Sudah makan malam Aurel memilih menikmati udara malam sambil menatap ke atas sana melihat taburan bintang.
Malam yang sangat indah sungguh Aurel sangat menyukainya.
"Sayang tak ada bulan!"
Gumam Aurel merasa ada yang kurang namun Aurel jadi teringat akan mangsa terakhirnya.
Entah apa yang Aurel pikiran sungguh hanya dia seorang yang tahu.
"Kenapa diam di luar?"
"Hey, lo mau apa, lepas!"
Teriak Aurel tak terima ketika Malik mendorong kursi rodanya masuk ke dalam.
"Di luar dingin tak baik untuk kesehatan mu,"
"Sialan lo, ganggu saja!"
Malik menghela nafas berat kenapa Aurel sulit sekali di ajak kerja sama agar tak menggunakan kata Lo and Gue.
"Aurel, saya tak tahu bagaimana kehidupan kamu dulu. Tapi bisakah kamu tak menggunakan kata Lo and Gue. Di sini banyak anak-anak, please?"
Mohon Malik tak suka, Malik takut anak-anak malah menurutinya.
"Gue gak bisa!"
"Saya yakin kamu bisa!"
Aurel memalingkan wajahnya merasa tak nyaman dengan tatapan Malik.
"Aku tak akan memaksa tapi setidaknya belajarlah."
"Akan gue usahakan."
"Terimakasih, saya tahu kamu orang baik!"
Ucap Malik tersenyum lega namun ucapan itu malah mendapat tatapan tajam dari Aurel. Entah kenapa Aurel tak senang akan dirinya di katakan baik. Mengingat kelakukan Aurel yang jauh dari kata baik.
"Ini baju-baju untuk kamu, semoga kamu suka."
"Awas lo, jika beli baju aneh-aneh!"
"Tidak, saya yakin kamu suka."
"Gue ingin lihat,"
"Tidak, kamu lihat di dalam kamar saja. Ini sudah malam, kamu harus istirahat!"
"Tidak, gue ingin melihatnya."
Ketus Aurel mulai membuka Tate bag nya mengeluarkan baju-baju yang di beli Malik.
"Oh no, Malik!!!"
Teriak Aurel melotot tajam melihat baju-baju yang Malik beli. Sedang Malik sudah berlari ke atas sana.
"Ada apa kakak?"
Tanya anak-anak keluar kamarnya karena terkejut mendengar teriakan Aurel.
"Tidak ada, anak-anak kembali masuk ke dalam kamar!"
Perintah Malik membuat anak-anak kembali masuk dengan wajah bantalnya.
Aurel benar-benar kesal dengan apa yang Malik lakukan. Andai saja kakinya sudah sembuh Aurel pasti akan menendang bokong Malik.
Aurel bergidik ngeri melihat baju yang Malik belikan. Sungguh ini bukan selera Aurel bahkan di katakan jauh.
Bagaimana penampilannya memakai baju-baju aneh itu seperti nya kecantikan Aurel hilang seketika.
Aurel adalah gadis bebas yang selalu berpakaian seksi kemanapun ia pergi dan kini Malik membelikannya baju aneh yang menelan tubuhnya.
"Sial!"
Geram Aurel ketika akan melempar baju tersebut namun Aurel tahan karena ia tak mungkin membuangnya, mau memakai apa nanti.
Terpaksa Aurel membawa baju-baju aneh tersebut masuk kedalam kamar.
Aurel terdiam sejenak melihat Aurora yang tertidur pulas di atas ranjangnya.
Aurel menghela nafas kenapa ia harus tidur lagi bersama anak kecil. Mereka pikir gue emak nya, pikir Aurel geram.
Namun lagi-lagi melihat wajah polos Aurora membuat Aurel tak tega. Entah bagaimana Aurel mempunyai perasaan seperti itu.
Aurel menyimpan baju-baju yang di beli Malik di atas nakas. Aurel berusaha naik keatas ranjang dengan susah payah.
Setiap tergerak kakinya akan terasa ngilu. Namun Aurel berusaha menahannya.
Besok jadwal ia terapi semoga saja kaki nya bisa cepat sembuh.
Aurel membaringkan dirinya di samping Aurora entah kenapa bocah ini mau tidur dengannya.
Bahkan Aurora tak menunjukan rasa takutnya sama sekali. Padahal Aurel selalu ketus dan tak peduli.
Aurel memejamkan kedua matanya berharap hari esok tak membuat pikirannya pusing.
.
.
Allahuakbar .. Allahuakbar ...
Suara adzan subuh berkumandang membuat anak-anak sudah bersiap pergi ke mushola untuk sholat subuh berjamaah.
Seperti biasa Malik yang menjadi imam nya.
"Suara ini lagi!"
Geram Aurel sungguh pusing lagi-lagi tidur ya terganggu.
Aurel benar-benar kesal mendengar suara adzan yang terdengar di mana-mana kenapa berisik sekali dan entah berapa kali terdengar dalam satu hari dan di ulang-ulang lagi.
Aurel menutup telinganya kesal namun suara itu seolah terus terngiang membuat Aurel tanpa sadar mendudukkan dirinya sendiri sambil mengusap wajahnya kasar.
Untung saja Aurora sudah tak ada hingga tak perlu mendengarkan umpatan kasar Aurel jika tidak Aurora pasti akan ketakutan.
"Oh sitt, kaki gue!!"
Teriak Aurel menggeram sakit lupa jika kaki kirinya sakit. Rasanya Aurel ingin menangis kenapa hidupnya begini amat.
Aurel menyibak selimut menatap kaki kirinya. Entah kapan kakinya bisa berjalan lagi sungguh Aurel sangat pusing tinggal di sini.
Karena tidak bisa tidur Aurel berusaha meraih kursi roda. Ia merasa gerah dan butuh mandi untuk menjernihkan pikirannya.
Sudah susah payah mandi walau harus meringis menahan sakit tapi Aurel tak peduli yang penting badannya segar.
"Apa gue harus memakai baju aneh ini, sialan lo Malik!"
Umpat Aurel terpaksa harus memakai baju gamis yang Malik berikan.
Rasanya Aurel ingin menangis melihat penampilannya yang sungguh mengerikan.
Aurel duduk tenang di atas kursi roda lalu berniat keluar.
"Tumben bangun pagi-pagi dan sudah rapi?"
Cetus Malik yang sedang menuruni anak tangga. Aurel memutar bola matanya malas melihat Malik. Sungguh rasanya Aurel ingin menghancurkan wajah datar itu.
Malik melewati Aurel begitu saja membuat Aurel benar-benar semakin kesal. Mana baju yang ia pakai terasa tak nyaman di pakai dan ini sangat gerah bahkan seolah menelan Aurel hidup-hidup.
"Sudah sarapannya, anak-anak?"
"Sudah kak Malik."
"Baik, belajar yang rajin ingat jangan berurusan dengan hal yang tidak perlu?"
"Baik kak."
Satu persatu anak-anak Salim pada Malik sebelum berangkat sekolah.
Aurel hanya memerhatikan saja melihat anak-anak Salim pada Malik di mana Malik sambil memberikan uang jajan pada anak-anak.
Namun, uang jajan yang di berikan Malik pada Sinta sangat berbeda dengan anak-anak lain. Membuat Aurel bingung kenapa tak sama, apa Malik pilih kasih, pikir Aurel tak suka.
Melihat apa yang Malik lakukan membuat Aurel mengingat perlakukan sang ayah yang tak pernah adil dalam memperlakukannya.
"Semua laki-laki sama!"
Geram Aurel memutar kursi rodanya namun tertahan ketika anak-anak juga menghampirinya. Mereka semua juga mencium punggung tangan Aurel dengan takzim.
Rumah menjadi sepi ketika anak-anak sudah berangkat sekolah. Begitupun dengan Aurora yang khusus di antar oleh pengasuh karena Aurora masih sekolah TK.
"Kenapa masih diam di situ, sini kita sarapan dulu sebelum berangkat?"
"Cih, gue pikir lo lupa."
"Aku tak akan lupa karena kamu tanggung jawab ku!"
Deg ...
Entah kenapa hati Aurel berdesir setiap kali mendengar Malik mengucapkan kata tanggung jawab.
Andai kata itu terucap dari bibir sang ayah mungkin Aurel merasa bahagia. Malik orang lain namun kenapa Malik mau menolongnya padahal mereka hanya orang asing, pikir Aurel.
"Hey, cepat nanti kita terlambat!"
Aurel tak mengucap apa-apa lagi, ia menghampiri Malik lalu sarapan.
"Jangan lupa baca doa makan?"
"Gue tak tahu dan masa bodo."
"Jangan begitu, kita harus baca doa dulu sebelum makan supaya apa yang kita makan menjadi berkah dan juga bentuk rasa syukur kita pada Tuhan."
"Masa bodo!"
Malik menggelengkan kepala melihat tingkah Aurel yang langsung makan.
"Allahumma baarik lanaa fiimaa rozaqtanaa wa qinaa 'adzaa bannaar.
(Artinya: "Ya Allah, berkahilah kami dalam rezeki yang telah Engkau berikan kepada kami dan peliharalah kami dari siksa api neraka)."
Doa Malik baru ia langsung makan dengan tenang.
Bersambung ...
Jangan lupa Like, Hadiah, komen, dan Vote Terimakasih ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments