyerocos dengan bahasa gaulnya.
Bersambung ...
Jangan lupa Like, Hadiah, komen dan Vote Terimakasih ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 160 Episodes
Comments